Empat Sektor Terkorup

Loading

Oleh : Apul D Maharadja

Ilustrasi

Ilustrasi

MENURUT hasil Survei Global Corruption Barometer Indonesia 2003-2010 yang dilakukan Transparency International, ada empat sektor yang terkorup di Indonesia, yaitu partai politik, parlemen (legislatif), pengadilan, dan kepolisian. Menurut Transparency International, keempat sektor itu paling rentan terhadap korupsi. Tahun 2003-2010, masih sama, hanya saja tahun 2005 ada perbedaan sedikit, bea dan cukai masuk ke dalam urutan keempat institusi terkorup di Indonesia.

Dengan demikian sebenarnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya memfokuskan diri pada keempat sektor tersebut yang kebetulan berada di hulu. Jadi sebenarnya kalau pemberanasan difokuskan ke hulu itu, ada kemungkinan ke hilirnya korupsi sudah akan lebih mudah. Atau kalau hulu sudah dijajal lebih dulu, maka ke hilirnya sudah akan tertanggulangi dengan lebih mudah.

Hal itulah yang terungkap dalam sebuah seminar di Balai Sekolah Staf dan Pimpinan Pertama Kepolisian Negara RI (Polri), pekan lalu di Jakarta. Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah mengatakan, kalau keempat sektor terkorup itu tidak bisa diberantas maka Indonesia akan semakin sulit menjadi negara demokrasi yang maju, modern dan kompetitif.

Memang kita harus sadar juga, pemberantasan korupsi pasti juga dihadang oleh pihak-pihak tertentu, terutama para koruptor. Ada tiga hal yang dapat menghambat institusi kepolisian dalam menangani kasus-kasus korupsi. Pertama, masalah izin presiden yang diperlukan penyidik untuk menyidik kepala atau pemimpin daerah yang menjadi tersangka korupsi. Padahal, surat itu sebenarnya tidak perlu menjadi syarat untuk boleh menyidik seorang pemimpin atau pejabat, karena di dalam negara demokrasi, semua harus sama di depan hukum. Banyak pemimpin daerah yang korup berlindung di balik surat izin presiden tersebut.

Kedua,.ada intervensi pihak-pihak yang memiliki kekuasaan terhadap penyidik Polri yang menyidik korupsi. Itu berarti permainan kekuasaan terhadap penyidik. Ini juga sebenarnya salah satu ciri korupsi, yaitu menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan untuk kepentingan yang tidak sesuai.

Ketiga, ada praktik korupsi di internal penegak hukum. Ini sesuatu yang sangat ironis, penegak hukum dilemahkan oleh korupsi sendiri yang sebenarnya mau diberantas. Dan harus juga kita sadari saat ini ada orang yang berkepentingan untuk melemahkan upaya pemberantasan korupsi, terutama koruptor itu tadi. Dapat kita saksikan bagaimana petinggi KPK beberapa bulan terakhir. Demikian juga, pejabat Polri yang malah diduga ikut korupsi. Demikian juga, oknum tertentu di kejaksaan.

Hal-hal itu menampilkan ironi yang sangat menyedihkan. Bahkan, ada tercium konflik tersembunyi atau laten di antara institusi penegak hukum dalam pemberantasan korupsi. Ini sangat menyedihkan dan harus diselesaikan dulu, sebelum proses pemberantasan korupsi itu sendiri. Sebab, pemberantasan hampir pasti tidak akan berhasil, kalau konflik tersembunyi itu tidak bisa dihilangkan.

Kembali ke masalah fokus pemberantasan korupsi, KPK diharapkan memfokuskan diri pada keempat sektor terkorup itu tadi sehingga keefektifan pemberantasan korupsi lebih jelas sasarannya. Partai menjadi makin jelas sangat berperan untuk memengaruhi korupsi di nehara ini. Demikian juga kalangan parlemen yang sampai sekarang korupsinya juga masih sedang disidik, dan juga sudah ada yang dionis. Dan sangat mungkin masih banyak yang belum terungkap. Demikian juga pengadilan merupakan tempat “pedagang hukum” dan mafia bermain-main. Hal yang sama juga di Polri. Perlu diingat, kalau korupsi tidak bisa diberantas, maka lupanlah negara kita akan menjadi negara demokrasi yang maju, modern dan kompetitif. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS