Keluarlah dari “Sarang Labah-labah”

Loading

Oleh : Fauzi Aziz

ilustrasi

SEBENTAR lagi, Indonesia akan mempunyai presiden dan wakil presiden baru. Kita harapkan pemimpin baru dapat membawa banyak perubahan yang bersifat mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semoga pemimpin kita yang baru bisa melepaskan baju kepartaiannya dan mampu melepaskan diri dari segala macam belenggu kepentingan yang pada akhirnya tidak lagi bersikap netral dan independen.

Harapan ini kita sampaikan, karena sekali tidak bisa bersikap netral, maka pemimpin kita akan terganggu atau terhambat, dan bahkan bisa kesrempet di sana-sini. Selamanya akan terjebak pada konflik kepentingan yang berkepanjangan sampai masa akhir periode jabatannya. Pada ujungnya mereka hanya akan dikenang sebagai pemimpin yang hanya mencukupi kebutuhan dan keinginan kelompok kepentingan yang merasa berjasa mendukungnya.

Kelompok kepentingan itu bisa datang dari dalam dan luar negeri. Dan dalam beberapa hal, pasti ada yang mempermaklumkan bahwa fenomena semacam itu lumrah saja terjadi di negara mana pun. Oleh sebab itu, sebagai pemimpin rakyat perlu punya sikap yang adil dan bijaksana. Sikap demikian tepat untuk cara pandang dan cara kerja pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat. Kepentingan rakyat adalah yang utama dan pertama harus diurus, bukan kepentingan kelompoknya. Pemimpin yang gagal adalah yang mengabaikan kepentingan rakyat secara keseluruhan di seluruh wilayah tanah air.

Program Pemerataan

Kalau nanti selama periode lima tahun kepemimpinannya tetap menghasilkan ketimpangan antarsektor, antarkelompok pendapatan, dan antarwilayah, maka mereka kita anggap tidak mampu melakukan perubahan yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, alias dinilai tidak berhasil. Atau jika total PDB ekonomi sebesar 50% lebih disumbang oleh Pulau Jawa, maka berarti progam pemerataan bisa dinilai tidak berjalan alias tidak berhasil melaksanakan progam pemerataan pembangunan, sebagaimana yang sering digaungkan dalam kampanye politik.

Dalam perspektif ekonomi, kita harapkan pada postur pertumbuhan ekonomi terjadi sebuah pergeseran yang masif, dalam pengertian tidak lagi hampir mendekati 60% disumbang oleh belanja konsumsi rumah tangga, tetapi lebih dominan disumbang sektor investasi (sekitar 40%) dan ekspor (harus lebih besar dari 50%), karena terhitung mulai akhir 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah diimplementasikan.

Dalam posisi yang demikian, seluruh tatanan kehidupan masyarakat harus berdaya saing. Pemerintah yang baru bisa mengambil kebijakan strategis yang bersifat implementatif untuk melaksanakan misi membangun daya saing ekonomi nasional. Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika rakyat Indonesia berharap ketika seseorang sudah terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, postur, kerangka pikir dan kerangka tindaknya harus bersikap negarawan, bukan partisan, untuk menjaga marwahnya sebagai pemimpin bangsa dan negara yang independen, adil, dan bijaksana. Mereka harus bisa melepaskan diri dari “sarang laba-laba” praktik politik transaksional.

Semoga dengan dipimpin oleh pemimpin Indonesia yang baru, kehidupan seluruh rakyat dalam berbagai profesi terlindungi secara proporsional. Rakyat semakin merasa di-wongke hidup di negerinya sendiri daripada sekadar ngewongke bangsa lain, karena alasan kita butuh modal asing. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS