Untung Ada KPK

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

ilustrasi

ilustrasi

MEMANG benar. Untung ada KPK (Komisi Pemberantas Korupsi). Kalau tidak, kita tidak tau lagi mau dibawa kemana negeri ini oleh sebagian besar pejabat tinggi. Disebut untung ada KPK, bukan berarti karena KPK sudah berbuat maksimal. Sama sekali belum maksimal. Kinerja mereka masih jauh dari apa yang diharapkan rakyat.

Namun terlepas dari segala kelemahan KPK, lembaga super body ini sekali kita katakan untung mereka ada. Kita sangat sulit membayangkan andai kata KPK tidak ada, para pejabat tinggi negeri ini akan secara bebas menggaruk uang rakyat demi kepentingan diri dan kepentingan kelompok mereka masing-masing.

Dengan adanya KPK-pun dapat kita lihat, para pejabat eksekutif dan legislatif masih saja dengan leluasa melakukan tindakan tak terpuji yakni korupsi. Satu per satu perlakuan yang amat kurang ajar itu, terkuak melalui tangan-tangan KPK.

Tidak henti-hentinya KPK menemukan tindak pidana korupsi. Pelaku korupsi yang satu baru saja ditangkap, sudah ditemukan lagi korupsi lain di instansi pemerintah yang lain. Pelakunya ditangkap, muncul lagi kasus korupsi di tempat lain. Begitu seterusnya belum tuntas kasus yang satu, muncul lagi kasus berikut sehingga terlihat belum ada satu-pun kasus korupsi yang sudah tuntas seratus persen. Memang ya, belum ada satu-pun kasus korupsi yang tuntas, semuanya masih menggantung.

Sebut saja misalnya kasus Bank Century, kasus Hambalang, kasus impor sapi, kasus SKK Migas dan kini baru terdengar kabar kasus koruspi e-KPT yang katanya melibatkan Menteri Dalam Negeri dan banyak lagi kasus korupsi yang melibatkan orang-orang penting dan sedang berkuasa yang tidak kita uraikan satu per satu melalui tulisan ini dan belum terkuak secara transparan. Maka itu kita sebut untung ada KPK.

Namun yang mau kita katakan adalah Presiden SBY pernah sesumbar menyatakan, dia akan berdiri di barisan terdepan dalam memerangi korupsi. Akan tetapi nyatanya tidak demikian. Bahkan yang lebih memprihatinkan, Partai Demokrat yang merupakan kendaraan politiknya justru melahirkan beberapa politisi yang korup.

Hingga tulisan ini ditayangkan, kemungkinan bertambahnya kader Demokrat yang terlibat dalam aksi korupsi, masih bertambah menyusul kader Partai Demokrat yang sudah lebih dulu dikerangkeng di balik terasi besi karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

Melihat keberadaan Partai Demokrat yang dijadikan kendaraan politik SBY dengan para kadernya memimpin negeri ini, tampaknya partai tersebut, ibarat sebuah kendaraan, jalannya sudah tidak terarah lagi disebebkan mesinnya sudah rusak berantakan.

Ada banyak memang ‘’mekanik’’ armada Partai Demokrat yang sedang duduk berkuasa, namun kemekanikannya belum teruji. Jangankan memperbaiki mesin Demokrat, merawat mesin agar jangan cepat rusak-pun tak punya keahlian. Hasilnya, mesin armada demokrat yang sedang rusak, kondisinya semakin bertambah rusak. Buktinya, ‘’mekanik’’ itu satu per satu dipreteli KPK karena terlibat korupsi.

Selain itu, perekkrutan pembantu SBY tampaknya kirang tepat. Pasalnya, para pembantu SBY lebih banyak berasal dari partai politik yang memimpin kementerian mereka secara partisan. Padahal yang dibutuhkan sikap kenegarawanan yang tidak mementingkan kepentingan golongan atau konstituennya.

Para menteri yang direkrut rata-rata berlatar belakang aktivis. Mereka masuk dalam dunia politik dengan misi mencari pekerjaan. Bekal pengetahuan mereka tentang bagaimana menjadi birokrat teknokrat, teramat minim.

Yang paling memprihatinkan lagi, ketika rezim SBY dengan bangga menyebut tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang paling baik, mendapat bantahan dari rakyat yang dipimpinnya. Katanya klaim SBY bohong. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hanya dirasakan oleh para elit dan lebih khusus lagi anggota kabinet. Rakyat jelata tidak.

Buktinya, harga kedelai membubung tinggi membuat perajin tahu tempe bingung yang ujungnya membebani masyarakat penggemar tahu tempe yang umumnya dari lapisan masyarakat menengah ke bawah. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS