Kawasan Danau Toba Sebaiknya Ditangani Badan Otorita

Loading

Laporan: Redaksi

Dr. R.E. Nainggolan

Dr. R.E. Nainggolan

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Kawasan Danau Toba sebaiknya ditangani oleh badan otorita yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Pembentukan otorita itu tidak cukup dengan peraturan pemerintah (PP), karena kewenangan kabupaten-kabupaten di kawasan danau itu ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Tokoh masyarakat asal Sumatera Utara, Dr. R.E. Nainggolan, dalam wawancara dengan tubasmedia.com, Rabu (25/9), mengemukakan, sudah lama ia menyuarakan pembentukan otorita tersebut, dengan harapan, pengelolaan pariwisata di kawasan Danau Toba lebih terpadu. Mantan Sekwilda Sumut dan mantan Bupati Tapanuli Utara itu, menekankan, payung hukum pembentukan otorita dimaksud harus undang-undang.

Seperti diketahui, kawasan Danau Toba masuk wilayah beberapa kabupaten di Sumatera Utara, antara lain, Simalungun, Tanah Karo, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa, Samosir, dan Dairi.

Selanjutnya R.E. Nainggolan, biasa disapa RE, mengatakan, untuk pengembangan pariwisata Danau Toba, promosi seharusnya lebih intens dan luas, melalui media konvensional (cetak dan elektronik) maupun media internet termasuk jejaring sosial, baik nasional dan terutama internasional. Selain itu, perlu diselenggarakan lomba atau festival bertaraf internasional sebagai bagian dari event Pesta atau Festival Danau Toba, misalnya, lomba solu bolon (perahu besar), festival kain tradisional, dan balap sepeda (Tour de Toba).

Selain itu, yang paling penting, Festival Danau Toba harus fokus dengan tema tertentu, yang digarap secara profesional dan maksimal. Misalnya, diisi dengan lomba perahu tingkat internasional. Lomba itu saja yang fokus digarap, disiapkan secara profesional dengan standar internasional.

Dikemukakan, hendaknya tidak seperti saat ini, begitu banyak jenis kegiatan yang harus ditangani oleh panitia. Wajar saja, mereka jadi sulit mempersiapkannya secara maksimal, karena begitu banyak beban kegiatan. Akan berbeda ceritanya jika yang dibuat itu, fokus, misalnya hanya satu jenis festival, apakah itu festival solu bolon, gondang, tour de Toba, atau kain tradisional. Hanya satu festival, tetapi dibuat “mendunia” dalam arti berskala internasional, diikuti peserta dari seluruh dunia.

Soal Koordinasi

Mengenai koordinasi penyelenggara festival dengan pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah kabupaten lainnya, RE mengemukakan, koordinasi itu gampang diucapkan, tetapi susah untuk dilaksanakan. Namun, sesungguhnya, baik-tidaknya koordinasi amat bergantung pada penyelenggara negara, baik di pusat maupun daerah. Lebih jauh lagi, sangat bergantung pada personel pejabat yang bersangkutan. Kemampuan berkomunikasi yang baik, sedikit banyaknya akan dapat mengatasi persoalan koordinasi seperti itu.

Ia mengatakan, Sumut memiliki banyak objek pariwisata yang potensial, apakah itu wisata budaya, sejarah, alam, agama, lingkungan, kuliner, dan lainnya. Artinya, Sumatera Utara memiliki potensi pariwisata yang utuh dan lengkap, namun karena kurangnya perhatian pemerintah, khususnya pemerintah pusat, dan terutama sekali dukungan infrastruktur, tidak bisa menjadi andalan untuk menjaring wisatawan.

Mengenai kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba, menurut RE, sudah pada taraf yang mengkhawatirkan. Tanpa lingkungan penyangga yang terjaga dengan baik, Danau Toba tidak saja akan kehilangan pesona keindahan, tetapi juga kehilangan debit air yang membuatnya semakin gersang dan tidak menarik untuk dikunjungi.

Oleh karena itu, ia menyarankan diadakan revitalisasi. Dengan revitalisasi yang menyeluruh, potensi Danau Toba bisa dibangkitkan seperti masa keemasannya dulu. “Saya mengapresiasi gerakan Toba Go Green yang dilaksanakan oleh Kodam I/BB yang menurut saya merupakan titik awal dari kebangkitan kembali pelestarian lingkungan di kawasan Danau Toba, setelah mengalami perusakan yang sangat masif, selama ini,” katanya. (ender)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS