“A-B-G”

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

YANG pasti, A-B-G dimaksud bukanlah akronim anak gaul, yaitu Anak Baru Gede, tetapi yang benar adalah Academy, Business, dan Government. Mary Elka Pangestu sering menyebutnya sebagai unsur kekuatan triple halix untuk membangun kekuatan ekonomi Indonesia di masa depan. Sudahkah mereka melekat dalam satu sistem rantai nilai? Sudah, tapi juga belum. Ini jawaban yang paling tepat.

Pertanyaannya, apa perlu mereka harus merekat dalam satu sistem. Jawabannya, perlu karena bangsa ini membutuhkan peran mereka sebagai aktor penggerak pembangunan di negeri ini. Dalam kondisi yang secara fundamental masih belum terlalu kuat sebagai nation state, maka kehadirannya sangat diharapkan. Indonesia untuk berderap maju masuk ke panggung dunia sebaiknya membangun sebuah tim yang kuat untuk melakukan marketing of nation agar bergabung dengan dunia dalam kondisi yang kuat dan siap untuk melakukan kerja sama dan bekerja bersama, bukan dalam semangat kompetisi, karena faktanya yang menjadi fenomena adalah isu kerja sama.

Awas kita jangan terjebak dalam retorika dan platform isu geopolitik global yang seakan konsep free trade yang benar, padahal yang tepat seharusnya menegakkan kerja sama. Dan konsep kerja sama adalah yang benar-benar diniatkan untuk kepentingan kerja sama sebagai pewaris bumi untuk kemaslahatan umat manusia sejagat. Reformasi, demokratitasi, dan desentralisasi yang sudah berjalan selama lima belas tahun harus menjadi pilar utama yang efektif sebagai roda penggerak kemajuan.

A-B-G-nya mau tidak mau harus berada di garda paling depan untuk bersama-sama menata kembali aturan main agar gerak ekonomi yang sesuai dengan sistem perekonomian, sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 33 UUD 1945 dapat berjalan selaras.

Pikiran-pikiran besar yang ditumbuh-kembangkan dalam lingkungan akademisi harus diarahkan untuk memberikan kontribusi yang paling optimum dalam pembentukan PDB yang lebih berkualitas. Begitu pula peran dunia bisnis yang melakukan proses transformasi ekonomi secara komersial harus menghasilkan nilai tambah yang tinggi agar bangsa ini tidak terlalu bergantung pada kekuatan bisnis global yang berdaya jangkau transnasional wilayah operasinya.

Kolabarasi dan membangun aliansi dengan mereka adalah sebuah keniscayaan sekaligus realitas yang memang sebaiknya harus dilakukan oleh para pelaku bisnis Indonesia di fora kerja sama ekonomi bilateral, regional dan global, agar aset bangsa tidak terkikis habis oleh semangat “hegomoni”.

Berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain tidak harus direalisasikan dengan cara head to head. Tetapi, sebaiknya memang harus dibangun dengan model kerja sama yang saling menguntungkan, dan untuk itu, nation and character building tetap perlu dan penting untuk terus dilakukan oleh semua pihak di dalam negeri agar jati diri bangsa yang berperadaban tetap bisa hadir di tengah pergaulan internasional.

Pelayanan Publik

Government atau pemerintah yang didukung oleh kekuatan poltik harus hadir dengan posturnya yang efisien sebagai katalisator, dan sebagai regulator dan fasilitator pembangunan. Kebijakan dan pelayanan publik harus berkualitas dan efektif, baik di pusat maupun daerah. Desentralisasi bukan persoalan bagi-bagi kekuasaan, tetapi desentralisasi harus dipahami sebagai tatanan sistem strategic business unit yang mampu memproduksi layanan dan penyediaan logistik yang paling prima agar proses penciptaan nilai tambah ekonomi di daerah bisa optimal.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah satu kesatuan sistem birokrasi yang peran dan fungsinya hakikatnya sama, yaitu sebagai katalisator dan sekaligus sebagai regulator dan fasilitator pembangunan di garda depan di masing-masing daerah. Jangan keliru cara kita mentransformasikan sistem desentralisasi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam sistem ekonomi, mereka adalah para dirigen yang ayunan “tongkat komandonya” dilakukan untuk menghasilkan harmoni untuk memuaskan kebutuhan masyarakat, bukan malah sebaliknya melahirkan disharmoni, sumbang dan membingungkan.

Pikiran dan tindakan sebagai aparatur negara harus menimbulkan kepastian hukum dan kepastian berusaha, sehingga peran yang diperlukan adalah menciptakan lingkungan yang paling kondusif. Proses politik di lembaga legislatif sebaiknya tidak hanya sekadar mengedepankan pikiran dangkal bahwa perbedaan adalah hal yang jamak dalam sistem yang demokratis. Pikiran dan tindakan mereka yang kita harapkan adalah yang justru menjadi faktor penguat jalannya roda pemerintahan melalui tanggung jawabnya sebagai legislator dan budgetor.

Fungsi pengawasan adalah bagian dari sistem manajemen pembangunan yang memang patut dilakukan oleh lembaga legislatif agar jalannya roda pemerintahan dan pembangunan tidak belok dari arah dan langkah yang sudah direncanakan.

Check and balances tetap perlu sebagai penjaga keseimbangan agar sistem ketatanegaraan berjalan dengan baik dan benar. Oleh karena itu, kita mengharapkan agar A-B-G menyatu dalam kesatuan tindak untuk bersama-sama membangun perekonomian bangsa. Langkahnya harus menyatu dalam sebuah harmoni yang indah karena mereka harus saling melengkapi dan bersifat koheren dalam satu sistem nasional yang utuh dan kokoh tali perikatannya untuk mewujudkan Indonesia Incorporated. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS