Harga-harga Menggila, Pemerintah Bungkam

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

MEMASUKI bulan puasa ini masyarakat dikejutkan dengan harga barang kebutuhan pokok yang terus menggila. Padahal dalam masa-masa khyusuk seperti ini, diperlukan kondisi yang sejuk dan menyenangkan.

Hal ini dirasa memberatkan, karena bersamaan dengan harga-harga barang yang naik, para orangtua pun baru saja dibebani berbagai biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan anak-anak yang baru masuk sekolah, mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Sebenarnya, peristiwa semacam ini sudah menjadi rutin setiap kali menjelang hari-hari besdar Lebaran, Natal dan Tahun Baru. Harga-harga kebutuhan pokok, seperti daging sapi, daging ayam, gula, minyak goreng, telor dan bahan bumbu dapur, naik tinggi. Pemerintah jelas mengetahuinya, tetapi tampaknya didiamkan alias bungkam.

Tidak terlihat adanya upaya antisipasi, agar hal-hal yang mengejutkan setiap tahun ini tidak terus-terusan terjadi. Malahan, pemerintah seolah-olah ikut kaget, dan melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke pasar-pasar. Apakah dengan sidak, harga-harga bisa turun?

Pada rubrik sorotan pekan lalu di media ini, telah mempertanyakan adanya gejolak kenaikan harga daging, padahal pemerintah sebelumnya telah mengizinkan impor daging segar dalam jumlah yang cukup. Demikian pula kenaikan harga gula, dirasakan tidak wajar karena bersamaan dengan saat musim giling, dan pemerintah pun memberikan izin impor gula yang cukup kepada dua perusahaan partner pemerintah.

Lebih mengejutkan lagi, muncul pernyataan dari pejabat pemerintah, termasuk menteri, bahwa kenaikan harga menjelang puasa dan Lebaran, masih dalam batas wajar. Kenaikan harga dianggap hal yang biasa. Sesunguhnya, pernyataan ini menunjukkan pemerintah tidak peka terhadap situasi masyarakat dan terhadap tugasnya sebagai pelindung masyarakat.

Kenaikan harga bahan kebutuhan pokok menjelang Lebaran, biasanya membentuk keseimbangan harga baru. Kalaupun setelah Lebaran harga turun, tidak akan pernah kembali lagi ke tingkat semula. Tingkat harga baru tersebut selanjutnya menjadi basis perhitungan biaya produksi baru di hampir semua komoditas pangan. Padahal, tingkat penghasilan konsumen relatif tetap dan bahkan cenderung menurun karena bertambahnya tanggungan anggota keluarga.

Pemerintah jelas mengetahui hal ini, tetapi mengapa kenaikan harga ini cenderung dibiarkan. Apakah pemerintah ingin memberi kesempatan kepada produsen dan pedagang menikmati untung besar, atau karena pemerintah sama sekali tidak mampu mengelola sistem logistik yang baik untuk kebutuhan rakyatnya. Kenaikan harga kebutuhan pokok jelas akan memukul masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang mendominasi populasi penduduk Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Badan Urusan Logistik Negara, tidak boleh lepas tangan.

Pamer Kemiskinan

Pelaksanaan operasi pasar atau pasar murah yang dilakukan pemerintah sebagai reaksi atas naiknya harga-harga bahan kebutuhan pokok ini, sebenarnya bukan solusi yang pantas. Bahkan, hal ini sama saja dengan pamer kemiskinan.

Pemerintah ingin menunjukkan banyaknya orang miskin di negeri ini yang butuh uluran tangan untuk mendapatkan barang murah, seolah-olah pemerintah menjadi sinterklas. Tidak mustahil, bahwa rakyat kecil ini sering menjadi korban karena harus berdesak-desakan antre untuk memperoleh barang murah tersebut.

Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pangan, dinyatakan, “Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional”.

UU ini menginstruksikan pemerintah “mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan atau menanggulangi gejala kekurangan pangan, keadaan darurat dan atau spekulasi atau manipulasi dalam pengadaan atau peredaran pangan”.

Menurut pemerintah, produksi beras cukup, bahkan mampu menyimpan cadangan’ Jumlah ternak sapi di masyarakat pun melebihi kebutuhan, dan bahkan ada izin impor daging segar. Ayam, telur ayam dan gula pun jumlahnya cukup.

Mengapa terjadi gejolak harga? Untuk itulah Pemerintah jangan bungkam, tetapi harus berusaha membuat perencanaan untuk mencegah dan menanggulangi gejolak harga pangan akibat spekulasi, manipulasi atau sebab lain. Operasi pasar bukanlah jawaban yang bijak, tetapi bagaimana membangun sistem untuk mengantisipasi spekulasi atau manipulasi yang hampir rutin terjadi setiap tahun menjelang Lebaran, Natal dan Tahun Baru. ***

CATEGORIES
TAGS