Impor Sebagai Pelengkap

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

DARI sisi penawaran, impor barang yang dilakukan suatu negara pada umumnya dimaksudkan untuk menambah pasokan barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akibat produksi nasional dinilai tidak mencukupi. Berdasarkan data makro, secara agregat nilai impor barang dan jasa yang masuk ke Indonesia dibandingkan dengan besarnya nilai produksi yang diukur berdasarkan nilai PDB, hanya kurang dari 30% tiap tahun.

Artinya, barang dan jasa impor dibandingkan nilai PDB-nya masih kita anggap wajar dan masih dapat dikategorikan bahwa posisi impor masih bisa dikatakan hanya sebagai pelengkap dari produksi nasional. Kalau sampai terjadi pasokan barang menjadi berkurang dan jika impor tidak dilakukan dengan segera, maka dampaknya akan berakibat pada naiknya harga dan pada ujungnya menyebabkan terjadinya inflasi.

Indonesia yang hari ini memiliki cadangan devisa sekitar US$ 105 miliar harus bisa mengelola kegiatan impornya jangan sampai peran dan fungsi impor sebagai pelengkap bergeser menjadi yang utama sehingga akan menguras penggunaan cadangan devisa. Yang menjadi pertanyaan apakah pemerintah bisa mengendalikan impor agar fungsi dan perannya tetap sebatas sebagai pelengkap?

Hal yang harus difahami bila impor kita posisikan sebagai pelengkap adalah bahwa impor dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan barang dan bahan yang belum diproduksi di dalam negeri. Di luar itu pada dasarnya impor tidak diperlukan,kecuali kalau pada satu waktu terjadi kelangkaan pasokan, maka impor harus segera dilakukan agar harga tidak bergerak naik.

Bagaiamana kondisinya ketika perdagangan bebas tidak lagi ada pembatasan impor maupun ekspor apakah pemerintah masih bisa mengambil kebijakan untuk menetapkan impor pada dasarnya hanya sebagai pelengkap. Semua tergantung dari sikap pemerintah itu sendiri untuk dapat menjawabnya karena banyak faktor yang harus diperhitungkan.

Beberapa faktor yang akan menjadi timbangan utama pasti terkait dengan posisi Indonesia yang telah menerapkan kebijakan ekonomi terbuka dan menerima azas perdagangan bebas. Hal yang lain adalah faktor sejauh mana pemerintah melalui instrumen kebijakan yang dikuasainya dapat berhasil meningkatkan kapasitas produksi dan produktifitas nasional sehingga Indonesia memiliki leveraging yang memadai untuk menjadi pusat produksi dan distribusi, baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor.

Faktor selebihnya adalah tergantung sikap dan gaya hidup masyarakat luas khususnya golongan kelas menengah ke atas bisa mengendalikan pola konsumsinya dan tidak royal membelanjakan uangnya untuk membeli barang impor dan menggantinya dengan membeli barang buatan dalam negeri.

Ketiga faktor tersebut yang akan banyak mempengaruhi keberhasilan pemerintah dalam mengelola kebijakan impornya. Para tokoh nasionalis pasti akan bersikap bahwa sebaiknya Indonesia tidak menjadi negara pengimpor. Indonesia harus bisa berdikari dalam menyediakan segala macam produk yang diperlukan masyarakatnya. Yang lebih moderat dan berfikiran realistis mempunyai pandangan sendiri,yaitu mustahil impor dapat dihapuskan karena pasti tidak semua barang dapat dihasilkan di dalam negeri.

Kelompok moderat ini yang menghendaki agar impor barang dan bahan sebaiknya hanya sebagai pelengkap untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga. Kelompok lain adalah penganut rezim perdagangan bebas yang menganut mainstream ekonomi liberal yang mindsetnya berfikirnya adalah dengan melakukan perdagangan bebas, efisiensi ekonomi akan meningkat dengan sendirinya.

Impor tidak boleh dihambat kecuali dilakukan secara tidak fair dan atau ilegal. Melihat fenomena yang seperti ini maka sikap kita tidak boleh berada di wilayah abu-abu. Pemerintah dan DPR harus mempunyai pandangan yang sama tentang postur kebijakan impor Indonesia ke depan. Dalam jangka menengah, sebaiknya Indonesia tetap menganut kebijakan yang lebih moderat, yakni impor tetap kita perlukan tetapi hanya sebagai pelengkap.

Namun harus dibarengi dengan pelaksanaan kebijakan yang efisien untuk meningkatkan kapasitas produksi dan produktifitas nasional dan meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri. Ke depan diharapkan ekspor Indonesia harus semakin terdiversifikasi baik produk/pasarnya dengan harga dan kualitas yang bersaing sehingga ratio antara ekspor terhadap PDB makin membesar.

Sekarang ini rationya hanya sekitar 25-26% terhadap PDB.Ini menggambarkan Indonesia memiliki problem yang paling fondamental,yaitu ekonominya high cost,sehingga daya saing produk nasional di pasar dalam negeri maupun ekspor lemah dan hal ini yang menyebabkan barang impor membanjiri pasar dalam negeri,khususnya barang konsumsi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS