Jangan Berpikir Buruk

Loading

Oleh: Dyah U. Kartosuwondo

Ilustrasi

Ilustrasi

DALAM sebuah kursus pemantapan diri, pengajar kami memberi pertanyaan kepada para peserta yang antara lain demikian: “Bagaimana caranya supaya kita mempunyai budipekerti yang baik?”

Para peserta menjawab dengan kemampuan masing-masing, tidak terkecuali kami. Akan tetapi belum ada satu pun jawaban yang berkenan dihati beliau, walaupun rasanya kami sudah menjawab dengan baik. Lalu beliau yang menjawab dengan tegas: “Cara sederhana supaya kita mempunyai budipekerti yang baik yaitu: jangan berpikir yang tidak baik atau jangan berpikiran buruk. Pikiran kita jangan diisi dengan hal yang buru-buruk, hal itu akan menimbulkan perbuatan yang tidak baik juga. Pikiran kita harus diisi dengan hal yang baik-baik saja, yang tentunya akan tertuang dalam perilaku yang juga baik-baik”.

Jawaban beliau begitu sederhana tetapi sangat berkenan mengena pada sasarannya. Kemudian beliau melanjutkan penjelasannya yang lebih memudahkan pengertian kami, antara lain sebagai berikut.

“Untuk belajar menerapkan watak utama (sifat yang baik) dalam diri kita, mulailah dengan cipta/pikiran kita diisi dengan hal-hal yang baik-baik saja, janganlah menggunakan pikiran kita dengan hal-hal yang negatif. Jadi, hendaknya angan-angan kita terampil dan pintar serta tidak dikuasai oleh nafsu-nafsu terutama yang negatifnya. Berarti kita harus mulai mendidik angan-angan dengan cara cipta/pikiran selalu diisi dengan hal-hal yang baik-baik saja, janganlah diisi dengan hal yang jelek/jahat/negatif, misalnya benci, dendam, fitnah, irihati, suka mencampuri urusan orang lain, rakus, dan lain sebagainya.

Apabila tanpa sengaja ada hal yang negatif masuk ke dalam pikiran kita, maka berdoalah dengan memejamkan mata dan menahan nafas sejenak lalu mohon dituntun berjalan di jalan benar, sebagai permohonan membersihkan angan-angan yang kemasukan kotoran (hal negatif) tersebut”.

Jadi, apa yang dijelaskan oleh pengajar kami sebenarnya banyak orang sudah mengerti akan tetapi tidak menyadari secara dalam dalam dirinya dan yang sadar pun terkadang lupa hingga tidak menerapkan dalam kehidupannya sehari–hari. Rasanya apa yang beliau katakan itu sungguh dapat menyerap ke dalam hati sanubari kami.

Cara ini pun dapat dipakai sebagai taraf awal untuk belajar memperbaiki diri untuk memiliki budi pekerti yang baik, yakni dalam perilaku sehari-hari kita berusaha tidak berpikir yang tidak baik sekaligus belajar menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan yang telah dimengerti setiap pribadi.

Pengertian yang sudah ada, walau mungkin masih sedikit untuk menjadi hamba Tuhan yang takwa harus diimplemantasika dalam berkehidupan setiap harinya. Dengan tidak berpikir yang buruk, ini sangat bermanfaat untuk membersihkan jiwa dari kekotoran pikiran. Bukankah kebersihan jiwa itu akan menjadikan kita sebagai manusia yang berkualitas.

Dalam buku Sasangka Jati bagian “Mengekang Hawa Nafsu” maka antara angan-angan dan nafsu-nafsu digambarkan seperti air dan sungainya, yang mana angan-angan diibaratkan air, sedang nafsu-nafsu sebagai sungainya. Apabila airnya kotor, tentu sungai pun tidak bermanfaat, tetapi apabila airnya bersih dengan sendirinya sungai pun menjadi bersih, mengalirnya sungai pun bersih dan bermanfaat bagi kehidupan.

Nafsu tidak dapat berbuat apa-apa apabila tidak dibantu oleh angan-angan. Jadi, angan-angan yang selalu diisi dengan hal yang baik-baik, maka kerja nafsu pun selalu ke arah yang positif; dengan kata lain perbuatan atau tindakan kita tertuju kepada yang baik-baik saja, yang positif.

Jika, angan-angan kita lambangkan sebagai kusir kereta, sedang nafsu-nafsu dilambangkan sebagai empat ekor kuda, dan apabila kusir sudah pandai dan terampil mengendalikan kuda-kuda, pasti kereta berjalan dengan sangat baik dan harmonis. Apabila kita masih saja mempunyai pikiran yang tidak baik atau negatif, maka dalam pembicaraan, sepak-terjang, gerak-gerik, tingkah-laku pun tidak baik.

Tidak lupa pula beliau mengingatkan kembali bahwa untuk menuju hidup bahagia lahir dan batin ada 4 jalan, yaitu: Pangerti, Pakerti, Budi pekerti, dan Mastuti ing Widhi. Pangerti artinya orang hidup itu harus ada ilmunya/kepandaiannya. Pakerti artinya orang hidup itu harus mempunyai pekerjaan, bekerja, rajin, tekun.

Budi pekerti artinya orang hidup itu harus mempunyai budi pekerti yang baik, watak yang baik, sedangkan Mastuti ing Widhi artinya orang hidup itu harus berbakti kepada Tuhan. Semuanya itu akan dipermudah apabila dalam proses pembelajarannya dimulai dengan angan-angan atau pikiran kita isi dengan hal-hal yang baik. Jangan berpikir yang tidak baik atau jangan berpikir buruk.

Penulis tinggal di Bogor

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS