Dialog

Loading

Oleh: Edi Siswojo

Ilustrasi

Ilustrasi

MESKI belum bisa dikatakan biasa, tapi kriminalitas sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Tapi, kekerasan, penembakan, pembunuhan dan teror yang terjadi di Papua memiliki dimensi yang berbeda. Ruang dialog perlu dibuka lebar dan dikembangkan untuk menyelesaikan persoalan kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi.

Pendekatan penyelesaian masalah yang ada melalui pemberian “obat” otonomi khusus belum mampu menyelesaikan malah lama yang berlarut-larut. Otonomi khusus harus diberikan secara penuh sebagai upaya menyentuh akar persoalan yang namanya kesejahteraan. Bersamaan dengan itu, tidak ada salahnya ruang dialog dibuka dan pendekatan keamanan diberikan secara tepat sehingga tidak mereproduksi kekerasan baru seperti yang muncul belakangan ini.

Kenapa sih sulit menemukan pelakunya? Entahlah! Kekerasan, penembakan, pembunuhan dan teror yang dilakukan orang tidak dikenal bisa disebut sebagai “permainan” politik. Tapi, yang pasti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang kabinet terbatas, pekan lalu, telah menginstruksikan Polri dan TNI agar menegakkan hukum dan memulihkan keamanan di Papua.

Upaya tersebut memang perlu. Tentu, tidak cukup kalau hanya itu saja untuk menghentikan kekerasan yang telah menewaskan warga sipil dan aparat keamanan. Ruang dialog perlu dibuka lebar bagi semua stake holder untuk menegaskan kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Papua.

Kita punya pengalaman berharga dengan “lepasnya” Propinsi Timor Timur dan “hilangnya” Propinsi D. I Aceh dari NKRI. Ada yang tidak bisa dipungkiri di tanah Papua yang kaya dengan sumber daya alam. Ada Freeport yang menyedot kekayaan alam tanah Papua. Terjadi kesenjangan sosial ekonomi. Penduduk hidup menederita di atas tanah yang kaya raya. Kehadiran negara secara konprehensif belum sepenuhnya bisa menghapus rasa kecewa dan krisis kepercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah pusat.

Setuju dihentikannya gerakan sparatisme di Papua. Tapi, upaya itu tidak perlu dilakukan secara berlebihan dengan memberikan label sparatis kepada penduduk Papua, karena hanya akan mengembangkan prasangka buruk saja. Lebih baik, kita membuka, membangun dan mengembangkan ruang dialog untuk menemukan solusi yang tepat bagi upaya mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dan meningkatkan kesejhateraan penduduk Papua! ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS