Kedelai, Jauh Panggang dari Api

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

KONDISI pasokan kedelai dari produksi dalam negeri nyaris tidak pernah bertambah. Pada waktu terjadi krisis harga awal tahun 2008, produksi kedelai lokal hanya sekitar 700 ribu ton. Kebutuhan diperkirakan pada kisaran 2 juta ton. Kekurangannya pasti harus diimpor. Krisis harga kedelai kala itu disebabkan karena negara pemasok utama di dunia seperti AS dan beberapa negara Amerika Latin mengalami gagal panen, sehingga terjadi kelangkaan pasokan impor. Akibatnya harga naik dari sekitar Rp 6 ribu/kg menjadi Rp 7ribu-Rp 7,5 ribu/kg.

Kondisi yang terjadi sekarang, kenaikan harga kedelai lebih banyak disebabkan karena faktor melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jeritan dari para perajin tempe tahu yang jumlahnya mencapai sekitar 115 ribu minta perhatian pemerintah agar harga kedelai distabilkan seperti harga sebelum naik.

Keputusan pemerintah yang terjadi pada awal Februari 2008 adalah para perajin tempe tahu yang tersebar dari NAD hingga Papua diberikan subsidi harga kedelai sebesar Rp 1.000,-/kg per perajin. Bea masuk kedelai diturunkan dari 10% menjadi 0%. Dari sisi produksi, pemerintah menugaskan Kementan agar mengembangkan soyabeen estate dengan tujuan untuk menambah kapasitas produksi nasional yang pada akhirnya diharapkan agar terjadi swasembada kedelai.

Namun yang terjadi adalah bahwa antara keputusan dan kenyataan jauh panggang dari api. Produksi cenderung tidak mengalami perubahan yang berarti, angkanya nyaris sama, yaitu di sekitar 700 ribu-800 ribu ton/tahun. Kebutuhan juga masih di sekitar 2 juta ton. Impor tetap berlangsung dengan volume yang tetap besar.

Kalau soyabeen estate berhasil dibangun, hampir pasti swasembada kedelai sudah tercapai. Namun kenyataannya tidak terjadi perubahan apa-apa. Tanaman kedelai yang kita lihat di sawah di Jawa atau di luar Jawa semuanya adalah berbentuk tanaman sela. Petani menaman kedelai setelah panen padi.

Luasan tanamannya-pun tidak ada yang seluas sawah padi yang ada. Hanya sebagian kecil yang ditanami kedelai di setiap hamparan. Karena itu janganlah heran kalau angka produksinya tidak pernah beranjak naik. Kita tidak akan pernah tahu berapa persisnya angka produksi kedelai saat ini.

Angka-angka itu boleh jadi hanya otak-atik ekstrapolasi di atas kertas. Di lapangan pasti akan berbeda. Produktifitas tidak sebaik di negara penghasil utama di dunia karena kedelai adalah jenis tanaman pangan yang cocok dikembangkan di negara sub tropis. Teka teki ini sebaiknya dijelaskan oleh pemerintah.

Pola produksinya akan dikembangkan dengan strategi yang seperti apa. Apa tetap akan dijalankan dengan pola tanaman sela dan dikelola sendiri oleh petani. Atau memang pemerintah serius akan mengembangkan soyabeen estate seperti yang sudah diputuskan pemerintah 1 Februari 2008.

Lepas dari masalah kedelai, nampaknya di kelomppk bahan pangan ini, Indonesia cukup kedodoran untuk meningkatkan produksinya. Tantangan ini harus bisa segera direspon dan pemerintah perlu memiliki kebijakan dan strategi pengembangan sektor pertanian yang lebih terarah dan fokus pada bahan pangan strategis. Pendekatan agrobisnis dan agroindustri dapat menjadi alternatif yang bisa dilaksanakan karena kita butuh akselerasi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS