Melembagakan P3DN Sebagai Kebutuhan

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Fauzi Aziz

PENDAPAT ini boleh saja dianggap mengada-ada atau diada-adakan.Tapi, opini yang seperti ini memang harus dimunculkan. Arah dan tujuannya tidak lain dalam rangka mewujudkan national and character building melalui proses peneguhan sikap pengakuan, penghargaan, dan rasa memiliki di kalangan masyarakat luas, sebagai warga negara, terhadap segala sesuatu yang bisa kita hasilkan.

Jika kita mampu membuat lukisan tentang gunung, misalnya, maka sesederhana apa pun postur lukisan yang dihasilkan, upayakan di antara kita harus bersikap arif memberikan penilaian. Hal yang demikian adalah makna yang mempunyai nilai kebesaran jiwa sebagai wujud sikap pengakuan, penghargaan atas sebuah karya. Kalau tidak demikian, pasti lukisan gunung itu tidak akan ditengoknya apalagi dibeli.

Sikap untuk secara patriotik rasional dalam wujud pengakuan, penghargaan rasa ikut memiliki, sebaiknya tidak dilakukan dengan cara pemaksaan, tapi elegan dan lebih baik melalui proses advokasi dan edukasi. Sambil berjalan dilakukan promosi yang intensif agar masyarakat makin mengenalnya lebih dekat atas karya yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri.

Tidak kenal, maka tak sayang, begitu sahutan para promotor. Rasa pengakuan, penghargaan, dan membangun rasa ikut memiliki adalah sebuah proses sosial yang bersifat psikososial, karena yang dipengaruhi adalah agar otak kanan tergerak dan hati tergetar bahwa siapa lagi kalau bukan kita-kita yang harus bisa mengakui, menghargai, dan merasa ikut memiliki karya yang dihasilkan oleh teman-teman kita sendiri.

Kalau orang Jawa bilang melalui pendekatan yang bersifat “kebatinan”, atau kalangan agamawan melakukannya melalui pendekatan spiritual, dan kalangan ahli psikologi menyebutnya pendekatan emosional. Tanpa dilakukan dengan pendekatan seperti itu, maka “melembagakan P3DN sebagai kebutuhan”, sulit untuk mengubah atau paling tidak memengaruhi gaya hidup sebagian masyarakat kita yang bersifat konsumtif. Kesadaran emosionalnya sudah sangat wah kalau melihat karya, baik yang berupa produk atau dalam bentuknya yang lain. Misalnya, karya cipta lagu, lukisan, jasa kuliner, jasa medik dan sebagainya, yang justru dihasilkan oleh bangsa lain. Apalagi, dari waktu ke waktu tingkat pendapatan mereka kian meningkat.

Pengaruh Globalisasi

Tantangan berat sekali untuk melembagakan P3DN menjadi sebuah kebutuhan. Meski pun kita tahu dan sadar bahwa peluangnya juga besar untuk bisa kita tangkap sebagai wahana yang membuat hidup kita sejahtera dan makmur.

Kita sudah “kadung” hidup di zaman global, hidup dalam suasana ekonomi yang digerakkan oleh mekanisme pasar dan kebebasan individu makin dijamin karena proses demokrasi yang sudah makin melembaga. Pengaruh globalisasi dan ekonomi pasar menjadi panglimanya sudah tidak terbantahkan lagi bahwa hal itu secara langsung berdampak positif maupun negatif bagi kehidupan kita.

Tapi, kita tidak boleh patah arang dan sambil berucap, “lha mau bagaimana lagi, wong realitasnya sudah begitu”. Kita tak boleh lebai, pasrah menyerah begitu. Kita harus secara bersama-sama berbuat sesuatu untuk bisa melembagakan P3DN sebagai kebutuhan.

Para produsen harus terus-menerus melakukan upaya perbaikan atas produk dan jasa yang dihasilkan. Pemerintahnya juga makin aware untuk mendukung melalui instrumen kebijakan dan progam yang dkuasainya, serta kesadaran masyarakat harus terus-menerus ditumbuhkembangkan agar rasa  pengakuan dan penghargaannya secara rasional dan emosional terbangkitkan, serta perasaan ikut memiliki atas karya-cipta yang dihasilkan oleh bangsa sendiri makin mengkristal berdasarkan karsa masing-masing. Proses ini hanya bisa dibangun dengan pendekatan advokasi, edukasi, promosi, stimulasi, dan regulasi.

Semoga P3DN benar-benar dapat menjadi kebutuhan, sehingga bangsa ini berhasil membangun kemandiriannya, yang ternyata memang harus dilakukan melalui pendekatan intelektual/rasionalitas, emosional/semangat, motivasi, serta pendekatan yang bersifat spiritual. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS