Siapapun Tidak Mau Dipersalahkan

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

KESALAHAN demi kesalahan atau yang diduga membuat kesalahan saben hari dapat kita saksikan pemberitaannya di berbagai media. Kesalahan bisa terjadi karena disengaja atau bisa juga tidak disengaja. Dilihat dari caranya, kesalahan yang dilakukan seseorang bentuknya bermacam macam, ada dengan cara menipu, mencuri, melanggar hukum bahkan membunuh dan berbuat keji lainnya.

Manakala kejadian-kejadian tersebut mulai santer menjadi bahan pemberitaan dan meluas tersebar di ranah publik, maka diantara para pelaku yang diduga melakukan kesalahan, hampir semuanya mengatakan bahwa mereka tidak melakukan kesalahan. Kalau bisa menunjuk orang lain yang sesungguhnya tidak berbuat salah, maka dengan segala daya upaya orang tersebut akan mengatakan bahwa yang membuat kesalahan itu bukan ane tapi si anu, si pandir dan sebagainya.

Fenomena ini jelas memberikan gambaran bahwa siapapun diantara kita tidak mau menjadi orang yang salah atau dianggap sebagai orang yang sering melakukan kesalahan. Kalau demikian, maka solusi yang paling tuntas adalah jangan pernah berbuat salah atau bahkan berfikir untuk berbuat melakukan kesalahan dalam situasi apapun. Apakah sesederhana itu jawabannya? ya, tentu sederhana karena ketika seseorang dianggap melakukan kesalahan ( besar/kecil), maka menjadi hiruk-pikuklah suasana dibuatnya yang kesemuanya dikerjakan untuk membela dirinya bahwa dia tidak berbuat salah.

Kita buktikan saja melalui proses hukum, biar pengadilan yang menentukan salah atau benar tindakan yang dilakukannya di mata hukum. Kalau bisa berkata jujur dan keluar dari lubuk hatinya yang 6apapun dalilnya membuat kesalahan itu sejatinya tidak mengenakkan bagi kehidupan, baik bagi dirinya, istri dan anak cucunya maupun keluarga besarnya.

Pasti segala energi akan dikerahkan untuk membuktikan bahwa sebuah kesalahan itu tidak pernah dilakukannya. Pikiran, tenaga, waktu dan uang tersedot habis-habisan hanya gara-gara seseorang dianggap berbuat kesalahan dan pada saat yang sama, dia ingin menyatakan bahwa dirinya benar-benar tidak pernah melakukan kesalahan apapun. Kalau koceknya tebel, dia akan sewa pengacara yang paling top markotop atau membayar orang lain untuk melakukan penekanan.

Semua daya upaya yang dilakukannya tersebut sesungguhnya adalah merupakan bentuk ekpresi kejiwaan bahwa setiap orang tidak mau hidupnya dianggap hina, tidak bermoral dan lain-lain, karena berbuat kesalahan. Belum lagi memikul beban rasa malu, stres, tidak lagi bisa menikmati hijaunya taman, kicaunya burung dan mimpi buruk selalu datang dalam tidurnya.

Memang kesalahan selalu datang dan pergi. Kita semua memiliki potensi untuk terjerembab dalam perbuatan yang mengandung nilai kesalahan. Tapi kalau bisa kita jauhi kenapa tidak karena yang baik-baik dan yang benarpun potensinya juga lebih besar dari yang salah. Yang salah itu pasti tidak mengenakkan.

Posisi tidur salah, leher sakit, posisi duduk salah, pinggang/boyok bisa sakit dan seterusnya. Yang benar itu pasti menyenangkan, menentramkan dan menikmatan. Kalau disuruh milih, maka manusia yang normal, yang mampu menggunakan akal sehatnya pasti akan memilih perbuatan yang benar dari pada memilih perbuatan yang salah. Menjadi manusia yang tidak normal dan tidak mampu menggunakan akal sehatnya kalau memilih perbuatan yang salah sebagai jalan hidupnya.

Salah karena tidak disengaja masih bisa dimaafkan, tetapi kalau melakukan kesalahan disengaja ya sepatutnya harus diganjar dengan hukuman dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Celakanya yang melakukan kesalahan disengaja dan terbukti merugikan orang lain, masyarakat luas, bangsa dan negara kepinginnya tidak diganjar hukuman tapi dimaafkan saja. Lepas dari itu, karena kita semua tidak mau menyandang gelar sebagai mahluk yang suka dipersalahkan karena sering berbuat salah, maka pilihannya hanya satu, yaitu jangan berbuat salah.

Jauhi tindakan kalau dari awal kita sudah tahu bahwa suatu tindakan kalau dikerjakan akan melanggar aturan/melanggar hukum. Kalau tidak tahu/belum tahu tentang aturannya, maka cari tahu aturan tersebut dan pahami dengan benar isinya. Selain itu, setiap manusia yang ingin hidupnya mulia, maka semestinya kita juga harus beretika sesuai dengan tuntunan yang berlaku dalam norma adat-istiadat dan norma agama.

Semuanya sudah cukup jelas diaturnya. Kalau dalam norma kesusilaaan biasanya kita kenal istilah yang salah seleh. Artinya kalau memang merasa bersalah, maka sebaiknya segala atribut yang disandangnya apakah dia pemimpin, guru/dosen, para da’i para pendeta harus rela dan tulus melepaskan atrubut yang disandangnya. Tradisi semacam ini yang harus tegak berdiri.

Kalau hal ini dapat berjalan, maka dampaknya secara sosial akan lebih baik. Bibit-bibit tumbuhnya budaya malu akan berkembang dan mentransformasi dalam sanubari setiap insan, sehingga bersikap menjauhi untuk berbuat kesalahan bisa menjadi gaya hidup, menjadi kebutuhan hidup, seperti halnya kita malu kalau penampilan kita dianggap tidak senonoh, tidak pantas, tidak sopan, dianggap kampungan dan lain-lain.

Oleh karena itu, kalau di sepanjang hidup kita dan di sepanjang karir kita di bidang apapun tidak mau dipersalahkan karena sejatinya kita memang berbuat kesalahan, maka sikap yang paling bijaksana tidak usah teriak-teriak minta pertolongan orang lain untuk membebaskan dirinya dari perbuatan yang salah.

Lebih baik terima dan akui saja kesalahan tersebut tanpa harus buang-buang waktu, pikiran, tenaga dan harta, setelah itu jauhkan dan tinggalkan segala bentuk kegiatan yang berpotensi salah kalau dikerjakan dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Hidup di dunia hanya sekali, maka yang perlu kita tabung dan investasikan dalam hidup ini adalah kebaikan dan kebenaran,bukan kekayaan dan bukan pula kesalahan.

Kekayaan yang diperoleh dengan cara yang salah tidak membawa berkah dan kekayaan yang diperoleh dengan cara yang baik dan benar akan mendatangkan manfaat. Jauhi kesalahan, dekati dan cintai kebaikan dan kebenaran karena kita tidak mau menjadi insan yang dipersalahkan.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS