Akil Mochtar Divonis Seumur Hidup, Siapa Bakal Menyusul..?

Loading

Oleh: Marto Tobing

ilustrasi

HUKUMAN seumur hidup yang menimpa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, saatnya menjadi peringatan keras agar siapa pun dia, jangan lagi coba coba melakukan korupsi, kejahatan luar biasa itu. Sehingga ke depan publik tidak perlu lagi menunggu atau bertanya-tanya siapa lagi yang bakal menyusul?

Benar. Soal penerapan berat ringannya hukuman bagi pesakitan, tentu saja tidak lepas dari seberapa kuat keyakinan hakim berdasarkan fakta persidangan berkolerasi dengan dua unsur yakni unsur meringankan dan unsur memberatkan. Kedua unsur ini akan mengikat hakim sebagai dasar pertimbangan atas kemanusiaan.

Pengakuan atas kejahatan yang didakwakan akan senantiasa dipertimbangkan hakim ke arah meringankan hukuman atas tuntutan hukuman yang diajukan jaksa. Sedangkan sikap berbelit-belit sebagai upaya mengingkari kejahatan atas bukti yang menjadi fakta persidangan tentu saja oleh hakim juga akan dipertimbangkan ke arah lebih memperberat hukuman.

Berkaitan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada Akil Mochtar tentu saja bukan semata maunya hakim. Persoalannya, fakta yang dikemukakan jaksa dengan dukungan keterangan seluruh saksi di bawah sumpah oleh Akil Mochar ditolak mentah-mentah. Penolakan boleh-boleh saja dilakukan adalah sebagai hak mutlak bagi pesakitan. Namun sikap penolakan Akil Mochtar jika dikemukakan tanpa didukung sebagai fakta tandingan, itu berarti sama saja nilainya dengan sikap pembangkangan tanpa alas hukum.

Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta, Suwidya SH menilai sikap yang diperlihatkan Akil Mochtar itu sangat sulit dijadikan sebagai pertimbangan atas dasar rasa kemanusiaan. Sikap pembangkangan ke arah unsur pemberatan hukuman memperkuat keyakinan hakim bahwa mantan anggota DPR-RI ini patut dikenakan hukuman seumur hidup sebagaimana tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pulung Rinandorio SH yang diajukan pada persidangan sebelumnya Senin (16/6).

Kejahatan yang dituduhkan Jaksa KPK terbukti Akil Mochtar melakukan gratifikasi, pemerasan dan pencucian uang. Selain hukuman seumur hidup, hakim juga mengabulkan tuntutan jaksa KPK agar bersangkutan dikenakan denda Rp 10 miliar. Kejahatan Akil Mochtar, menerima suap Rp 3 miliar dari lima daerah yang bersengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Lebak Rp 1 miliar dijerat pasal 11 tentang penerimaan gratifikasi UU No.20 Tahun 2001 tentang Tipikor dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

Ancaman maksimal dari pasal tersebut di atas adalah hukuman seumur hidup. Jaksa menilai Akil Mochtar terbukti menerima hadiah untuk pengurusan 15 sengketa Pilkada di MK. Selama menjalankan aksinya Akil Mochtar telah menerima uang sebesar Rp 57,7 miliar plus 500 ribu dollar AS dari sejumlah pihak sejak tahun 2010 hingga menjabat sebagai Ketua MK.
Selanjutnya, Akil Mochtar menerima masing-masing Rp 3 miliar, Rp 1 miliar, Rp 19,866 miliar, Rp 500 juta serta 500 ribu US dollar untuk pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas Lebak, Palembang, Lampung Selatan dan Empat Lawang. Untuk sengketa Pilkada Jawa Timur Akil Mochtar menerima Rp 10 miliar pada kurun waktu 22 Oktober 2010 hingga 2 Oktober 2013 atau saat dia menjadi hakim konstitusi.

Nilai pencucian uangnya mencapai Rp 161,080 miliar. Selain itu, KPK juga membuktikan adanya pencucian uang Akil Mochtar pada kurun waktu 17 April 2012 hingga 21 Oktober 2010. Ketika itu Akil Mochtar masih menjabat anggota DPR hingga akhirnya menjabat sebagai hakim konstitusi. Nilai pencucian uangnya sekitar Rp 20 miliar. Namun semua yang dia peroleh secara tanpa hak itu akhirnya menjadi neraka bagi kehidupannya.

Selain menjalani hukuman seumur hidup, rumah miliknya di Perumahan Liga Mas serta dolar Singapura senilai Rp 2,7 miliar, sawah 12.600 meter persegi di Singkawantg termasuk Kebun Mahoni seluas 6000 meter persegi di Sukabumi disita KPK.

Kemudian 13 rekening tabungan berisi Rp 10 miliar, deposito senilai Rp 2,5 miliar, rekening atas nama isterinya senilai Rp 300 juta, rekening atas nama anaknya senilai Rp 70 juta dan dua rekening atas nama CV. Ratu Samangat senilai Rp 109 miliar disita KPK termasuk 25 mobil di antaranya Mercedes Benz S 350, Toyota Crown Athlete, Audi Q5, Mazda CX dan 31 unit sepeda motor. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS