Pertama Kali, Tata Ruang DKI Terbuka untuk Warga

Loading

Oleh: Anthon P. Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

RENCANA Dasar Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta dua puluh tahun mendatang, akan betul-betul terbuka untuk warga, dan mengakomodasi kepentingan warga kota secara keseluruhan. Inilah perubahan baru yang pertama kali, yang juga diinginkan oleh Gubernur baru Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Warga diajak ikut menentukan tata ruang DKI Jakarta. Berbeda dengan selama ini, bahwa rencana tata ruang kota terkesan tertutup, warga tidak perlu tahu, sehingga warga tidak mengetahui bahwa di sekitar permukimannya bakal diperuntukkan untuk bangunan umum, atau bahkan tempat tinggalnya pun bakal tergusur untuk akses jalan.

Untuk mewujudkan keterbukaan itu, Wagub Basuki Tjahaja Purnama pun sudah berencana menyosialisasikan draf RDTR DKI Jakarta 2010-2030 melalui situs internet. Draft tersebut bisa diunduh di situs www.sosialisasirdtrdkijakarta.com dan www.forumrdtrdkijakarta.com. Selain lewat situs internet, draf RDTR akan ditempel juga di kantor-kantor kelurahan, dengan disediakan formulir aspirasi yang bisa diisi warga untuk diteruskan kepada pejabat berwenang.

Yang sering pula ditengarai, bahwa rencana tata ruang yang tertutup selama ini, menjadi bahan “permainan” antara pejabat berwenang dengan para pengembang mall atau supermarket. Akibatnya, di suatu kawasan menjadi macet lalu lintas, karena tidak dipersiapkan infrastruktur tambahan, atau hanya menjejali infrastruktur yang sudah ada.

DKI Jakarta dengan penduduk di atas 10 juta jiwa yang tersebar di 44 kecamatan atau di dua ratusan lebih kelurahan, memiliki permasalahan yang berbeda. Sehingga, RDTR di masing-masing kawasan, bisa jadi pemetaan masalah dan upaya untuk mengatasi berbagai problem perkotaan.

Masalah di setiap kecamatan, memiliki karakteristik berbeda, karena melibatkan komunitas masyarakat yang juga berbeda. Namun, sebagai penghuni satu kota yang sama, harus pula memiliki rencana pembangunan terpadu. Misalnya, penempatan ruang terbuka hijau, taman, akses jalan, maupun fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya. Inilah pentingnya warga mengetahui rencana pembangunan terpadu untuk bisa menyesuaikan diri dan mendukung pelaksanaannya.

Memang, sosialisasi RDTR yang baru pertama kali ini, mungkin belum bisa mendapat respons yang memuaskan dari masyarakat. Namun, dengan penyebaran draf rencana dasar tata ruang kota ini, masyarakat akan mengetahui arah pembangunan dan bisa mengawasi bila terjadi penyimpangan. Yang diharapkan banyak masukan, adalah dari para akademisi dan ahli perkotaan, yang selama ini kurang dilibatkan. RDTR inilah yang menjadi pedoman untuk menentukan kebijakan yang konsisten sampai tahun 2030, serta mensinkronkan dengan rencana pembangunan dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) setiap tahun.

APBD yang Boros

Selain soal tata ruang, hadirnya Jokowi dan Basuki memimpin Jakarta saat ini memang tepat, karena bersamaan dengan akan ditetapkannya RDTR 2010-2030 dan saat pembahasan RAPBD DKI Jakarta tahun 2013 untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah. Karena, apabila keduanya sudah sempat disahkan menjadi Peraturan Daerah, akan bisa menyandera program pro rakyat yang telah digagas Jokowi-Basuki selama masa kampanye.

Untuk APBD misanya, berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), banyak mata anggaran dalam RAPBD DKI Jakarta Tahun 2013 yang terlalu mahal, tidak perlu, boros dan perlu dievaluasi ulang. Mata anggarannya juga sangat rawan penyelewengan melalui penggelembungan harga dan tumpang tindih kegiatan. Mata anggarannya pun terlalu banyak sampai mencapai 5.700 mata anggaran untuk membagi-bagi rencana pendapatan Rp 44 triliun.

Pokoknya, Jokowi-Basuki harus turun tangan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan APBD DKI Jakarta Tahun 2013 untuk kesejahteraan rakyat. Program kesehatan, pendidikan, transportasi dan penataan permukiman, harus diprioritaskan.

Sebagai contoh pemborosan, rencana anggaran untuk jamuan resmi Pemprov DKI Rp 5,42 miliar, pengadaan pakaian dinas lapangan Satpol PP Rp 18 miliar, pengadaan alat musik Dinas Kebakaran Rp 1,1 miliar dan partisipasi turnamen golf internasional Rp 8 miliar. Belanja birokrasi pun perlu diperketat. Ingat sinyalemen ahli sejarah Universitas Indonesia JJ Rizal, baru-baru ini, tentang birokrasi Pemprov DKI Jakarta, bagaikan mandor kawat, yakni kerja kendor, tapi korupsi kuat. Jokowi-Basuki diharapkan bisa membersihkannya. ***

CATEGORIES
TAGS