P3DN, Peningkatan Penggunaan Produk dengan Merek dan Desain Lokal

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

KALAU dilihat dari sisi permintaan, yang diburu oleh masyarakat konsumen pada umumnya bukan semata-mata produk. Sebenarnya, konsumen lebih terpandu dan bersikap penasaran kalau yang diburu adalah merek yang menempel pada produk. Contoh paling mudah adalah ketika Ali Markus dan Titik Puspa beriklan produk alat rumah tangga, mempromosikan produk sekaligus merek “Maspion”.

Sesudah promosinya berhasil, maka konsumen pasti akan mencari di pasar merek Maspion, ketika membeli setrika, misalnya. Apalagi, harganya relatif murah dan kualitasnya terjamin dan di mana saja mudah diperoleh.

Merek dari segi kepentingan pragmatis di pihak konsumen secara emosional malah bisa menguntungkan merek tertentu. Contoh pompa air merek “Sanyo” menjadi diuntungkan posisi tawarnya ketika konsumen secara spontan menyatakan mau membeli pompa Sanyo kepada toko penjualnya. Praktis si pelayan toko akan menunjukkan pompa Sanyo yang dicari konsumennya, padahal di toko itu banyak pilihan merek pompa lain.

Dengan ilustrasi ini, ingin dikemukakan, progam P3DN barangkali diperkaya secara strategis misinya, yakni meningkatkan penggunaan merek dan desain lokal, tidak hanya produknya. Brand Local Award sudah banyak diberikan. Penghargaan Good Design Selection makin banyak diberikan, baik oleh swasta seperti ‘Jarum Black” dan oleh Kementerian Perindustrian.

Tapi, sayang event-nya baru sebatas pemberian penghargaan saja, promosinya kurang gencar, sementara dinamika pasar dalam negeri begitu cepatnya bergerak, yang volume dan nilai bisnisnya sangat besar, sebagian besar diisi oleh barang impor.

Mulai tahun ini dan tahun-tahun mendatang, kampanye penggunaan merek dan desain lokal harus diperbesar porsinya dalam berbagai event promosi di seluruh Indonesia daripada sekadar promosi produk. Modifikasi progam P3DN sudah waktunya dilakukan agar dapat lebih kuat memengaruhi kebutuhan konsumen. Promosi dan pameran produk dengan merek dan desain lokal harus diperbanyak event-nya dengan semangat P3DN.

JCC sebagai tempat paling strategis sebaiknya digunakan untuk mempromosikan produk dengan merek dan desain local. Begitu pula di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Gaya hidup konsumen Indonesia sudah makin kuat, lebih cinta merek dan desain atas produk yang diburu untuk dibeli. Beli kaos oblong yang dicari mereknya bukan produknya. Misalnya, merek 777, Swan (merek lokal). Kalau impor banyak sekali beredar ada Gap, Bilabong, dan lain-lain. Jadi yang bersaing merek dan desainnya.

Pemrintah Memfasilitasi

Pemerintah pusat/daerah dengan kekuatan APBN/APBD-nya dan dana PKBL di BUMN sebaiknya memfasilitasi secara masif untuk menyukseskan progam P3DN berbasis merek dan desain lokal, sebagai penghelanya, bukan hanya produknya. Setiap ada event, semua transaksi on cash dibebaskan PPN dan PpnBM-nya.

Percayalah, konsumen Indonesia pasti akan surprise jika melihat sendiri kasat mata produk lokal dengan merek dan desain lokal yang makin aduhai baik dilihat dari harga maupun kualitas. Sepatu merek “Minardi” adalah local brand. Begitu pula sepatu merek Fortune di Bandung, pasti sebagian besar konsumen Indonesia tidak banyak yang tahu kalau itu buatan dalam negeri.

Menjaring gaya hidup dan pola konsumsi Indonesia yang semakin tinggi global mindset-nya dan makin rasional, mengelola progam P3DN ke depan dengan pendekatan produk ansich agak sulit untuk memberikan keyakinan kepada konsumen, yang perilakunya sudah seperti itu. Pemerintah dan dunia usaha harus bisa mengikuti ritme gaya hidup mereka. Karena itu, harus di-package sekaligus dengan merek dan desain.Sayang kalau pengeluaran belanja konsumsi rumah tangga yang nilainya makin membesar, sebagian besar yang menikmati adalah barang impor.

Pemerintah pusat dan daerah harus mau berinvestasi membangun institusi pasar dalam negeri yang kuat dan efsien, jika progam P3DN didorong agar bisa menjadi daya ungkit bergeraknya sektor riil dan sekaligus sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi. Kalau pada tahun 2012 nilai pengeluaran belanja konsumsi mencapai 54,56% dari total PDB, maka paling sedikit 75% disumbang oleh pasokan dari produk dengan merek dan desain lokal. Pemerintah/pemda harus bisa membuka akses sekaligus menjadi lembaga intermediasi agar tujuan itu tercapai dengan menggunakan instrumen regulasi, fasilitasi, dan katalisasi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS