Kebijakan Menghapus Bus Reguler tidak Tepat

Loading

Oleh : Anthon P Sinaga

Ilustrasi

JAKARTA – Soal kemacetan lalu lintas masih terus menghantui warga kota di Jabodetabek setiap hari. Sulit menentukan pilihan untuk bisa cepat sampai ke tujuan. Apakah naik angkutan umum reguler, bus khusus transjakarta, kendaraan pribadi, sepeda motor ataukah naik angkutan kereta api. Semuanya berisiko tinggi, dan hambatan-hambatan di jalan raya pun sama banyaknya.

Untuk mengurai kemacetan, berbagai kebijakan perlu dikaji ulang, termasuk rencana perjalanan bus transjakarta melawan arus. Yang paling utama dipikirkan adalah, bagaimana mengurangi kendaraan pribadi dan memberikan lebih banyak pilihan sarana dan prasaraan angkutan umum bagi masyarakat.

Untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, tentu harus memperbanyak jumlah angkutan umum, baik moda maupun frekuensinya. Bukan menempuh kebijakan yang sebaliknya, seperti kebijakan di jalur bus transjakarta koridor IX Pinang Ranti- Pluit, justru angkutan umum reguler Mayasari Bhakti dan PPD yang dikorbankan untuk memberi keleluasaan bagi kendaraan pribadi. Seharusnya, kendaraan pribadilah yang harus dikorbankan agar berpindah ke angkutan umum.

Kebijakan Dinas Perhubungan DKI menghapuskan angkutan bus reguler yang bersinggungan dengan jalur bus transjakarta, sebenarnya tidak tepat, atau paling tidak belum tepat pada saat ini. Pelayanan angkutan bus transjakarta belum sempurna, seperti halte yang terbatas dan armadanya pun belum memadai. Justru pilihan angkutan umum yang harus diperbanyak, dengan bus transjakarta dan bus reguler, sepanjang rute tersebut. Hal itu akan menarik minat calon penumpang untuk meninggalkan kendaraan pribadi. Katakanlah, penumpang berdasi (seperti dirancang semula-red) bisa naik bus transjakarta dan yang tidak berdasi naik bus reguler. Yang penting, operasional bus reguler betul-betul diawasi dengan sanksi tegas, baik kelayakan kendaraan dan awak bus yang harus taat aturan, tidak ngetem dll.

Soal memperbanyak pilihan angkutan ini, berkaitan pula dengan menegakkan kembali Pola Angkutan Umum yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Yakni, keteraturan pembagian daerah operasional, menurut jenis angkutan umum besar, sedang, dan kecil, serta sistem jaringan trayeknya. Hal itu bisa diatur dengan penerbitan izin usaha, izin operasi atau izin trayek, serta kewajiban pengujian kendaraan (kir) yang ketat dari Dinas Perhubungan setempat. Usia kendaraan angkutan umum juga perlu dibatasi.Yang tidak memenuhi syarat dan tidak termasuk dalam Pola Angkutan Umum, harus dilarang beroperasi di jalan raya.

Pola Angkutan Umum ini harus disosialisasikan kepada masyarakat untuk bisa memilih angkutan umum sesuai kebutuhannya, seperti jenis bus besar/sedang/kecil, trayek atau jurusan, jaringan operasional dan terminal untuk ganti jurusan. Pengelola bus besar, mikrobus/metromini, mikrolet dan angkutan kota (angkot) yang lebih kecil, harus betul-betul didisiplinkan dan diharuskan menjaga kredibilitasnya sebagai angkutan penumpang yang andal. Hal ini menjadi tugas penting dari Dinas Perhubungan.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS