Green Economy

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Fauzi Azis

Fauzi Azis

SETELAH bumi dan seisinya hampir rontok, kering kerontang dan seluruh isinya yang ada di permukaan dan di dalam perut bumi nyaris habis, muncul sebuah paradigma baru dengan istilah Green Economy. Apa itu green economy tidak akan dibahas. Tapi kenapa kemudian istilah ini muncul sebagai sebuah fenoma dalam kehidupan? Inilah yang menarik.

Ekonomi hakekatnya mengurus sebuah rumah tangga. Sedang green (hijau) adalah salah satu bentuk penyikapan manusia yang kembali sadar lingkungan dimana manusia hidup. Mari kita cari padanan atau sebuah pandangan yang lebih membumi tentang konsep green economy agar kita sangat mudah untuk mengerti maksudnya.

Karena kita sedang beridul fitri, maka green economy dapat kita maknai sebuah kehidupan berekonomi yang berlandaskan pada konsep kesucian hidup. Dengan demikian kalau konsep berfikir yang seperti ini kita jadikan acuan, maka hakekat konsep green economy dalam kehidupan manusia seharusnya harus dapat difahami sebagai proses untuk kembali kefitrah kesucian atas penciptaan manusia.

Konsep kesucian ini berarti manusia, negara dan bangsa disadarkan bahwa dalam mengelola rumahtangga senantiasa harus mengedepankan nilai-nilai kesucian. Green economy dalam konteks ini, berarti rumahtangga ekonomi harus steril dari sikap dan perilaku yang bersifat eksploitatif seperti kanibal.

Pada dimensi yang lebih luas, green economy harus juga difahami sebagai sebuah falsafah ekonomi yang menjunjung tinggi nilai kedamaian, ketenangan, penuh kasih sayang dan semangat untuk saling berbagi dalam rangka membangun kehidupan bersama yang menempatkan posisi manusia sebagai mahluk yang mendapat predikat memiliki derajat paling tinggi diantara makhluk lain.

Dengan demikian, rumahtangga ekonomi yang dibangun berdasarkan konsep “kesucian” tadi harus menghasilkan suatu sikap hidup yang membuat para pengelola ekonomi yang bisa menempatkan rumahtangganya sebagai “rumahku surgaku”.

Green economy harus menghasilkan kejujuran dan keikhlasan sekaligus keadilan untuk melipatgandakan nilai tambah ekonomi yang berbasis kepada konsep kemuliaan. Mulia di hadapan sang pencipta bumi, air, tumbuhan, bintang dan manusia. Mekanisme green economy kerangka kerjanya harus demikian.

Inilah konsep kesimbangan hidup yang benar, berkelanjutan dan berperadaban luhur dan agung dalam rumahtangga ekonomi. Jadi, konsep green economy bukan hanya sekedar proses untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran, tapi juga membawa misi besar, yaitu menyadarkan manusia kembali ke fitrahnya yang suci yang dapat membebaskan manusia sebagai pengelola rumahtangga ekonomi dari belenggu kedurhakaan, kesombongan, keangkuhan dan kemunafikan.

Suci dalam konsep green economy harus menjadi pilar utamanya untuk mewujudkan kehidupan yang abadi dan paripurna yang selalu mengakomodasi nilai-nilai agama (apapun agamanya). Hampir pasti, konsep green economy tidak akan pernah bisa hidup dalam lingkungan sistem ekonomi yang sangat liberal dan kapitalistik karena sifat yang melekat pada dirinya, yaitu “eksploratif dan eksploitatif yang berorientasi kepada semangat untuk memenangkan persaingan untuk kepentingan dirinya, organisasinya dan negaranya.

Green economy konsep dasarnya bukan mengandalkan nilai kebendaan dan uang sebagai penggeraknya. Green economy harus menempatkan posisi sentral peran qalbu manusia sebagai penggeraknya. Tanpa dukungan suara hati (voice of heart) sulit mewujudkan green economy. Jika demikian halnya, maka hidup dalam suasana green economy semestinya tidak dimulai baru sekarang, tetapi seharusnya sudah dimulai pada saat bumi, air, tumbuhan, hewan dan manusia dihadirkan di muka bumi karena konsep ekonomi berbasiskan pada prinsip keseimbangan untuk menjamin kelangsungan hidup diantara bumi dan mahluk hidup sudah dipersyaratkan oleh Tuhan sejak awal kehidupan di bumi dimulai.

