Infastruktur Digital dan Perilaku Perjalanan

Loading

images
Oleh: Efendy Tambunan

MACET parah di sejumlah ruas jalan menuju luar Jakarta pada tanggal 24 dan 25 Desember 2015 memberikan sinyal kuat betapa jaringan jalan raya tidak lagi sustainable.

Sejumlah upaya sudah dilakukan, antara lain mengembangkan geometrik jalan, membangun jalan tol baru dan fly over, tetapi itu hanyalah solusi jangka pendek. Faktanya, pertumbuhan jaringan jalan tidak mampu mengejar pertumbuhan jumlah kendaraan.

Kendaraan pribadi tetap menjadi pilihan karena menawarkan fleksibilitas, point to point, lebih nyaman dan aman, sementara kualitas pelayanan kendaraan umum masih mengecewakan. Dampaknya, kemacetan semakin meningkat karena kendaraan pribadi membebani jaringan jalan dan menyebar merata tanpa mengenal waktu.

Macet mengakibatkan stres, kebugaran tubuh menurun, wasting time, emisi gas buang meningkat dan percepatan depresiasi kendaraan. Mengurangi jumlah pergerakan lalu lintas akan mengurangi kemacetan. Pembangunan transportasi umum masal dan bekerja berbasis IT (nirkantor) menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.

Aktivitas berbasis digital

Graham dan Marvin (1996) mengatakan bahwa perkembangan IT dapat dimanfaatkan untuk mendukung berbagai kegiatan seperti belajar jarak jauh dan berbelanja secara online tanpa harus melakukan perjalanan ke toko. Gould dan Golob (1998) mengatakan bahwa belanja online hanyalah bersifat melengkapi bukan menggantikan metode belanja secara tradisional.

Pola belanja online bersifat subsitusi dan dipengaruhi oleh faktor sosioekonomi. Belanja online dilakukan seseorang karena orang tersebut memiliki keterbatasan waktu atau bekerja secara full time. Selain alasan keterbatasan waktu, menurut penulis, orang belanja online karena harga produk yang ditawarkan atau dijual lebih murah dari toko tradisional dan kondisi jalan raya yang sering macet.

Menurut Yustina Niken dkk dalam Jurnal Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT, 2015), kegiatan belanja online berpengaruh signifikan terhadap perjalanan belanja seseorang. Belanja online dapat mengurangi jumlah perjalanan belanja sehingga dapat dijadikan salah satu strategi manajemen permintaan transportasi.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa belanja online lebih didominasi produk fashion dan elektronik dengan harga kurang dari Rp 500.000,- dengan tingkat pendidikan diploma atau S1, dan kebanyakan di rentang usia 25-40 tahun. Metode pembayaran yang digunakan oleh konsumen dalam belanja secara online, kartu kredit 24% dan kartu debit 67% dan transfer rekening bersama (COD) 9%.

Timbul pertanyaan, mengapa produk yang dibeli dengan harga kurang dari Rp. 500.000,-? Menurut dugaan penulis, belanja produk secara online lebih berisiko dibanding dengan belanja langsung ke toko atau mal.

Pada umumnya belanja online lebih banyak dilakukan kelas menengah atas dengan tingkat pendidikan minimal diploma. Kelas menengah bawah lebih menyukai belanja ke pasar tradisional dengan harga produk yang lebih murah sambil berbelanja kebutuhan sehari hari.

Rentang usia 25-40 tahun merupakan usia produktif dimana para pekerja mempunyai keterbatasan waktu belanja ke toko atau mal. Pada rentang usia tersebut, banyak wanita terpaksa harus mengundurkan diri dari tempat bekerja karena harus mengurus anak di rumah. Banyak diantara mereka melakukan aktivitas bisnis online dari rumah sambil menjaga anak dan sambil menambah penghasilan keluarga (produsen atau reseller) atau belanja barang secara online tanpa harus meninggalkan rumah dan anak.

Metode pembayaran dengan kartu kredit lebih banyak untuk membeli tiket pesawat, kartu debit untuk belanja produk fashion dan elektronik, sedangkan rekening bersama digunakan supaya konsumen yang berbelanja secara online terhindar dari praktek penipuan.

Dengan tersedianya infrastruktur telekomunikasi yang mendukung teknologi GSM generasi ke empat, memungkinkan banyak jenis pekerjaan kantor dapat dikerjakan di rumah. Kedepan, para karyawan pergi ke tempat kerja bukan lagi melakukan pekerjaan rutin tetapi hanya bersifat koordinasi sehingga beban jaringan jalan dapat berkurang.

Pada masa datang, jumlah pergerakan kendaraan diharapkan tidak meningkat eksponensial atau minimal jumlahnya meningkat melandai karena kendaraan yang berada di jaringan jalan hanyalah kendaraan angkutan barang dan kendaraan pribadi untuk tujuan rekreasi, interaksi sosial atau koordinasi.

(Penulis: Dosen Teknik Sipil UKI, Alumni ITB dan Uni. Karlsruhe, Pendiri Toba Borneo Institut)

CATEGORIES
TAGS