Kabir : Kapitalis Birokrat

Loading

Oleh: Edi Siswoyo

ilustrasi

KORUPSI di Indonesia sudah benar-benar canggih. Saking canggihnya kasus korupsi merebak di mana-mana di birokrasi pemerintah dari pusat sampai daerah, berlangsung secara rapih dan menjalar ke berbagai lapisan masyarakat. Aturan telah dibuat dan perangkat negara anti korupsi pun sudah dibentuk, tapi semua itu mandul menghadapi gempuran nafsu memperkaya diri sendiri dan orang lain serta merugikan keuangan negara.

Korupsi di Indonesia melibatkan kekuasan dan polanya dilakukan oleh–oknum–kapitalis birokrat (Kabir) yang mengumpulkan uang untuk memperkaya diri dengan cara minta uang komisi atau menerima uang suap dari berbagai pihak yang berurusan dengan birokrasi pemerintah. Pola yang sama atau hampir sama juga terjadi pada cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudiktif, lintas partai politik dan masyarakat.

Untuk mencegah dan memberantas korupsi sudah dibuat sejumlah undang-undang dan lembaga negara. Ada Ketetapan MPR No. XI/1998, UU No 20 Tahun 2001, UU No.15 Tahun 2002, UU No, 25 Tahun 2003, UU No,1 Tahun 2004, UU No.15 Tahun 2004, UU No.7 Tahun 2006, PP No.60 Tahun 2008, UU No.8 Tahun 2010. Ada lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemerika Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Yudicial, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Ombudsman RI dan Inspektorat jenderal dan Inpektorat Provinsi/Kabupaten/Kota.

Namun, korupsi tetap merebak dan menjalar secara terstruktur, sitematis dan masif. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat sinyalemen itu yang pada tahun 2004 hingga Juli 2014 telah menunjukkan bukti keterlibat korupsi 75 anggota DPR/DPRD, 18 kepala lembaga/kementerian, 4 duta besar, 7 komisioner negara, 15 gubernur, 41 walikota/bupati dan wakil bupati, 115 pejabat eselon I/II/III, 10 hakim, 102 pihak swasta, 43 profesi lain terbuktu terlibat korupsi Tercatat juga Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi A Malareangeng, Menteri Agama Surya Dharma Ali dan belakangan ini –tersangka korupsi– Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.

Data tersebut telah membuat rakyat bangsa ini kecewa. Apa yang dilakukan selama ini oleh perangkat negara anti korupsi belum mampu sepenuhnya mencegah dan memberantas korupsi yang terstruktur, sistematis dan masif. Kini, Presiden dan wakil presiden teripilih Joko Widodo dan Jusuf Kala perlu segera melakukan terobosan baru untuk mencegah dan memberantas korupsi. Kegagalan Jokowi-JK memerangi korupsi hanya akan menambah rakyat frustrasi dan kehilangan kepercayaan !!!

CATEGORIES
TAGS