Industri Agro Nasional Unggul di Tingkat Global

Loading

DISKUSI – Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto didampingi (dari kiri) Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Willem Petrus Riwu, Sesditjen Industri Agro Enny Ratnaningtyas, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Abdul Rochim menjadi narasumber pada Diskusi Ditjen Industri Agro Kemenperin dengan Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, 17 Mei 2017.-tubasmedia.com/sabar hutasoit

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Industri Agro punya peran besar dalam memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Beberapa sektornya juga telah memiliki daya saing yang tinggi di tingkat global. Peluang pengembangan industri agro di Indonesia untuk masa depan masih cukup menjanjikan.

“Potensi tersebut karena kita dianugerahi letak geografis yang strategis termasuk dilalui oleh garis khatulistiwa, sehingga seperti sawit, tebu, kopi dan kakao dapat tumbuh subur,” kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto di Jakarta, Rabu (17/5).

Menurut Panggah, pengembangan industri agro sangat ditentukan oleh eksistensi pengelolaan sektor hulunya, antara lain dari perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan dan kehutanan.

“Kalau sektor-sektor hulu ini tidak berkembang secara efisien, maka akan mempengaruhi sektor hilirnya juga menjadi tidak efisien. Jadi, tidak bisa berdiri sendiri,” tuturnya.

Pada triwulan I tahun 2017, pertumbuhan industri agro mencapai 6,33 persen atau melebihi pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sebesar 4,71 persen. Pertumbuhan tersebut, salah satunya disumbang terbesar dari industri makanan dan minuman yang mencapai 8,15 persen.

“Kemudian, kontibusi industri agro terhadap PDB industri pengolahan non-migas sebesar 45,81 persen. Nilai investasi PMDN sekitar Rp14,69 triliun dan PMA sebesar USD 600 juta, serta nilai ekspor mencapai USD12,12 miliar,” ungkapnya.

Panggah menyebutkan, posisi unggul Indonesia dari sektor industri agro, di antaranya adalah produsen sawit nomor 1, produsen kakao nomor 3, serta produsen pulp dan kertas nomor 6 di dunia.

“Bahkan nilai ekspor minyak sawit mentah dan turunannya mencapai USD20 miliar, terbesar dari single commodity lainnya,” ungkapnya.

Namun demikian, beberapa sektor industri agro nasional menghadapi tantangan dari isu negatif di tingkat internasional. Misalnya, resolusi sawit yang dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa.

“Gangguan ini bersifat politis untuk membendung kinerja ekspor sawit Indonesia yang terus tumbuh positif,” tuturnya.

Untuk itu, lanjut Panggah, pihaknya akan mengadakan pengkajian mengenai dampak resolusi tersebut terhadap pertumbuhan industri hilirya di Indonesia.

Kemenperin juga telah berpartisipasi secara lintas kementerian dalam menyiapkan narasi tunggal mengenai posisi Pemerintah Indonesia yang berisi fakta-fakta dari perkebunan dan industri kelapa sawit dalam negeri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.(sabar)

 

CATEGORIES
TAGS