Cagub DKI Harus Prioritaskan Transportasi Publik

Loading

Oleh: Anthon P. Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

ENAM pasang calon Gubernur DKI Jakarta tahun 2012-2017, sudah resmi mendaftarkan diri sampai pada hari terakhir 19 Maret lalu. Nama-nama yang sudah sempat tersiar sebelumnya, seperti Tantowi Jahya (presenter dan anggota DPR RI), Azis Sjamsudin (anggota DPR RI), Fadel Muhammad (mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, serta mantan Gubernur Gorontalo), Triwisaksana alias Bang Sani (Ketua DPW PKS DKI) dll, ternyata tidak muncul.

Enam pasangan yang mendaftar ke Kantor Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta tersebut, menurut urutan pendaftaran, adalah calon perorangan Faisal Basri-Biem Benjamin, disusul calon perorangan Hendardji Soepandji-Achmad Riza Patria, calon dari koalisi Partai Golkar, PPP dan PDS Alex Noerdin-Nono Sampono, calon dari koalisi Partai PDI-P, Partai Gerindra Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, calon dari koalisi Partai Demokrat, PAN, Hanura, PKB dan PDS Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan terakhir calon koalisi PKS Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini.

Dari sejumlah nama-nama pasangan calon DKI 1 tersebut, terutama yang diusung oleh partai politik, tampaknya belum ada yang secara signifikan bisa segera mengubah “wajah buram“ kota Jakarta yang penuh beban, menjadi kota megapolis yang menyenangkan (comfortable), ceria, tertib, teratur dan sempurna.

Tampaknya, mereka bukan tipe pemimpin yang ekstrem untuk berinovasi atau bebas dari arahan “pesan-pesan sponsor”.Lagipula tingkat chemistry calon gubernur dan wakil gubernur dari jalur parpol masih diragukan, seolah-olah pasangan yang dipaksakan. Sesungguhnya, yang bisa diharapkan untuk mengubah “wajah buram” Jakarta adalah calon perorangan atau calon pemimpin independen, karena mereka bebas berinovasi, lebih kreratif dan steril dari “pesan-pesan sponsor”.

Memang, melihat visi/program dan moto yang mereka bawa, cukup memuaskan. Seperti Faisal Basri dan Biem Benjamin berjanji akan membersihkan “pembuluh darah” birokrasi dan merawat Jakarta dengan pendekatan “Berdaya Bareng-bareng”.

Hendardji Soepandji dan Achmad Riza Patria akan melakukan Gerakan perubahan total kondisi Jakarta dengan melakukan peremajaan kota. Alex Noerdin dan Nono Sampono akan Mengatasi masalah kemacetan dan banjir dalam waktu 3 tahun, membebaskan biaya sekolah dari SD hingga SMA, membebaskan biaya berobat dan memulihkan keamanan dalam waktu 1 tahun.

Tiga calon lainnya mengajukan visi/program dan moto yang tidak kalah hebatnya. Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama akan Melakukan perubahan, terobosan dan tindakan-tindakan lapangan yang nyata untuk memajukan Jakarta. Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli akan Fokus bekerja menata Jakarta. Sedangkan Hidayat Nur Wahid dan Didik J.Rachbini akan Melanjutkan keunggulan Jakarta serta mengatasi masalah kemacetan, banjir, dan transportasi.

Sebenarnya masalah besar yang harus diprioritaskan di Jakarta, adalah pembangunan transportasi publik yang baik dan memadai, terutama angkutan umum massal (mass rapid transit-MRT). Masalah angkutan publik inilah yang menjadi dasar penentu nafas kehidupan warga kota, maupun menjadi citra kota Jakarta di mata orang luar.

Sebagaimana kota-kota besar di negara tetangga, yang diprioritaskan adalah pembangunan transportasi publik untuk menjamin kelancaran mobilitas penduduknya, maupun para pendatang ke kota tersebut. Seperti kita tulis dalam sorotan Tubas, edisi 12-19 Maret lalu, hingga saat ini masalah angkutan publik di Jakarta, bukannya bertambah baik, tetapi bahkan semakin buruk.

Berkaca Ke Tetangga

Khusus masalah transportasi publik ini, Jakarta sudah amat ketinggalan dari Kuala Lumpur dan Bangkok, apalagi dengan Singapura dan Tokyo. Sudah saat ini, pemimpin kota Jakarta harus berkaca kepada keberhasilan kota besar di negara tetangga. Adakah di antara calon Gubernur DKI Jakarta 2012-2017 nanti yang mampu menyusul keberhasilan transportasi publik di ibu kota negara-negara tetangga tersebut?

Pengadaan layanan transportasi publik yang sempurna, akan selaras dengan upaya penanggulangan kemacetan lalu lintas, karena penggunaan kendaran pribadi akan berkurang, dan aturan pembatasan usia kendaraan yang bisa beroperasi hanya lima tahun seperti di Singapura, akan bisa dilaksanakan. Sehingga, penggunaan infrastruktur jalan yang ada bisa dimaksimalkan.

Setelah beres masalah transportasi publik yang sekaligus mengatasi kemacetan lalu lintas, barulah diupayakan bagaimana menanggulangi banjir, masalah keamanan, peremajaan pemukiman kumuh dll. Kalau bisa dikerjakan simultan, tentu lebih baik.

Namun, melihat kapasitas dan latar belakang kapabilitas calon DKI 1 yang akan memperebutkan 7,5 juta pemilik suara di Jakarta pada Pemilukada 11 Juli nanti, warga kota belum bisa berharap terlalu banyak. Program calon DKI 1 sekarang ini, masih berfokus pada pencitraan.

Kemajuan kota Jakarta, tampaknya masih linier sesuai dengan pertumbuhan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Mudah-mudahan ada kejutan dan terobosan yang tak terduga dari calon-calon kuat Joko Widodo, Faisal Basri, Alex Nurdin, Hidayat Nur Wahid atau Fauzi Bowo nanti.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS