3 Kerugian Akibat Investasi Tanpa Kebijakan Matang

Loading

investasi-609x340

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Upaya pemerintah menarik investasi ke daerah merupakan hal yang dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian daerah serta menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Namun, pemilihan investasi yang keliru serta tanpa ditunjang oleh kebijakan pendukung justru merugikan daerah itu sendiri.
“Tanpa kebijakan yang matang, upaya investasi yang diharapkan pemerintah justru bisa berakibat merugikan daerah tujuan investasi tersebut,” kata Ekonom Universitas Sam Ratulangi, Manado Agus Tony Poputra, Selasa (28/4/15).
Agus merinci, 3 kerugian yang dimaksud yakni, pertama adalah potensi merusak lingkungan di mana memerlukan biaya besar untuk memperbaikinya. Investasi besar yang masuk ke daerah kebanyakan adalah Pertambangan dan Perkebunan.
Menurut dia, kedua jenis investasi tersebut memiliki korelasi kuat dengan perusakan lingkungan. Tanpa kebijakan pendukung dan pengawasan yang memadai untuk memitigasi dampak lingkungan dari aktivitas keduanya, maka kerusakan lingkungan merupakan suatu keniscayaan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan bencana yang akan diderita oleh masyarakat lokal.
“Demikian juga, biaya yang ditanggung untuk menanggulangi bencana dan normalisasi lingkungan bisa jauh lebih besar dari pendapatan yang telah diterima pemerintah dari investor dalam bentuk pajak, royalty, retribusi, dan lain sebagainya,” tutur Agus.
Kedua, berpotensi menciptakan pengangguran struktural bagi tenaga kerja lokal yang bisa memicu konflik horizontal. Investasi yang masuk ke daerah akan memanfaatkan aset yang dikelola masyarakat. Walaupun masyarakat menerima uang pengganti atas aset tersebut namun mereka akan kehilangan pekerjaan. Investasi yang masuk dapat saja mensyaratkan ketrampilan yang tidak dimiliki tenaga kerja lokal sehingga lapangan kerja baru yang terbuka akan diisi oleh warga pendatang.
Agus mengatakan, banyak fakta lapangan menunjukkan situasi seperti itu. Sebagai contoh, pada kegiatan pertambangan, tenaga kerja lokal yang terserap sangat sedikit dan itupun untuk mengisi formasi bawah, seperti satpam dan pekerja kasar. Kondisi ini memicu kecemburuan yang sering menjadi penyebab konflik horizontal.
Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di daerah tidak tercapai. Pada beberapa daerah di Kawasan Timur Indonesia yang memiliki banyak aktivitas pertambangan justru memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Bahkan sampai kegiatan pertambangan selesai tidak ada kontribusi berarti yang dinikmati daerah dan sekedar menciptakan ‘daerah-daerah hantu’.
Penyebabnya adalah kebanyakan pasokan untuk aktivitas pertambangan dan kebutuhan pekerja didatangkan dari luar daerah dan dana yang diperoleh perusahaan kebanyakan ditempatkan di pusat atau di luar negeri.
“Dana yang kembali ke daerah terutama hanya berupa penghasilan untuk pekerja lokal. Hal ini mengakibatkan dana perusahaan tidak menjadi sumber pembiayaan bagi perbankan di daerah,” paparnya. (angga)
CATEGORIES
TAGS