Biadab, Koruptor Dielus, Wartawan Disiksa

Loading

Oleh : Sabar Hutasoit

Ilustrasi

Ilustrasi

PERISTIWA pemukulan atau tepatnya penganiayaan yang dilakukan perwira TNI AU kepada sekelompok wartawan di Riau, selain mengagetkan, juga memilukan. Kaget karena perlakuan biadab itu tidak pantas lagi terjadi di era transparansi komunikasi saat ini dan dikatakan memilukan karena penganiayaan itu dilakukan seorang perwira lengkap dengan pakaian dinas.

Adalah tidak masuk di akal, tindakan biadab yang dilakukan Letkol TNI AU Robert Simanjuntyak ddk kepada Didik, wartawan Riau Pos yang sedang menjalankan tugas mulianya mengabadikan peristiwa jatuhnya sebuah pesawat tempur milik TNI AU di Desa Pasir Putih, Kampar, Riau, Selasa (16 Oktober 2012).

Tanpa ada niat membela sesama korps wartawan, apa yang dilakukan Letkol Robert Simanjuntak dengan para bawahannya adalah perbuatan yang tidak bisa diterima akal sehat dan jauh di luar kewajaran.

Membaca kronologis penganiayaan tersebut, kita semakin terkesima dan benar-benar Letkol Robert Simanjuntak seperti kerasukan setan dan kemudian menempatkan sosok wartawan bagaikan musuh bangsa yang harus dibumihanguskan.

Tanpa tanya dan tanpa dialog, sang serdadu itu langsung melakukan serangan, memukul, menendang, mencekik, menginjak dan seketika itu pula serombongan anak buahnya membantu Robert menghajar sang wartawan yang tak berdaya itu. Kamera dan kacamata sang wartawan juga ikut raib.

Menyaksikan dan mendengar berita penganiayaan itu, tidak salah kalau masyarakat bertanya, apakah pantas penganiayaan serupa diberikan kepada wartawan. Seberapa jahat-kah wartawan sehingga harus dihadiahi tindakan biadab?

Harus kita akui, kehadiran wartawan pada peristiwa jatuhnya pesawat tempur tersebut tidaklah bermaksud jahat, tapi berpikiran positif dan memang itulah tugas wartwan meliput peristiwa yang juga diatur dalam undang-undang. Tapi herannya, kok dianiaya. Kepada penjahat yang tertangkap tangan pun tidak pantas tindakan itu diberikan oleh seorang aparat, berpangkat perwira lagi.

Lebih heran lagi, kenapa perlakuan biadab serupa tidak pernah diberikan kepada para koruptor, teroris dan kepada gembong narkotika. Tiga julukan terakhir tersebut, yakni koruptor, teroris dan gembong narkoba adalah perusak bangsa, penghancur masa depan bangsa dan perusak generasi muda. Jangankan disiksa, malah dielus-elus bahkan hukuman mati kepada gembong narkotika pun dikurangi Presiden SBY menjadi hanya 12 tahun, tapi sebaliknya wartawan disika.

Beranikah para aparat penegak hukum melakukan tindakan tegas kepada para koruptor dan pengedar narkoba? Belum tentu, malah sebaliknya diperlakukan bagaikan pejuang yang ikut membangun negeri ini. Bahkan masih terus memimpin dan sering menasehati negeri ini. Para koruptor yang namanya sering disebut-sebut dalam persidangan terus berkoar, memberi saran dan memberi nasehat kepada seluruh rakyat.

Karena itu tidak salah pula jika rasa solidaritas insan pers melakukan sejumlah unjuk rasa seperti yang terjadi di Jakarta. Puluhan wartawan dari berbagai media cetak dan elektronik mendatangi gedung Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kementerian Pertahanan di Jakarta, Rabu (17/10/2012).

Para wartawan meminta Menko Polhukam untuk menindak tegas pelaku kekerasan yang memukul dan merampas kamera seorang wartawan Riau Pos saat menjalankan tugasnya. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum TNI Angkatan Udara itu dilakukan terhadap; Robby, wartawan RTV; Ryan Anggoro, wartawan Antara; serta wartawan TV One dan dua warga sipil di dekat lokasi jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 milik TNI AU. Berdasarkan rekaman video, pelaku kekerasan bernama Letkol Robert Simanjuntak dibantu sejumlah anggota Yon 462 Paskhas.

Selain aksi damai oleh wartawan di Jakarta tersebut, aksi serupa juga dilakukan oleh jurnalis di Bali, Makassar dan sejumlah daerah lain. Mereka menuntut pimpinan TNI AU menindak tegas pelaku kekerasan terhadap wartawan tersebut. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS