Berdaulat Adalah Persoalan Idiologi

Loading

images2

Oleh: Fauzi Aziz

POLITIK katanya soal kekuasaan dan kepentingan. Sedangkan ekonomi adalah soal kesejahteraan dan kemakmuran. Politik bisa dibentuk, tapi ekonomi hanya bisa diberi bentuk. Keduanya juga bisa diberi label, yakni liberal atau sosialis.

Keduanya bisa bergerak searah dan bisa pula tidak searah karena kepentingannya berbeda. Politik kepentingannya membangun kekuasaan. Dengan kekuasaan itu, politik bisa menghasilkan kebijakan dan kebijaksanaan itu biasanya tergantung kepentingan kelompok tertentu.

Ekonomi kepentingannya yang paling esensial adalah membangun kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat luas. Jadi, kalau dalil tersebut bisa diterima, maka baik politik maupun ekonomi, sejatinya membicarakan banyak kepentingan, ya… kepentingan penguasa, pemodal/pebisnis dan kepentingan rakyat.

Karena ada 3 kepentingan besar, maka peran sutradara menjadi sentral agar tiga pemangku kepentingan tersebut bisa saling menstimulasi dan saling memperoleh manfaat, yang hasil akhirnya adalah stabilitas, pertumbuhan, serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Alur ceritanya harus dibuat mengalir, dimulai dari proses politik yang baik, perencanaan ekonomi yang baik dan didukung oleh komponen rakyat yang cerdas. Pendidikan politik yang baik sesuai kebutuhan bangsa dan Negara juga sangat penting.

Pendidikan ekonomi bagi seluruh rakyat juga tak kalah penting agar masyarakat mampu menjadi insan ekonomi mandiri yang dapat mengurus rumah tangga sebagai unit ekonomi terkecil dalam sistem perekonomian bangsa.

Oleh sebab itu, membina dan mengembangkan ekonomi rakyat menjadi penting, baik yang bergerak di sektor produksi maupun jasa. Proses tersebut dapat berjalan bila sang stradara memiliki wawasan kebangsaan dan kenegaraan yang paripurna.

Tidak hanya itu. Sang sutradara juga harus mampu menawarkan konsep pembangunan dimana sebuah proses politik yang baik bisa menghasilkan kebijakan ekonomi yang baik dan mampu memberikan kesempatan luas kepada bangsa untuk menjadi tuan di negeri sendiri. Presiden dan seluruh anggota kabinet sesungguhnya bukan sutradara, tetapi aktor di bidang politik praktis yang telah dipersiapkan oleh sutradara untuk dapat memerankan diri sebagai penggerak sistem ekonomi yang skenarionya sudah digariskan oleh sutradara.

Skenario politik dan ekonomi, dalam konteks Indonesia ada di mukadimah dan batang tubuh UUD 1945. Skripnya ada di berbagai undang-undang yang disusun pemerintah bersama DPR.

Dalam posisi demikian, sebenarnya terjadi bias karena terjadi konflik kepentingan karena kedudukan pemerintah sebagai eksekutor merangkap legislator. Harusnya UU dibuat bersama antara DPR dan DPD yang menampung aspirasi rakyat secara langsung.

Rakyat sebagai “pemilik kedaulatan” semestinya bisa diberi peran sebagai inisiator penyusun RUU. Dalam pola tatanan yang demikian, presiden dan jajaran kabinetnya murni bertindak sebagai aktor pelaksana UUD dan berbagai UU, baik bidang ekonomi maupun bidang yang lain.

Pertanyaannya, siapa sesungguhnya sang sutradara politik dan ekonomi di negeri ini? Secara institusional, semestinya yang bertindak sebagai sutradara adalah MPR yang keanggotaannya benar-benar dari unsur komponen masyarakat untuk antara lain membuat GBHN sebagai skenario pembangunan jangka panjang.

GBHN tentu tidak sama dengan  RPJPN karena hakekatnya adalah salah satu skrip yang ditetapkan oleh DPR sebagai acuan penyusunan RAPBN.

Karena itu, politik dan ekonomi harus benar-benar digunakan sebagai instrumen pengayaan kemakmuran bangsa sehingga skenarionya tidak boleh hanya dilakukan dengan pertimbangan pragmatis, tetapi harus lebih berbasis idiologis dan konstitusional.

Keputusan-keputusan politik yang bersifat strategis di bidang ekonomi harus diambil tidak sekedar mengejar pertumbuhan. Berdaulat secara politik dan berdikari secara ekonomi, adalah persoalan idiologi dan konstitusi, bukan persoalan pragmatis.

Dunia yang makin liberal, kepentingan nasional tidak boleh dikorbankan dan ini harus tercermin di dalam GBHN yang merupakan bentuk konsensus dan kesepakatan politik bangsa.  Merawat demokrasi politik dan demokrasi ekonomi bukan menjadi tanggungjawab politisi dan birokrasi semata, tetapi tanggungjawab seluruh komponen bangsa.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS