Grasa-Grusu

Loading

images.jpggggggggggg

Oleh: Fauzi Aziz

 

NEGERI ini seperti sedang tidak dalam keadaan tenang dan ibarat berbenah seperti ingin cepat selesai dan semua beres. Tidak sabar, melompat- lompat. Di Senayan asyik sendiri dengan logika politiknya.

Di pemerintahan juga bermain dengan logikanya sendiri. Hari ini presiden road show sosialisasi mengenai tax amnesty dan akan berlanjut di beberapa kota lain di Indonesia.

Road show mudah-mudahan tidak sedang one man show. Atau tidak sedang kehilangan “kepercayaan” terhadap tim ekonominya sehingga harus turun gunung sendiri. Benang merah pembenahan ekonomi di dalam negeri agak repot ditelusuri karena lebih terkesan sporadis.

Grasa grusu kesannya. Semoga tidak sedang panik dalam membaca fenomena ekonomi. Dua belas paket kebijakan ekonomi sudah digelontorkan, tapi seperti “misteri”.

Deklarasinya juga datar-datar saja. Intonasinya tidak terbaca. Seperti babat pohon meranggas yang sudah mau mati sehingga jika ditebangpun tidak ada pengaruh apa-apa karena memang yang ditebang pohon yang sudah mati.

Ada masalah regulasi di sektor peternakan, baru sekarang terungkap. Padahal deregulasi sudah memasuki babak ke-12. Mengapa tak tersentuh kala itu. Ada banyak faktor yang bisa dispekulasikan. Boleh jadi, deregulasi tidak direncanakan dengan baik. Boleh jadi juga, deregulasinya hanya kosmetik saja, hanya supaya yang memerintahkan merasa puas bahwa sudah dilakukan perubahan aturan.

Yang menjadi teka-teki mengapa pemerintah tidak mengumumkan produk hukum deregulasi yang dihasilkan. Mengapa hanya mengumumkan deklarasinya saja. Jika dibandingkan dengan deregulasi tahun 80-an-90-an sangat kontras. Pada masa itu, yang diumumkan  pemerintah adalah keputusan- keputusan pemerintah yang merupakan produk deregulasi, di samping latar belakang dan sasaran/targetnya. Semua media mendapatkan copy SK yang diterbitkan.

Begitu pula perwakilan negara sahabat dan kantor perwakilan KADIN negara lain yang ada di Jakarta. Tujuannya agar semua pihak dapat segera membaca dan mempelajari produk hukum deregulasi yang dihasilkan. Kita mesti tenang dan sabar membenahi hal-hal yang dianggap menjadi masalah di bidang ekonomi. Tidak bisa dilakukan dengan grasa-grusu, mesti direncanakan dengan baik.

Sektor apa yang akan didorong harus jelas. Bidang apanya yang akan dideregulasi, apakah disisi input, proses atau sisi output, semuanya harus jelas. Akan memperbaiki kondisi di sisi permintaan atau sisi penawaran juga harus ditegaskan dari awal.

Pendekatan yang grasa-grusu bisa ada hasilnya bisa juga tidak ada. Wajar kalau kemudian muncul kabar bahwa dari 12 paket kebijakan ekonomi perlu dievaluasi. Boleh jadi ada “kepanikan”, wong sudah dilakukan deregulasi, perubahannya belum nampak. Tetap saja pertumbuhan ekonomi masih dikontribusi sektor konsumsi.

Sumbangan investasi pisik dan ekspor barang dan jasa terhadap PDB masih cenderung konstan angkanya, pada kisaran 30% dan 25%.

Menjadi kepala pemerintahan/ kepala negara yang mengemban misi perubahan memang tidak mudah. Pergulatan politik di dalam negeri seperti air tenang menghanyutkan. Presiden seperti sedang diuji kepentingan politik yang sesekali ditekan, sesekali dipuji dan sesekali digoyang.

Dari segi waktu, masa kerja pemerintah sekarang masih 3,5 tahun lagi. Kecakapan mengelola kebijakan ekonomi menjadi penting. Perjalanan waktu 1,5 tahun memang belum menggembirakan jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan, belum bisa mencapai angka 5%, apalagi lebih, mendekati 6%.

Kita berharap pemerintah harus berani menyampaikan lanskap kebijakan fiskal dalam 3,5 tahun ke depan yang lebih rasional, yang bisa sinkron dengan kebijakan moneter dalam mengelola siklus ekonomi atau siklus bisnis.

DPR juga harus bersikap sejalan dengan lanskap yang ditawarkan pemerintah. Kebijakan sektoral,  presiden sebaiknya bisa mengambil sikap yang jelas tentang pengembangan sektor tradable yang kini hanya mampu tumbuh rata-rata 4%.

Pemerintah bertekad memperbaiki kinerja sektor tradable. Di sektor pertanian banyak kelemahan yang terjadi. Banyak memiliki progam, tapi miskin kebijakan. Di sektor tambang dan mineral, termasuk migas kebijakannya lebih banyak “didikte” pemodal, sehingga bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya belum berhasil dinikmati  rakyat Indonesia, kecuali hanya para pemodal.

Pemerintah nampaknya sangat yakin dan percaya diri bahwa pembangunan ekonomi hanya bisa dilakukan para pemilik modal, baik asing maupun dalam negeri. Ekonomi Indonesia masih dikelola secara pragmatis.

Yang penting bisa tumbuh meskipun kesenjangan makin melebar. Oleh sebab itu, pemerintah sebaiknya tidak grasa-grusu agar kita mendapatkan hasil yang baik di bidang ekonomi. Presiden dan wakilnya tidak perlu membuat pembagian kerja karena mereka berdua dwi tunggal.

Tiga setengah tahun ke depan, fokus kepada infrastruktur, pembenahan sektor tradable dan dukungan pembiayaannya. Tak perlu panic dan tak perlu risau dengan pilpres tahun 2019. Kejar saja prestasi membenahi tiga fokus kegiatan ekonomi tersebut. Kalau sektor tradable-nya bisa tumbuh rata-rata 6% saja sampai tahun 2019, maka pemerintah dan tim ekonominya akan menghasilkan prestasi yang gemilang. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS