IGAD Memperingatkan Sudan Selatan Untuk Mengakhiri Konflik

Loading

South_Sudan

DJIBOUTI CITY, (tubasmedia.com) – The Intergovernmental Authority on Development (IGAD), pada hari Sabtu memperingatkan pihak yang terlibat konflik di Sudan Selatan yang sedang berperang, untuk mengakhiri konflik mereka yang telah berlangsung selama sebulan atau menghadapi risiko intervensi dari negara-negara tetangga untuk memulihkan perdamaian.

Presiden Salva Kiir telah terlibat dalam perebutan kekuasaan dengan wakilnya yang telah dipecat, Riek Machar, yang dituduh telah mencoba untuk menggulingkan dirinya melalui kudeta tahun lalu.

Karena adanya percobaan kudeta yang terjadi pada bulan Desember, milisi yang setia kepada keduanya telah terlibat bentrokan satu sama lain. Kekerasan secara cepat telah menyebar, dengan laporan bahwa telah terjadi pembunuhan massal di berbagai tempat di negara tersebut.

Pembicaraan ulang untuk perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai tidak membuahkan hasil.

IGAD sendiri telah memberikan kedua pihak waktu selama 15 hari untuk berkonsultasi dan datang dengan resolusi damai. Kedua belah pihak harus berbicara dan menghasilkan rencana “tanpa syarat, lengkap dan langsung untuk mengakhiri semua kekerasan”.

Setiap pihak yang melanggar resolusi akan menghadapi pembekuan asset wilayah, larangan perjalanan dan embargo senjata, dan juga sanksi lainnya, dalam sebuah pernyataan dari blok regional.

Dalam sebuah pernyataan IGAD tertulis: “Wilayah IGAD akan tanpa perlu referensi lebih lanjut kepada pihak-pihak yang bertikai, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk langsung campur tangan di Sudan Selatan untuk melindungi kehidupan dan memulihkan perdamaian dan stabilitas.”

Konflik terus berlanjut selama hampir setahun, menimbulkan kekhawatiran bahwa pengungsi dari Sudan Selatan akan membanjiri negara-negara tetangga mereka karena melarikan diri dari kekerasan yang terjadi dinegaranya.

Menurut PBB lebih dari 1,5 juta orang telah mengungsi dan ribuan lainnya tewas dalam konflik yang tengah berlangsung. Beberapa warga sipil telah melarikan diri ke pangkalan PBB di negara itu, membuat fasilitas tersebut menjadi target dari militan bersenjata.

Sudan Selatan memisahkan diri dari Sudan pada tahun 2011 setelah puluhan tahun berperang, membuatnya menjadi negara termuda di dunia.

Sejak terjadi perpecahan, bangsa baru tersebut telah menghadapi berbagai kemunduran, mendorong negara-negara tetangganya, termasuk Kenya, Ethiopia, Sudan dan Uganda untuk mengadakan mediasi.

Ini tidak akan menjadi kesepakatan pertama antara pihak yang bertikai. Baik pemerintah dan pemberontak menandatangani kesepakatan gencatan senjata awal tahun ini, namun tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pertumpahan darah. (Rizal Surya Pratama)

CATEGORIES
TAGS