Anas Masih Kuat?

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

ANAS masih mendapat dukungan kuat dari sejumlah DPD dan DPC Partai Demokrat. Karena itu, kursi kekuasaan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tidak bisa diganggu gugat bahkan untuk menjadikan Anas sebagai tersangka-pun, tidak ada alasan.

Hasilnya, hingga kini, kendati para saksi apalagi tersangka kasus wisma atlet dan proyek Hambalang, Nazaruddin sudah secara telak menyebut-nyebut Anas Urbaningrum terlibat bahkan tampil sebagai dalang tindak pidana korupsi yang meraup uang rakyat tersebut, ‘’tangan-tangan’’ hukum negeri ini tidak punya nyali menjadikan Anas sebagai tersangka.

Memang, secara nyata di tubuh partai yang sedang berkuasa itu terlihat jelas perpecahan kongsi walau tidak nyata apa dasar perpecahan itu. Yang pasti kata politikus Demokrat, Ruhut Sitompul, tidak sedikit penjilat yang bercokol di dalam Partai Demokrat.

Di satu pihak ada suara dari dalam tubuh Demokrat agar Anas sebaiknya mundur saja demi masa depan partai yang saat ini sedang terpuruk. Namun ada suara lain yang menyebut, Anas tidak perlu mundur dan tidak ada alasan untuk memundurkan dia.

Bertolak dari kenyataan di tubuh partai yang dualisme yang mana satu pihak mengatakan Anas sebaiknya mundur dan di pihak lain menyatakan tidak, dengan alasan masih banyak pendukung, muncul pertanyaan, apakah para pendekar hukum di negeri ini masih tergatung kekuasaan untuk melakukan tindakan hukum.

Apakah untuk menjadikan Anas yang keterlibatannya sudah terungkap secara terang benderang di persidangan, masih menunggu izin dari para pendukung Anas, atau menunggu hasil tawar menawar politik.

Dari fakta-fakta gonjang-ganjing di tubuh partai yang sedang berkuasa ini dapat kita catat kalau keberadaan hukum di negeri ini telah tersandera oleh kekuasaan. Hukum kita tidak mandiri, tidak punya kepribadian bahkan dapat ‘’diatur’’ oleh mereka yang sedang berkuasa.

Pada biasanya, dalam sebuah kasus yang sedang diproses di pengadilan, semua nama yang disebut-sebut saksi atau tersangka, seketika itu langsung mendapat panggilan dari hakim untuk kemudian didengar kesaksiannya sehubungan dengan keterangan saksi dan tersangka.

Namun kali ini, khusus untuk Anas, jangankan jadi tersangka, menjadikan saksi-pun atau menjadikan nara sumber untuk dikonfrontir, para penegak hukum tidak berdaya alias tidak punya nyali.

Padahal, jauh-jauh hari sebelum Angelina Sondakh dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anas Urbaningrum sudah seharusnya lebih dulu menjadi tersangka.

Maka itu tidak heran jika ada rumors di lapangan bahwa hukum itu tidak berlaku untuk semua orang, melainkan hanya kepada orang-orang tertentu saja. Hukum itu hanya berlaku kepada yang lemah, khususnya bagi mereka yang tidak punya kekuatan ekstra.

Hukum itu hanya tajam ke bawah tapi tumpul bila berhadapan dengan pihak atas dan memang begitulah tampilan sebuah pisau yang hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Namun seberapa jauh keberanian KPK untuk mengungkap tabir yang merong-rong uang rakyat itu, mati kita tunggu. Ketua KPK Abraham Samad pernah berucap bahwa jangankan pejabat negara, saudara kandungnya saja jika terbukti bersalah, dia berani menggantungnya.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS