Menunggu UU Pilkada

Loading

Oleh: Enderson Tambunan

ilustrasi

RANCANGAN Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih dibahas oleh DPR. Pembahasan RUU ini terkesan agak lama. Berita terbaru menyebutkan, masih ada perbedaan pendapat mengenai beberapa materi krusial dalam RUU tersebut. Terkait dengan itu, sudah dicapai kesepakatan, materi krusial akan diselesaikan melalui voting.
Materi RUU Pilkada, yang disebut krusial itu, antara lain, menyangkut mekanisme pemilihan bupati dan wali kota. Pemerintah menginginkan bupati/wali kota dipilih oleh DPRD kabupaten/kota, sedang mayoritas fraksi di Komisi II DPR menghendaki tetap dipilih langung oleh rakyat.

Mekanisme pencalonan kepala daerah dan wakilnya juga belum disepakati. Pemerintah mengusulkan pencalonan hanya untuk kepala daerah (bupati/wali kota). Sedang wakilnya ditunjuk oleh kepala daerah dan calon berasal dari birokrat. Fraksi-fraksi di DPR menginginkan pencalonan satu paket, seperti selama ini. Yang melegakan, menyangkut pemilihan gubernur sudah disepakati, yakni tetap dipilih langsung oleh rakyat.

Pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, AAGN Ari Dwipayana, berpendapat, menyerahkan kembali pemilihan kepala daerah ke anggota DPRD merupakan kemunduran. Cara itu akan menutup peluang munculnya kandidat atau calon perseorangan. Ia pun berpendapat, pemilihan kepala daerah oleh DPRD bukan obat manjur mengurangi politik uang dan biaya tinggi pilkada.

Kita berharap RUU Pilkada ini dapat diselesaikan oleh DPR periode sekarang (2009-2014). Sekalipun masa bakti DPR dan pemerintah sekarang tak lama lagi, namun dengan semangat kebersamaan, kita yakin pembahasan RUU segera tuntas. Pembahasan secara maraton mungkin dapat menyelesaikan RUU itu.

Pada sisi lain, kita juga berharap RUU Pilkada dapat memperkuat demokrasi. Terkait dengan itu menarik pernyataan Ari Dwipayana bahwa gagasan pemilihan kepala daerah oleh DPRD merupakan langkah mundur. Mekanisme pemilihan pimpinan daerah, baik itu gubernur maupun bupati/wali kota oleh DPRD, pernah cukup lama kita adopsi, sampai kemudian kita memulai pemilihan secara langsung sejak 2004, sebagai buah dari era reformasi.

Oleh karena itu, sekali lagi untuk memperkuat demokrasi, dalam mana kedaulatan di tangan rakyat, maka pemilihan secara langsung kepala daerah hendaknya tetap dipertimbangkan. Biarlah rakyat yang secara langsung memimpin bupati dan wali kota, seperti halnya dalam penentuan gubernur dan presiden. Dengan demikian, rakyat tetap secara berdaulat menunaikan haknya, yakni menentukan sendiri siapa pemimpinnya.

Dalam hal ini, harus dicegah merebaknya politik uang dan biaya tinggi pilkada, antara lain, dalam bentuk penegakan hukum secara konsisten. Siapa yang mencoba bermain politik uang harus dinilai sebagai pelanggar undang-undang dan diproses secara hukum.

Untuk mencegah biaya tinggi dan lebih memusatkan perhatian, kita mengingatkan agar penyelenggaraan pilkada secara serentak dilaksanakan sesuai dengan rencana. Kita yakin penyelengaraan pilkada secara serentak akan banyak gunanya, terutama dalam penghematan biaya. Mekanismenya tetap melalui tahapan-tahapan agar pengenalan rakyat atau pemilih atas calon pemimpinnya lebih kuat. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS