Finishing Touch (Sentuhan Akhir)

Loading

Oleh: SM. Darmastuti

ilustrasi

MANUEL terbangun dan menyadari ternyata dia terdampar di sebuah pulau kecil tak berpenghuni masih dalam keadaan memeluk drum kosong. Semalam kapalnya kena badai, dan nampaknya tak seorang teman pun selamat. Dengan mengumpulkan kekuatannya, tertatih-tatih dia mencoba berdiri dan berjalan ke daratan yang lebih tinggi. Dari hari ke hari kemudian, dia mencoba untuk membakar daun kelapa dan ranting-ranting kering dengan harapan ada kapal atau pesawat terbang yang melacaknya. Usahanya ternyata sia-sia.

Jangankan kapal, tak satu pun pesawat terbang lewat di atas pulau terpencil itu. Akhirnya dia pasrah, dan mencoba membangun gubuk kecil dari serpihan kayu kapal yang terseret ombak ke pantai, dan dia membuat atap gubuknya dari rumbia kering. Pada suatu sore ketika dia pulang dari hutan kecil di bukit tempat dia biasa mencari makan, dia melihat api berkobar. Ternyata gubuknya terbakar. Barang-barang dan persediaan makan yang selama ini dikumpulkan ikut hangus. Api unggun yang telah dipadamkan pagi tadi ternyata masih menyisakan bara kecil, dan angin membawa percikan api ke atap kering, melumatkan kekayaannya. Manuel menangis dan mengeluh pada Tuhan:

“Mengapa hal ini harus terjadi padaku ya Tuhan?…” demikian tangisnya.

Malam itu Manuel tidur di bawah pohon berselimutkan daun kelapa yang dianyamnya. Demikian pulas tidurnya sampai pagi, dan betapa kagetnya ketika dia bangun, beberapa pelaut sudah berada di dekatnya. Ada sekoci dari sebuah kapal besar mendatangi pulau kecil itu.

“Bagaimana tuan-tuan tau kalau aku ada di sini?”

“Sangat mudah, karena kami melihat asap membubung tinggi, dan kami tau itu penanda bapak meminta bantuan.” Sahut kapten kapal yang memerlukan turun untuk menolong Manuel.

1
2
CATEGORIES
TAGS