Pandangan Teater dari Sudut Kota

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

YOGYAKARTA, (TubasMedia.Com) – Berteater saat ini tampaknya menjadi lamunan banyak seniman muda dan tua yang berada di Yogyakarta. Tapi berteater mementaskan sebuah lakon di panggung, tentu tidak hanya memikirkan suksesnya pertunjukan dengan sebuah naskah yang kondang pengarangnya. Perlu juga dipikirkan masa depannya yang berarti perlu dana kelangsungan hidup.

Demikian pendapat Giri tentang masa depan teater. Giri menjelaskan lebih jauh, mungkin dari segi artistik, penyutradaraan, permainan watak dan peran, setting, tata cahaya, kostum bisa teratasi. “Saat ini untuk mencari pendukung dana serta penontonnya menjadi kendala yang paling berat. Misalnya setelah mencetak undangan dengan harapan bisa ditonton publik, undangan diharapkan laku secara signifikan ini berita yang menyenangkan,” katanya.

Sedihnya penonton saat ini lebih suka menonton TV dan pertunjukan-pertunjukan yang menurut mereka menghibur dengan tampilan serba vulgar. Para artis yang tampil di TV atau di panggung alun-alun utara Yogya bisa menggoncang penonton dengan seronoknya pakaian, goyang erotis meski suara lantunan lagunya tidak begitu dahsyat, katanya lagi.

Seniman teater modern bukan cemburu sosial dengan pertunjukan itu, yang menjadi tercengang kalau pertunjukan yang sensasioal, urakan, erotis serba pakaian yang menjurus ke pornoaksi banyak sponsor yang mau mengangkatnya. Orang teater tampaknya harus berjuang sendiri mengumpulkan uangnya untuk pentas. Tapi kapan terkumpul uangnya kalau hanya habis untuk kepentingan kebutuhan hidup, kata Giri.

Beda lagi yang diungkapkan Pujo, dunia teater di tahun 2012, tidak seperti tahun-tahun 1971 sampai tahun 1981 ketika banyak pihak yang masih mau peduli terhadap tontonan satu ini. Padahal seniman teater muda dan tua yang merindukan pertunjukan teater hanya bisa berharap kepada publik serta sponsor yang mau melirik pertunjukan teater dan membeli undangannya.

Kalau seandainya para teaterawan harus menggeret aktor terkenal di sinetron, bukannya tidak mau. Tapi yang dijual seniman teater ke audiens sebuah pertunjukan yang murni dari kemampuan orang teater. Bukan karena besarnya nama seseorang yang ikut serta mendukung pementasan itu, ujar Pujo yang lulusan Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Ketika tubasmedia.com bercakap-cakap dengan beberapa seniman di Yogya, ada selentingan, “Yah kita kembali lagi seperti zamannya pak Azwar An pimpinan Teater Alam Yogya yang mengadakan arisan taeter. Cuma saat ini arisan teaternya sudah agak berbeda kadang tampil di bekas Gedung Senisono, Malioboro Yogyakarta dan di tempat-tempat yang mau dijadikan ajang pementasan bagi kaum seniman Yogya.” (bani)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS