Jangan Lagi “Menjungkirbalikkan” Konstitusi

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

JUDUL ini adalah opini pribadi yang sengaja disampaikan secara terbuka bahwa jangan suka berimprovisasi atau berkreasi dengan cara yang salah melaksanakan perintah konstitusi (UUD 1945), karena UUD 1945 adalah sumber dari segala sumber hukum. Institusi negara seperti lembaga kepresidenan, lembaga DPR, DPD, MPR, MA, MK dibentuk berdasarkan perintah konstitusi yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sebagai wujud peran dan tanggung jawabnya sebagai lembaga negara.

Sebagai suatu misal, berdasarkan perintah konstusi, sistem pemerintahan yang diakui adalah sistem presidensiil. Tidak boleh dengan alasan apa pun secara improvitatif dan kreatif dalam pelaksanaannya, sang presiden dengan alasan untuk memperkuat basis sistem pemerintahannya membangun koalisi partai yang bekerja di luar sistem kabinet.

Cara seperti ini mengaburkan hakikat pelaksanaan sistem presidensiil, karena secara politis berarti presiden dengan sadar telah “menggesernya” menjadi sistem yang bersifat “parlementer”. Inilah suatu bukti bahwa telah terjadi “penjungkirbalikkan” makna konstitusi yang disebabkan presiden telah melakukan improvisasi sendiri dalam melaksakan tugas dan tanggung jawab kepemimpinannya sebaga kepala negara/kepala pemerintahan.

Kerumitan yang terjadi ketika presiden harus mengambil keputusan yang bersifat strategis, seperti menaikkan harga BBM, mengganti menteri dari unsur parpol, tidak dapat dilakukannya secara cepat .

Kerumitan ini dilihat oleh rakyat sebagai pemberi mandat penuh adalah hal yang diciptakannya sendiri oleh presiden. Padahal, jika tidak ada setgab, secara politis dan profesional keputusan-keputusan penting yang harus diambilnya tidak akan tertunda terlalu lama, karena hambatannya secara politis sudah dapat diatasi di parlemen.

Opini ini memberikan kesan bahwa selain hal yang demikian dapat dianggap sebagai tindakan yang bisa dikategorikan “penjungkirbalikkan” konstitusi, juga dapat dikatakan bahwa presiden ingin segala sesuatunya dapat dikerjakannya secara aman, nyaman, karena semua pihak (termasuk setgab) ikut bertanggung jawab atas keputusan yang akan diambil oleh pemerintah.

Kontraproduktif

Sikap kepemimpinan yang seperti ini menjadi kontraproduktif dan ongkosnya menjadi mahal. Bayangkan, kenaikan harga BBM akan dinaikkan pada saat inflasi sedang tinggi-tingginya. Padahal, yang ideal harusnya dilakukan pada saat inflasi rendah seperti yang terjadi 2 tahun lalu. Momen yang baik terlewatkan begitu saja.

Sebagai kepala pemerintahan, asas demokratis dalam proses pengambilan keputusan penting cukup dilakukan dalam kabinet. Bila memerlukan konsultasi di luar kabinet, dapat dilakukan dengan DPR atau DPD. Bila ragu takut melanggar konstitusi, bisa berkonsultasi dengan MK, dan kalau memerlukan pertimbangan hukum, presiden dapat berkonsultasi kepada MA.

Lembaga tinggi negara ini yang sah secara konstitusional untuk dimintakan pertimbangannya dari aspek politis, hukum dan konstitusi, bukan harus meminta pertimbangan setgab yang dasar pembentukan secara konstitusi tidak ada. Jangan salahkan siapa-siapa ketika presiden menjadi “tersandera” ketika hendak mengambil keputusan penting dan strategis.Yang lebih benar dan tepat malahan seharusnya presiden bisa melakukan konsultasi kepada rakyat secara langsung, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat.

Kita tidak tahu apakah presiden dalam melaksanakan tugasnya diperbolehkan untuk melakukan improvisasi dan kreativitas politik, sehingga dengan “bebas” dapat membentuk “institusi politik” sebagai kekuatan penyeimbang di luar sistem yang secara konstitusi telah ditentukan. Mahkamah konstitusi harusnya bisa menyampaikan pendapatnya kepada lembaga kepresidenan tentang karut-marut dalam melaksanakan UUD 1945 di negeri ini.

Pembentukan setgab politik di luar kabinet presidensiil pada dasarnya dapat dianggap sebagai “penjungkirbalikkan” terhadap konstitusi, karena suasana kebatinannya menjadi berubah, seakan sistem pemerintahan ini menjadi menganut sistem parlementer.

Semoga hal yang sama tidak diulangi lagi oleh presiden terpilih yang akan datang. Ke depan kita pilih presiden yang paham tentang Pancasila dan yang mengerti tentang UUD 1945 agar negara ini dapat dikelola dengan baik dan benar. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS