Gagasan-gagasan Cemerlang Binsar Sianipar

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

ilustrasi

SEBUAH buku berjudul Sosok dan Gagasan-gagasan Cemerlang Binsar Sianipar, diluncurkan hari Rabu (15/8/2013) pekan lalu. Buku ini merupakan pantulan prinsip hidup Dr Binsar Sianipar, yang disusun berdasarkan catatan-catatan otentik sebagai mahasiswa dan pemuda tahun 60-an dan tahun 70-an. Demikian juga catatan-catatannya setelah menyelesaikan studi doktoral di Universitas Ohio Amerika Serikat dan menjadi dosen di Universitas Kristen Indonesia (UKI) serta berbagai catatan dan perannya di Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI).

Buku setebal 224 halaman ini disusun oleh Aco Manafe, seorang wartawan senior yang telah melanglang buana ke berbagai belahan bumi. Dengan membaca buku ini, orang dapat menimba berbagai pengetahuan politik, wawasan kebangsaan nasional. Dan sebagai nasionalis sejati, Binsar Sianipar dengan tekun membahas dan mempromosikan kebhinekaan dan keberagaman bangsa Indonesia sebagai sesuatu yang istimewa sekaligus sebagai perekat utama kebangsaan kita.

Binsar Sianipar sudah menelaah berbagai kejadian politik di Indonesia dengan mengacu peristiwa di berbagai negara. Hal itu membawanya ke berbagai kesimpulan yang tercermin dalam sejumlah tulisan dan analisisnya. Pandangan-pandangannya yang kritis, analitis dan partisipatif juga menjangkau masa depan. Hal itu juga dibahas dalam peluncuran dan bedah buku tersebut yang diselenggarakan oleh FISIPOL UKI dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dan Pengembangan Bisnis (LPPMPB) UKI di Gedung William Suryadjaya, Jalan MT Haryono, Cawang Jakarta Timur, pekan lalu.

Tentang pemimpin masa depan, misalnya, Ketua DGI Dr Andreas A Yewangoe mengatakan, pemimpin seyogianya mengarah dan berorientasi ke masa depan, tentu tanpa mengabaikan masa kini dan melupakan masa lalu. Artinya, pemimpin adalah seseorang yang selalu mempunyai visi ke depan. Dan celakalah sebuah bangsa yang tidak mempunyai visi ke depan. Seorang pemimpin pertama-tama adalah menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, kemudian kelompoknya, dan mudah-mudahan bisa memipin bangsa kemudian menjadi pemimpin dunia.

“Jangan membayangkan menjadi pemimpin sebuah kelompok besar apabila tidak berhasi menjadi pemimpin kelompok kecil,” kata Yewangoe. Ia juga menambahkan, tidak ada kepemimpinan instant, dan tidak ada pemimpin yang jatuh dari langit. Semuanya membuutuhkan proses dan pelatihan, katanya. Semasa menjadi mahasiswa Dr Binsar Sianipar pernah menjadi Ketua Umum GMKI; dalam kedudukan itu, ia menjadi salah satu pelopor dari “Kelompok Cipayung” yang terdiri dari HMI, PMII, PMKRI, GMNI dan GMKI.

Kelompok itu memang tidak institusional, tapi forum diskusi itu sangat visioner dan berperan dalam mengarahkan kader-kader pemimpin Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan. “Lebih-lebih dewasa ini ketika sentiment SARA dengan mudah diangkat untuk kepentingan jangka pendek, maka kehadiran Kelompok Cipayung tentulah sangat dihargai tinggi,” katanya lagi. Orang muda sebagai pemilik masa depan seyogianya kepemimpinan orang muda sangat diharapkan.

Sementara itu, salah seorang tokoh Kelompok Cipayung, Drs Ridwan Saidi mengatakan, jangan mencari-cari perbedaan, tapi lebih baik kita mencari kesamaan dulu, sebagai sesama anak bangsa, sesama penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRi) dengan prinsip-prinsip kenegaraan yang sudah dipancangkan para pendahulu kita dan para bapa bangsa kita.

“Tolonglah hargai kebersamaan kita itu, janganlah menekankan perbedaan-perbedaan yang ada,” katanya. (apul/ender)

CATEGORIES
TAGS