Keterlaluan, Impor Singkong

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Sungguh keterlaluan Indonesia menunjukkan ketidakmampuannya ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan impor singkong dari China dan Vietnam pada dua bulan terakhir tahun 2012. Padahal sebelumnya Indonesia sempat menghentikan impor singkong pada semester II tahun lalu.

Menurut anggota DPR dari PDI Perjuangan Sukur Nababan sangat tidak pofesional karena memang tidak ada sinergi antar departemen dan tidak mempunyai data mengenai hasil bumi di Indonesia. “Ketika ada permintaan dengan mudahnya melakukan impor tanpa ada koordinasi terlebih dahulu,” katanya kepada tubasmedia.com, di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Hal ini, tambah Sukur bukan hal yang baru dan sudah lama terjadi di negeri ini. Namun persoalannya, pemerintah seolah tidak peduli dengan kejadian impor tersebut, mulai dari beras, buah, gula, ketan dan lain-lain. Ini juga bukan hal yang aneh dan merupakan problem secara umum, namun karena tidak adanya data fix mengenai produksi di Indonesia termasuk data kebutuhannya, akhirnya tidak ada kebijakan yang pasti dan merugikan masyarakat petani.

Seperti diketahui, pada bulan April dan Mei 2012, sebanyak 5.057 ton singkong asal China dengan nilai US$ 1,3 juta masuk ke tanah air. Impor ini kemudian berhenti pada bulan Mei. Kmudian, pada Mei impor singkong dilakukan dari Vietnam, sebanyak 1.342 ton dengan nilai US$ 340 ribu. Dengan demikian, sepanjang tahun ini, negara telah mengimpor singkong sebangan 6.399 ton dengan nilai US$ 1,6 juta dari kedua negara tersebut.

Sebelumnya, berdasarkan data BPS juga sejak Juli-September tidak ada lagi impor singkong dari negara manapun yang masuk ke pasar Indonesia. Impor singkong tersebut terjadi hanya sampai bulan Juni 2011. Soal data impor singkong sempat menuai kontroversi. Data BPS bulan Juni, terlihat ada impor singkong sebesar 2,7 ton dengan nilai US$ 20,6 ribu dari Italia. Sementara sebelumnya terdapat impor singkong sebanyak 2,9 ton dengan nilai US$ 1,3 ribu dari China.

Masalah ini disebut Sukur sungguh ironis karena di beberapa daerah masih kaya akan singkong, dan bahkan menjadikan singkong sebagai makanan pokok, koq malah mengimpor singkong dari luar negeri. “Kalau dari China sebanyak 5.057 ton dengan seharga USD 1,3 juta,” katanya.

Dengan masuknya impor singkong dari Vietnam dan China tersebut, menandakan pemerintah tidak mampu melindungi petani dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraannya. Alokasi APBN untuk petani masih sangat kecil, setiap tahun rata-rata hanya 1,3 persen dari total APBN. Pada tahun 2012 hanya Rp 17,8 triliun saja. “Pemerintah tidak memiliki political will terhadap pembangunan pertanian,” tegasnya.

Diimpornya singkong dari China oleh Indonesia, adalah sebagai bukti tidak adanya koordinasi antarmenteri dari masing-masing kementerian terkait. Andaikata koordinasi itu hidup dan berjalan secara optimal, impor singkong tidak akan mungkin terjadi. Jadi ini semua hanya karena kurang solidnya para menteri.

Hal itu dikatakan anggota DPR Komisi VI, Lili Asdjudiredja menjawab Tubas tentang pemberitaan impor singhkong yang dilakukan pemerintah Indonesia. ‘’Sangat disesalkan, koq singkong harus diimpor,’’ kata Lili pekan silam.

Menurutnya, adalah sangat aneh jika Indonesia masih harus mengimpor singkong. Apapun alasannya, lanjut Lili, tidak bisa diterima akal sehat kalau Indonesia impor singkong. Pasalnya, singkong di Indonesai bisa tumbuh dan berkembang dimana-mana.

Lili mengakui kalau kebutuhan singkong di dalam negeri cukup tinggi, khusunya untuk kebutuhan industri. Namun untuk memenuhi kebutuhan itu bukan berarti harus impor, melainkan pemerintah harus mendorong masyarakat untuk menanam singkong. ‘’Ini potensi yang perlu dikembangkan,’’ lanjutnya.

Disebutkan bahwa tiga kementerian masing-masing Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian kalau saling koordinasi membicarakan singkong, impor tidak perlu dilakukan.

Kalau ketiga kementerian itu saling koordinasi sekitar singkong, Lili yakin impor tidak perlu dilakukan. ‘’Tapi karena saling masa bodoh, yah beginilah jadinya,’’ jelasnya.

Klimpungan

Sementara dari Yogyakarta dilaporkan dengan masuknya singkong dari Cina dan Vientnam ke Indonesia aan menyisihkan para petani dan pedagang singkong lokal yang rata-rata mampu memenuhi permintaan pasaran nasional. Banyak singkong di daerah Dlanggu, Klaten, Boyolali yang dibuat gaplek dan kemudian diproses menjadi tepung.

Para petani singkon pada tahun 2011 mampu memenuhi permintaan pasaran nasional dan pasar Asean, kata seorang petani dan pedagang singkong di Yogyakarta. Parmin dan Slamet mampu menyetor ber ton-ton singkong di pasar singkong Karangkajen Yogyakarta. Bila singkong lokal diadu dengan singkong asal Cina dan Vietnam sudah pasti pasaran singkong lokal bakal kehilangan jati diri.

Menurut para pedagang kualitas singkong Indonesia pada umumnya dan Jateng dan DI Yogyakarta khususnya tidak kalah dengan singkong impor. Singkong Indonesia terkenal legit dan kenyal bila sudah dijadikan bahan makanan. Sementara menurut pengakuan konsumen singkong dari Cina dan Vietnam gembur dan kandungan airnya lebih banyak. Hal itu sudah pernah dicoba para konsumen singkong yang berada di Yogyakarta.

Para petani dan pedagang singkong mempertanyakan singkong bukan kebutuhan utama rakyat Indonesia, kecuali rakyat di daerah tertentu yang biasa mengkonsumsi singkong seperti di Wonosari, Wonogiri, Dlanggu. Sedang di Muntilan dan Magelang singkong dijadikan getuk dan di Yogyakarta dijadikan camilan. “Kalau masyarakat Indonesia melirik singkong impor sudah bisa dipastikan para petani dan pedagang singkong asli bumi Indonesia pada klimpungan” katanya. (aru/bani/sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS