Pasar Obligasi Cenderung Wait and See

Loading

index

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Head of Research NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada memaparkan, kondisi pasar obligasi yang masih kurang kondusif membuat laju harga-harga obligasi masih dalam pelemahannya. Pelaku pasar masih melakukan aksi jual meski tidak sebanyak minggu sebelumnya.

Kembali maraknya sejumlah sentimen negatif di pekan kemarin membuat laju pasar obligasi cenderung melemah. Masih melemahnya laju Rupiah dimana kurangnya dukungan mata uang lainnya turut memberikan sentimen negatif.

“Terlihat pergerakan harga obligasi, khususnya harga obligasi Pemerintah yang masih bergerak negatif yang terefleksi dari kembali naiknya yield yang merata pada seluruh tenor,” kata Reza, Senin (27/4/15).

Penurunan yield rata-rata yang terbesar diraih oleh obligasi tenor pendek (5-7 tahun). Kelompok tenor pendek (1-4 tahun) mengalami kenaikan rata-data yield 8,85 bps; tenor menengah (5-7 tahun) mengalami kenaikan yield sekitar 5,65 bps; dan tenor panjang (8-30 tahun) turut mengalami kenaikan yield hingga 5,08 bps.

Terlihat obligasi pemerintah seri benchmark FR0069 yang memiliki jatuh tempo ±4 tahun berbalik melemah harganya meski tipis hingga 15,99 bps. Sementara dengan FR0070 yang memiliki jatuh tempo ±9 tahun naik tipis harganya hingga 4,02 bps.

Di pekan kemarin, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SUN) untuk seri sebagai berikut:

a.  Seri SPN-S08102015 (reopening) dengan pembayaran bunga secara diskonto dan jatuh tempo pada tanggal 8 Oktober 2015;
b.  Seri PBS006 (reopening) dengan imbal hasil sebesar 8,25% dan jatuh tempo pada tanggal 15 September 2020;
c.  Seri PBS007 (reopening) dengan imbal hasil sebesar 9,000% dan jatuh tempo pada tanggal 15 September 2040;
d.  Seri PBS008 (reopening) dengan imbal hasil sebesar 7,000% dan jatuh tempo pada tanggal 15 Juni 2016.

Maraknya aksi jual dan tekanan  sentimen negatif di pasar obligasi memicu minimnya permintaan lelang surat berharga syariah negara (SBSN) di pekan kemarin. Dalam lelang kali ini, total permintaan yang masuk mencapai Rp 4,72 triliun, lebih rendah dibandingkan lelang sukuk negara, Selasa (7/4) sebelumnya yang mencapai Rp 5,3 triliun. Kendati demikian, lelang diserap Rp 2,025 triliun atau di atas target indikatif yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp 2 triliun.

Pemerintah hanya memenangkan tiga seri dari empat seri yang ditawarkan. Diantaranya, seri SPN-S 08102015 (reopening) dengan permintaan yang masuk dari investor Rp 2,39 triliun. Yield terendah yang masuk sebesar 5,75% dan yield tertinggi 7%. Seri bertenor enam bulan ini diserap Rp 500 miliar dengan yield rata-rata tertimbang 5,7% dan tingkat imbalan diskonto.

Kemudian, seri PBS007 (reopening) mengalami permintaan Rp 1,27 triliun dengan yield terendah 8,2% dan yield tertinggi yang masuk 8,5%. Seri ini kemudian diserap Rp 870 miliar dengan yield rata-rata tertimbang 8,3% dan tingkat imbalan 9%.

Seri PBS008 mengalami permintaan Rp 901 miliar dengan yield terendah 7,03% dan yield tertinggi yang masuk 7,4%. Seri bertenor satu tahun ini diserap Rp 655 miliar dengan yield rata-rata tertimbang 7,18% dan tingkat imbalan 7%.

Sementara itu, seri PBS006 mengalami permintaan Rp 158 miliar dengan yield terendah 7,5% dan yield tertinggi 8,12%. Permintaan untuk seri ini tidak diserap oleh pemerintah.

Aksi jual dan tekanan di pasar tentunya masih mewarnai laju pasar obligasi dimana pelaku pasar juga masih melakukan aksi jual. Pelaku pasar tampak belum terlalu antusias untuk meningkatkan aktivitas transaksi di pasar obligasi. Laju pasar obligasi masih dimungkinkan kembali mengalami pelemahan jika sentimen yang ada kurang memberikan imbas positif.

“Di pekan ini, kami lebih cenderung wait and see sambil mencermati jalannya rapat internal The Fed yang dimungkinkan dapat berimbas pada pasar obligasi domestik. Kemungkinan laju harga obligasi akan bergerak dengan rentang ±10 hingga 15 bps. Untuk itu, tetap cermati perubahan dan antisipasi sentimen yang ada,” ujar Reza. (angga)

 

CATEGORIES
TAGS