Menggarami Air Laut

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

KAMIS, 18 Juli 2013 mulai dilakukan operasi pasar dengan menjual daging sapi impor seharga Rp 75 ribu/kg. Kita harapkan dengan adanya operasi pasar ini harga daging di pasar bisa ikut turun seharga yang dijual Bulog. Semua media terus memantau perkembangan harga daging sapi ini, di berbagai pasar.

Operasi pasar Bulog yang sekilas terpantau di pasar Senen belum berdampak apa-apa. Bahkan ada yang menarik,dari beberapa spot wawancara beberapa stasiun tivi swasta di pasar Senen, diperoleh gambaran bahwa sebagian konsumen tidak menyukai daging sapi impor meskipun harganya relatif murah. Bahkan ada penolakan dari sejumlah pedagang.

Tapi operasi pasar baru saja dimulai. Kita harus ikuti terus perkembangannya, apakah tindakan operasi pasar merupakan instrumen yang cukup efektif untuk mempengaruhi harga daging sapi secara menyeluruh di berbagai pasar di Indonesia. Fenomena ini menjadi menarik untuk dicermati.

Pertama, terkesan bahwa sejatinya pasokan daging sapi di pasar cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hampir di semua pasar tidak ada tanda-tanda kekurangan pasokan. Yang terjadi hanya harganya naik. Di Jateng dikabarkan pasokan daging sapi berlebih dan cukup memenuhi kebutuhan.

Kedua, jika dalam beberapa hari ke depan atau dalam sepekan ini tetap tidak terjadi perubahan harga sama sekali, maka bisa diperkirakan instrumen operasi pasar hanya seperti menggarami air di laut. Artinya pasokan daging sapi dan harga di tingkat pedagang besar benar-benar bisa dikendalikan oleh mereka. Tingkat keuntungan yang berlipat-lipat sebagian bisa dinikmati oleh pedagang pasar meskipun katanya volume penjualannya menurun sedikit.

Dugaan sementara pihak bahwa telah terjadi kartel dalam perdagangan daging sapi patut terus diselidiki kemungkinannya apakah benar-benar terjadi kartel. Ketiga, ini yang tidak bisa kita harapkan terjadi, yakni bahwa kredibilitas dan wibawa pemerintah bisa jatuh karena dinilai tidak berhasil mengendalikan harga daging sapi.

Dan lebih parah lagi kalau ada yang berspekulasi “nakal” bahwa fenomena ini menunjukkan “kekalahan” pemerintah dari para pelaku “kartel” daging sapi yang nampak lebih mengambil sikap egois dan tidak peduli dengan situasi yang terjadi di pasar. Sekali lagi ini tidak boleh terjadi dan pemerintah tidak boleh diam untuk bisa mengatasi fenomena yang terjadi.

Kita khawatir,jangan-jangan para pelaku pasar dalam perdagangan daging sapi salah menginterpretasi makna sebuah kebebasan yang telah diberikan oleh sistem demokrasi politik maupun demokrasi ekonomi, sehingga mereka bisa berbuat sesukanya untuk mengatur pasokan dan harga daging sapi yang diperdagangkan.

Namun hal ini juga disebabkan oleh sistem mekanisme pasar yang dianut pemerintah, meskipun pemerintah bisa melakukan intervensi, tetapi kenyataannya miskin instrumen yang dapat dipakai untuk melakukan stabilisasi.

Karena itu, ada tiga hal yang dapat diusulkan kepada pemerintah, yakni 1) Sudah sangat mendesak pemerintah membuat regulasi yang merupakan bentuk manifestasi dari penerapan kebijakan harga melalui sistem reward dan punishment. 2) Peran dan fungsi KPPU harus dioptimalkan untuk memproses secara bagi pihak-pihak yang melakukan praktek kartel. 3) Mengubah strategi pengembangan peternakan sapi di Indonesia dengan pola peternakan besar, bukan merupakan usaha sampingan dan tidak boleh mengorbankan pola peternakan rakyat yang selama ini berjalan.

Hanya dengan cara ini, pada akhirnya pemerintah menjadi memiiki kewenangan untuk mengendalikan inflasi melengkapi instrumen yang sudah dimiliki oleh BI dalam mengendalikan inflasi moneter. ***

CATEGORIES
TAGS
OLDER POST