Jakarta Menuju Kota Layak Huni yang Ideal

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

ilustrasi

JAKARTA memang belum memenuhi persyaratan kota yang nyaman untuk tempat tinggal, atau layak huni yang ideal, namun banyak orang dari luar kota, khususnya dari daerah pedesaan membuat Jakarta sebagai tujuan utama untuk mencari nafkah. Kehidupan di kota, memang mengalami berbagai problematika. Tidak hanya dari segi teknis tata ruang dan bangunan fisik yang harus tertib, teratur dan konsisten, tetapi juga dari segi sosial masyarakat penghuninya yang harus patuh aturan, harus bisa menyesuaikan diri sesuai karakter perkotaan dan berdisiplin.

Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia baru-baru ini merilis indeks layak huni dari hasil survei sejumlah kota di Indonesia. Kota Jakarta hanya memiliki indeks layak huni 62,14, di bawah rata-rata nasional 63,62. Jakarta masih di bawah kota Bandung ( 64,4) dan Semarang (63,37) Tetapi, kelayakannya sudah di atas kota Surabaya (61,7). Kota layak huni tertinggi atau yang nyaman ditinggali adalah berturut-turut Kota Balikpapan (71,12), Kota Solo (69,38), Malang (69,3), Yogyakarta (67,39), Makassar (64,79) dan Kota Palembang (65,48).

Tantangan besar untuk mencapai indeks kenyamanan kota yang tinggi, selain pelanggaran desain tata ruang kota dan tata guna lahan, adalah juga masalah urbanisasi. Sehingga, daerah perkotaan semakin sesak dan sulit menopang kehidupan warganya secara memadai. Itulah yang dialami kota Jakarta, yang juga diakui oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, baru-baru ini. “Aku sudah tahu Jakarta itu enggak nyaman. Lihat saja, hujan sebentar sudah langsung banjir. Belum lagi macetnya lalu lintas,” katanya menanggapi hasil survei IAP Indonesia 2014 tersebut.

Indikator yang digunakan IAP Indonesia untuk mengukur kenyamanan hunian suatu kota, antara lain aspek fisik, termasuk ketersediaan ruang hijau dan desain kota. Demikian pula aspek lingkungan yang meliputi polusi, penanganan sampah dan kebersihan kota. Aspek transportasi umum dan kualitas jalan. Soal penanggulangan sampah dan kebersihan di Jakarta, jelas masih tergolong rendah.

Parameter lainnya adalah layanan kesehatan dan pendidikan; kualitas sarana dan prasarana umum seperti air bersih, listrik dan telekomunikasi; kondisi ekonomi; keamanan dan keselamatan; serta kualitas interaksi sosial.

Jakarta memang baru saja tahun ini menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang definitif sampai 20 tahun mendatang. Gubernur Joko Widodo yang akan diteruskan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama telah menyatakan akan secara konsekuen melaksanakan RTRW ini.

Pelanggaran RTRW inilah yang menjadikan sebuah kota tidak nyaman lagi untuk dihuni. “Seharusnya kalau satu lokasi sudah diwarnai hijau, harus terus hijau. Jangan diubah-ubah lagi,” kata Basuki Tjahaja Purnama yang tidak lama lagi akan dikukuhkan menjadi Gubernur DKI Jakarta, karena Joko Widodo akan dilantik menjadi Presiden ke-7 RI pada 20 Oktober nanti.

Macet dan banjir memang menjadi momok warga yang tinggal di Jakarta, terutama bagi warga yang tinggal di pinggir sungai dan hunian-hunian ilegal lainnya. Di balik gedung pencakar langit dan apartemen mewah dengan jalan yang lebar dan eksklusif, masih banyak kawasan permukiman kumuh yang tidak tertata, minim infrastruktur dan rawan bencana dan kebakaran.

Basuki mengatakan, satu-satunya kunci menjadikan Jakarta kota yang nyaman ditinggali, adalah ketertiban. Kalau mau tertib harus ada penegakan hukum. Sayangnya, kata Basuki, kalau ia hendak menegakkan hukum, banyak kalangan mengatainya keras dan kasar. “Kalau mau kota nyaman, Anda harus tertib. Kalau mau tertib, ya harus ada penegakan hukum,” katanya tegas.

Untuk itulah warga kota Jakarta harus turut menjaga ketertiban hunian maupun mematuhi aturan tata ruang kota dan tata guna lahan. Namun demikian, Basuki telah berjanji, menyambut survei IAP Indonesia dua tahun mendatang, indeks kenyamanan kota Jakarta ditengarai akan lebih baik.

Dikatakan,Pemprov DKI akan lebih fokus membenahi bidang transportasi, baik armada maupun infrastrukturnya. Demikian pula bidang kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik, serta bidang pengelolaan keuangan.

Di bidang pelayanan publik, Pemprov DKI merintis pelayanan terpadu satu pintu di tingkat kelurahan dan kecamatan, sehingga urusan adminstrasi masyarakat bisa dilakukan lebih cepat, mudah dan murah. Pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan terus diperbaiki dan disempurnakan melalui Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar. ***

CATEGORIES
TAGS