Hikmah di Balik Pilgub DKI Jakarta

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

YANG paling menonjol hikmah yang diperoleh adalah, warga masyarakat tidak lagi percaya dengan janji kosong yang selama ini diobral para calon pemimpin. Hikmah yang lain, warga masyarakat tidak mau lagi hanya disuapin uang sekedar untuk memilih calon yang bisa memberikan uang.

Masyarakat mau menerima karena terpaksa atau sekedar iseng bisa beli rokok dan makan sekedarnya. Kalau disuruh milih uang atau pekerjaan, pasti akan memilih pekerjaan. Yang lain adalah, masyarakat telah timbul kesadaran cara berpolitik yang dianut sekarang ini tidak menyehatkan dan tidak memberikan pendidikan bagi masyarakat pada umumnya dan kelas menengah ke bawah pada khususnya.

Kesadaran bahwa benturan sosial atau konflik sosial yang terjadi selama ini adalah akibat perilaku politik para elite yang gagal mengedukasi masyarakat tentang bagimana hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di alam yang demokratis. Tekanan sosial yang terjadi akhir-akhir ini ditingkat nasional ataupun lokal adalah cermin dari keadaan itu semua.

Wujudnya dari yang paling ekstrim berupa upaya untuk melakukan revolusi, reformasi gelombang kedua, mengganti kepemimpinan sampai yang ringan-ringan seperti demo massa dan sebagainya. Ujungnya hanya satu yakni menghendaki adanya suatu perubahan agar kehidupan masyarakat dapat berubah ke arah yang lebih baik dan lebih baik lagi.

Kita sebagai masyarakat tidak semuanya kepingin menjadi pemimpin dan kita sebagai masyarakat juga kepingin senang sebagai warga yang hidupnya terpimpin, terdidik, termotivasi dan terlayani oleh yang bersedia menjadi pemimpin, apakah sebagai presiden, ketua MPR, ketua DPR atau sebagai gubernur, bupati/walikota dan seterusnya.

Yang menjadi harapan baru dari masyarakat, sederhana saja. Yakni tatkala anda terpilih berbuatlah sesuatu yang berguna bagi wargamu. Kesederhanaan asa ini juga sangat sederhana bentuknya yaitu buktikan bahwa anda memang pantas dan layak untuk memimpin.

Jadi, masyarakat lebih senang kalau para pemimpinan berprestasi dan meninggalkan legacy yang bisa dikenang sepanjang masa karena prestasinya cemerlang. Kalau bukti-bukti konkret tersebut mulai nampak dan hasilnya mulai dapat dirasakan secara langsung oleh warganya, maka partisipasi warga untuk bersama-sama membangun negaranya dan daerahnya pasti akan mudah dilakukan tanpa harus repot melakukan praktek money politics.

DKI Jakarta boleh dikata menjadi barometer kehidupan masyarakat yang plural dan dinamis dimana 70% uang beredar di wilayah DKI. Menjadi pusat kekuasaan nasional, menjadi kantor pusatnya parpol dan ormas dan juga perusahaan-perusahaan besar, tapi dengan pilgub di Jakarta yang berlangsung kemarin, telah meligitimasi rontoknya kepercayaan masyarakat kepada parpol karena perilaku politiknya yang salah kaprah, korup dan nyaris tidak mendatangkan manfaat apa-apa bagi masyarakat.

Pemilihan Walikota Kupang di NTT yang dimenangkan oleh calon independen, sebuah bukti lain bahwa masyarakat tidak lagi percaya atas kinerja parpol yang barangkali dinilai lebih banyak berbuat mudlarat daripada mendatangkan manfaat.

Proses ini akan terus berlanjut dan dinamikanya akan terus bereskalasi bahwa masyarakat akan terus menuntut perlu adanya perubahan demi perubahan secara gradual agar kehidupan kita bersama tambah baik dan berkualitas.

Kita semua pasti membutuhkan uang dan uang itu dapat kita peroleh karena kita semua bekerja dan berkarya. Tapi pasti pula kita tidak mau menerima uang yang tidak jelas asal usulnya. Kalau anda bercita-cita menjadi seorang pemimpin, raihlah cita-cita tersebut dengan cara yang benar, bukan dengan cara sogok sana sogok sini yang dananya belum tentu dari duitnya sendiri bahkan boleh jadi uang hasil korupsi para sponsornya atau uang hasil money laundry.

Bang Kumis hati-hatilah jika anda ingin tetap berada di singgasana DKI 1 dengan cara yang kotor dan tak terpuji, bisa terperosok dan terjungkal dari kursi empuk yang telah didudukinya selama lima tahun pertama.

Trust untuk bang Kumis dari warga Jakarta terus terang dan jujur sejujur-jujurnya sudah jeblok karena sebagian warga memandang bang Kumis dinilai tidak meninggalkan legacy apa-apa selama kepemimpinannya.

Pelajaran yang dapat kita tarik adalah bahwa kita semua butuh perubahan dan perubahan itu harus menuju ke keadaan yang lebih baik. Ini given kalau tidak gejolak sosial dan politik akan terus berlangsung yang biayanya pasti mahal. Yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah kejujuran, kebertanggungjawaban kalau siapapun akan menjadikan dirinya sebagai pemimpin dan menjadi given pula siapapun mereka itu harus berkarya dan berprestasi dan meninggalkan legacy tidak hanya pandai berpidato.

Sebagian masyarakat sekarang mengambil posisi “masa bodoh”, ada atau tidak pemimpin podo wae. Sehingga jangan heran kalau dalam pilgub DKI kemarin yang golput jauh lebih besar dari yang sebelumnya dan ini terjadi karena pendidikan politik yang salah dan akibat masyarakat sudah muak dengan cara berpolitik abal-abal, transaksional dan gambling alias main judi.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS