Betapa Sulitnya Menjadi Negara Industri

Loading

industri-petrokimiaaaaaaaaa

Oleh: Fauzi Aziz

INDUSTRI dalam pengertian umum dan bebas, cakupannya tidak hanya mengenai industri manufaktur saja. Semua kegiatan ekonomi pada dasarnya dapat dikatakan sebagai kegiatan industri. Ada industri keuangan, industri pariwisata, industri hiburan, industri kreatif dan lain-lain.

Label industri ini disandang karena nilai output ekonominya sangat besar sehingga mampu memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi.

Secara makro, berdasarkan klasifikasi BPS, sektor ekonomi dapat kita bagi dua, yakni sektor tradable dan sektor non tradable. Sektor tradable pertumbuhan rata-rata per tahun berkisar antara 3-4%. Di di sektor ini terdiri dari pertanian dalam arti luas, pertambangan dan mineral dan industri pengolahan migas dan non migas.

Sedangkan di sektor non tradable, yang biasa disebut sebagai sektor jasa, disini berhimpun sektor jasa keuangan, perdagangan, pariwi sata dan lain-lain. Sektor non tradable tiap tahun rata-rata bisa tumbuh antara 7-8% per tahun.

Angka tersebut hampir tidak pernah berubah selama satu dasawarsa lebih hingga kini. Mengakselerasi pertumbuhan di sektor tradable melalui industrialisasi menjadi keharusan agar pertumbuhannya dapat optimal dan sumbangannya terhadap PDB rata-rata bisa meningkat.

Jika industrialisasi di ketiga sektor tradable berjalan dengan baik, hampir dapat dipastikan pertumbuhan rata-rata akan meningkat dari 3-4% menjadi 6-7% per tahun.

Tugas pemerintah mengupayakan titik keseimbangan antara pertumbuhan sektor tradable dan sektor non tradable. Melakukan pergeseran untuk mencapai titik keseimbangan bukan perkara mudah.

Ada beberapa alasan yang menjadi tantangan. Pertama, telah menjadi fakta, kini ekonomi jasa-jasa sudah makin dominan berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi di abad ini.

Kedua, pertumbuhan jumlah kelas menengah baru di seluruh dunia lebih memberikan peluang berkembangnya bisnis sektor jasa dimana sektor investasi porto folio dan asuransi makin menarik bagi mereka. Selain itu, kegiatan melakukan kunjungan wisata lokal maupun luar negeri semakin terencana tiap tahunnya.

Mereka membelanjakan kira-kira 1/3 dari total pendapatannya untuk keperluan tersebut. Ketiga, pernah ada semacam “ramalan” yang dibuat pakar ekonomi, bahwa dinamika ekonomi dunia, pertumbuhannya akan makin lebih banyak dihela kegiatan ekonomi di bidang pangan, energi, pariwisata dan hiburan.

Secara logika, ramalan tersebut masuk akal. Dan kalau melihat dari kepentingan Indonesia, negeri ini di empat sektor tersebut sumber dayanya cukup potensial. Keempat, tantangan paling berat adalah  mengembangkan industri manufaktur dewasa ini memerlukan pendanaan tidak kecil untuk merealisasikan rencana investasinya.

Dana ini diperlukan untuk pendirian pabrik, pengadaan teknologi, pembukaan lahan, perekrutan tenaga kerja dan keperluan modal kerja setelah pabriknya beroperasi secara komersial.

Sebagai contoh, tahun 2006 net interest margin Indonesia di kawasan Asia Timur paling tinggi,5,9. Ini menggambarkan betapa kredit perbankan di negeri ini sangat mahal. Bandingkan dengan Korea 2,9, Malaysia,3,3, Filipina 4,1 dan Thailand 3,2.

Dewasa ini, investor yang berminat menanamkan modalnya di sektor manufaktur hanyalah para industriawan yang sudah mapan, yang notabene mereka adalah para pemain di global industry yang telah mengusai jaringan teknologi dan pasar.

Pusat-pusat produksinya bisa tersebar di seluruh dunia yang iklim investasinya paling menarik. Mereka masih mempunyai pilihan investasi yakni melakukan take over atau akuisi jika ada perusahaan nasional yang akan dijual atau melakukan divestasi sebagian sahamnya.

Indonesia mempunyai peluang menjadi pusat produksi industri global sepanjang iklim investasinya sangat menarik dan pelayanan birokrasinya cepat dan mudah.

Kelima, kalau dilihat dari arah yang terbaca dari kebijakan makro ekonomi yang dikelola oleh otoritas moneter dan fiskal, suasana kebatinannya lebih memberikan tekanan pada upaya menjaga stabilitas ekonomi makro agar kegiatan pasar finansial dan pasar modal tetap menarik bagi investor global maupun dalam negeri. Karena begitu terjadi capital outflow,e konomi Indonesia akan mengalami kelesuan (bursting).

Akhirnya, pemerintah harus memilih dan memiliki fokus jika akan menjadikan Indonesia sebagai negara industri. Pemerintah harus realistis karena tantangannya memang tidak mudah. Karena itu, jika penulis ditanya, pilihan prioritas nasional adalah membangun industri berbasis pangan dan energi, serta IKM sebagai supporting ekonomi, baik terkait dengan proses manufaktur dan yang mendukung perkembangan industri pariwisata.Selebihnya industri kreatif. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS