Pak Nuh Mau Hapus Pelajaran Bahasa Daerah?

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz - Mohammad Nuh

Fauzi Aziz - Mohammad Nuh

DENGAR-dengar bahasa daerah akan dihapuskan dari kurikulum 2013. Apa betul pak Mendikbud. Keterlaluan kalau pak Nuh akan menggunakan palu godamnya menghapus pelajaran bahasa daerah dari kurikulum.

Hal ini sama saja secara sadar, Kemendikbud akan membuat buta tuli anak didik terhadap warisan budayanya. Sami mawon pak Nuh tidak memahami makna budaya plurarisme. Padahal, sebagai bangsa atau sebagai para pemimpin bangsa, wajib bagi kita melindungi dan melestarikan warisan budaya dan bilamana perlu, bahasa daerah dijadikan cagar budaya seperti keris, anglung, batik dll.

Bahasa daerah kaya dengan makna dalam kehidupan. Menjunjung tinggi nilai penghormatan (tidak harus dibaca feodal). Sebagai contoh dalam bahasa Jawa, kita kenal gradasi dalam bahasa lisan atau tulis. Misal ngoko (gradasi paling kasar), kromo (gradasi halus) dan kromo inggil (sangat halus). Ngoko, kira-kira lu lu dan gue gue dalam cara berkomunikasi.

Itulah maknanya, mengapa anak-anak di Jawa diajarkan bahasa Jawa agar yang muda bersikap santun dalam berkomunikasi dengan yang lebih tua. Nilai edukasinya tinggi, memuliakan sesama dan secara psikologis menyejukkan dalam berkomunikkasi. Bukankah begitu pak Menteri dan pak Wamen dan bu Wamen.

Pada bahasa daerah yang lain, pasti akan banyak nilai edukasi ditemukan. Bahasa nasional memang bahasa Indonesia, bahasa internasional, bahasa Inggris dan bahasa lokal adalah bahasa daerah masing-masing. Apa untungnya sih menghapuskan bahasa daerah dari kurikulum.

Coba baca baik-baik pak Menteri pembukaan UUD 1945 tentang makna kalimat “melindungi segenap bangsa”..dst dan kaitkan dengan kewajiban kita melestarikan bahasa daerah, apakah hal ini bisa dimaknai sebagai bagian dari melindungi segenap bangsa. Tolong pak Menteri jangan narsis, buru-buru mau menghapus bahasa daerah dari kurikulum.

Sebagai yang pernah belajar bahasa daerah (bahasa Jawa), tidak setuju bila mata ajar bahasa daerah dihapuskan. Semua ada manfaatnya karena bahasa adalah alat komunikasi yang bebas nilai, siapapun bisa menggunakannya sesuai kebutuhan. Diajarkan saja sebagai muatan lokal, tapi tidak perlu masuk dalam ujian nasional. Ini solusi jalan tengah yang bisa dipertimbangkan.

Ojo sok berfikir global, tapi rela mengorbankan dan mengubur kearifan lokal. Dalam susastra saja kita boleh memilih, mau belajar sastra Jawa atau sastra Batak, kan tidak boleh dilarang. Di universitas juga kita kenal bidang studi sastra Cina, sastra Inggris, sastra Jepang, Arab dll.

Semoga mata ajar bahasa daerah tetap masuk ke kurikulum dan pak Menteri harap maklum untuk bisa menangkap aspirasi rakyat. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS