GMPG: Golkar “Rumah Yang Nyaman” Bagi Orang yang Tersangkut Kasus Korupsi

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia menilai, keputusan rapat pleno DPP Partai Golkar serta dukungan dari Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie dan Ketua Dewan Pakar Agung Laksono sarat kepentingan pribadi.

Pasca-penetapan Novanto sebagai tersangka dalam kasus KTP Elektronik (E-KTP), rapat pleno DPP Partai Golkar memutuskan tidak menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk memilih ketua umum baru menggantikan Setya Novanto.

“Keputusan rapat pleno DPP Partai Golkar serta dukungan dari Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie dan Ketua Dewan Pakar merupakan sikap yang mengedepankan kepentingan pribadi, kelompok dan tidak berpikir untuk kepentingan yang lebih besar, yakni masa depan Partai Golkar, bangsa, dan negara,” ujar Doli, saat menggelar konferensi pers di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Doli mengatakan, dukungan terhadap Setya Novanto seakan menutup mata terhadap realitas dan pandangan masyarakat terhadap kasus E-KTP.

Menurut dia keputusan itu juga dapat memunculkan persepsi publik bahwa Partai Golkar merupakan “rumah yang nyaman” bagi orang yang tersangkut kasus korupsi.

Selain itu, Doli menilai, keputusan rapat pleno sebagai bentuk perlawanan terhadap pemberantasan korupsi dan KPK yang dilakukan secara kolektif.

“Keputusan itu dapat diindikasikan sebagai bentuk perlawanan terhadap pemberantasan korupsi. Tidak menutup kemungkinan Partai Golkar kembali diperalat untuk melindungi kepentingan individu yang tersangkut masalah,” ujar dia.

“Kami meminta agar Setya Novanto mengundurkan diri dari Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Ketua DPR RI agar kedua institusi tersebut dapat bebas dari kepentingan pribadi,” kata dia.

Tak ada Munaslub

Rapat pleno DPP Partai Golkar memutuskan tidak menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk memilih ketua umum baru untuk menggantikan Setya Novanto.

Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid menyatakan, ada dua alasan yang menyertai keputusan tersebut.

Pertama, berdasarkan pertimbangan obyektif, hasil Rapat Konsultasi Nasional (Rakornas) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar merekomendasikan agar tidak mengadakan munaslub.

Kedua, terkait pertimbangan subyektif, sejumlah agenda politik ke depan akan menyita waktu partai untuk mempersiapkan diri.

Nurdin menambahkan, tahapan Pilkada 2018 dan pemilu legislatif yang dimulai Oktober mendatang akan menyita perhatian dan tenaga partai.

Menurut Nurdin, jika dipaksakan mengadakan munaslub, maka akan menghambat konsolidasi internal Partai Golkar dalam menghadapi status tersangka Novanto selaku ketua umum.

Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi. Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan.

Ia juga diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.

Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(red)

CATEGORIES
TAGS