Karena baru pada dewasa ini konsep green economy digaungkan, maka pasti membutuhkan investasi yang tidak sedikit karena banyak infrastrukturnya yang harus diredisain kembali, diciptakan dengan sistem yang baru sama sekali dan investasi baru untuk membangun kesadaran komunal bagi umat manusia sedunia akan pentingnya hidup dalam lingkungan green economy yang dapat lebih menjamin terciptanya manusia yang paripurna.

Manusia yang paripurna dalam konteks ini adalah menempatkan posisi manusia yang suci untuk tetap dapat mengais rezeki dengan cara yang dihalalkan dan pada sisi yang lain, rezeki yang diperolehnya harus direlakan sebagian untuk memenuhi kewajiban kemanusiaannya bagi kebutuhan lingkungan, kebutuhan sesama manusia dan mahluk hidup yang lain.

Konsep green economy seperti ini, berarti menempatkan posisi dan peran manusia menjadi sangat sentral untuk melaksanakan konsep green economy yang seperti itu dasar-dasarnya. Lebih dari itu berarti pula manusia dituntut untuk menggunakan akal sehatnya dalam mengelola rumah tangganya (rumahtangga orang seorang, rumahtangga masyarakat, negara dan bangsa). Rasanya investasi yang paling mahal dalam rangka mewujudkan green economy yang paling paripurna adalah investasi di bidang sumber daya manusia dalam rangka pembentukan modal sosial yang lebih meluas.

Mengapa demikian, karena beberapa alasan. Pertama; Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi berbeda dan tidak sama. Kedua; Setiap manusia memilki kehendak bebas. Karena itu tidak suka kalau dipaksa-paksa.Ketiga; Setiap manusia ingin menemukan jati dirinya sendiri.Keempat; Setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda, mulai dari yang bersifat intelektual, emosi dan kekuatan pisiknya. Keliam; Setiap manusia memiliki budaya dan tradisi yang berbeda-beda.

Oleh karena itu mewujudkan konsep green economy tidak terlalu mudah dan tidak cukup hanya dapat dibangun dengan membuat kebijakan publik yang pro kepada membangun green economy. Lebih dari itu, diperlukan penyadaran komunal dan perubahan dalam paradigma berfikir dan bertindak. Tantangan tidak ringan karena realitas dalam kehidupan sehari-hari telah terjadi suatu kondisi dimana manusia telah menempatkan hawa nafsu menjadi panglima dalam kehidupan manusia.

Ketika manusia telah menjadi tuhan-tuhan yang sulit dibedakan dari Tuhan sebenarnya. Manakala gemuruh peradaban telah membawa manusia menuju jurang kehancuran yang sangat dalam. Ketika kekayaan, kekuasaan dan popularitas menjadi orientasi kehidupan. Ketika manusia beragama tetapi tidak tahu apa yang seharusnya disembah dan dipujannya, inilah tantangan berat yang harus dijawab dengan penuh kearifan dan kesadaran.

Membangun green economy tidak bisa dilakukan dengan cara saling berhutang dan berpiutang. Tidak pernah akan bisa ditutup dengan sejumlah anggaran tertentu dengan menyediakan belanja negara dan sistem moneter dan fiskal. Yang bisa membiayai pembangunan green economy adalah kalau manusia kembali ke konsep kesucian sebagaimana fitrahnya manusia diciptakan. Oleh karenanya, inilah saat yang tepat bagi manusia untuk menegakkan kembali akal sehat dan hati nuraninya. Tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan manusia dan kemanusiaan di zaman akhir yang semakin gila kecuali kembali manusia kepada kemanusiaan tertinggi sebagaimana Tuhan menciptakan manusia.

Green economy bukan jargon, bukan pula hanya sekedar paradigma. Green economy sejatinya berbicara tentang hakekat hidup dan kehidupan yang lebih bermakna untuk mecari nilai-nilai kemuliaan, baik di sisi Tuhan dan manusia, bumi dan mahluk hidup yang lain. Inilah konsep green economy yang paling komprehensif dan mendasar untuk diwujudkan dan dikembangkan.

Jadi sekali lagi bukan hanya sekedar berbicara tentang standardisasi dan regulasi teknis yang ujung-ujungnya hanya akan dipakai alat perintang dalam dunia perdagangan dan investasi.ketika berbicara tentang green economy. Tidak! Sekali lagi tidak seperti itu. Green economy berbicara tentang akomodasi tata nilai yang terkandung dalam agama, perilaku manusia, keteladanan, policy dan progam yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS