Komoditas Pertanian dan Infrastruktur

Loading

Oleh: Efendy Tambunan

ilustrasi

ilustrasi

MELAMBUNGNYA harga-harga buah impor akhir-akhir ini membawa berkah bagi petani buah lokal. Buah lokal membanjiri pasar swalayan dan tradisional dengan harga kompetitif. Petani Indonesia harus segera berbenah supaya komoditas pertanian Indonesia mampu bersaing dalam Pasar Tunggal ASEAN.

Namun selama ini buah lokal selalu kalah bersaing dari buah impor, baik kualitas, harga maupun dari kontinuitas pasokan. Hingga saat ini, sebagian besar petani menanam buah dengan cara tradisional sehingga produk buah yang dihasilkan tidak memenuhi standar internasional. Alhasil, buah impor membanjiri pasar swalayan dan tradisional.

Berbeda dengan petani luar negeri, mereka melakukan pola pertanian modern mulai dari rangkaian proses pembibitan, penanaman, perawatan, pemetikan, hingga pengemasan. Semua rangkaian proses ini berstandar internasional. Proses pengepakan dan pengangkutan buah hingga ke negara tujuan ekspor sangat diperhatikan sehingga kualitas buah di negara tujuan sama dengan di negara asal.

Selain melakukan proses tersebut di atas, kualitas buah impor terus ditingkatkan melalui riset supaya buah yang dihasilkan lebih berkualitas dan harganya kompetitif. Di pasar swalayan dan tradional sangat mudah membedakan buah impor dan lokal. Buah impor mempunyai tampilan menarik, bersih, kulit dan warnya menarik dan ukurannya konsisten. Hasilnya, buah impor lebih diminati konsumen dan buah lokal menjadi pilihan kedua atau tamu di negeri sendiri.

Pada saat ini, masyarakat mulai sadar pentingnya gaya hidup sehat. Meningkatnya kesadaran ini mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat mengonsumsi buah. Hal Ini menjadi peluang besar bagi pasar buah lokal. Selain itu, pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya daya beli masyarakat akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap permintaan buah lokal.

Sebagai negara tropis dan kontinental, Indonesia diberkahi dengan tanah subur dan beragam jenis buah di setiap daerah atau pulau. Jarak dari lokasi sentra pertanian ke lokasi konsumen sangat menentukan harga produk pertanian di tingkat petani. Semakin jauh jaraknya, harga produk pertanian di sentra pertanian semakin murah. Artinya, biaya transportasi sangat memengaruhi harga komoditas di tingkat petani.

Sebagai contoh, buah pala banyak tumbuh di Kepulauan Maluku dan Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Buah pala dari Kepulauan Maluku dan daerah lainnya bentuknya bulat dan dari Fakfak bentuknya lonjong. Ketika penulis melakukan survey ke Fakfak, petani pohon pala tidak melakukan rangkaian proses pembibitan, penanaman, perawatan, pemetikan, hingga pengemasan.

Proses pembibitan pohon pala melalui kotoran burung yang memakan buah pala. Ajaibnya, tunas pohon pala dapat tumbuh hingga besar diatas tanah yang sangat berbatu tanpa sentuhan perawatan dari petani. Pengertian petani buah pala lebih kepada siapa pemilik lahan dimana pohon pala tumbuh.

Para petani memanen buah pala dan buah tersebut dapat diolah menjadi sirup, manisan dan inti buahnya menjadi buah pala yang dijual di pasar swalayan dan tradisional. Masalah utama bagi petani buah pala di Fakfak adalah kepastian pasar, biaya transportasi dan jauhnya lokasi konsumen. Pemerintah Kabupaten Fakfak banyak membantu petani buah pala, tetapi karena sifatnya pendekatan proyek, hasilnya tidak maksimal.

Di ujung barat nusantara terdapat Kacang Sihobuk. Kacang ini sangat terkenal karena rasanya yang enak dan gurih tetapi tidak bisa dipasarkan seperti Kacang Garuda dan Dua Kelinci. Sihobuk adalah nama kampung yang terletak di lintasan jalan Tarutung-Sibolga, Sumut, persisnya antara Desa Pearaja dan Sigompulan. Warga Kampung Sihobuk membuat kacang dimana kacang kulit dipanaskan bersama pasir kemudian diaduk sampai matang.

Mengapa Kacang Sihobuk terkenal enak dan gurih? Pertama, bahan baku kacangnya berkuliatas baik karena kacang yang ditanam di tanah berpasir di wilayah Rura Silindung sangat cocok untuk pertumbuhan kacang. Kedua, proses pengolahan kacang sangat sempurna. Pengolahan kacang dengan pendekatan industri akan mengurangi kualitas kacang.

Di wilayah pedalaman dan terpencil di Kalimantan dan Sulawesi terdapat sentra pertanian yang dapat menghasilkan banyak produk pertanian. Hasil pertanian tidak dapat diangkut dalam skala besar karena buruknya infrastruktur transportasi jalan. Produk pertanian hanya bisa diangkut sebatas kapasitas kendaraan truk ukuran menengah kecil. Selain kapasitas angkutan truk terbatas, frekuensi angkutan juga rendah sehingga para petani tidak dapat menjual produk pertanian mereka dalam skala besar.

Angkutan komoditas pertanian tidak hanya terkendala dengan buruknya prasarana jalan darat tetapi juga tidak optimalnya pelayanan di pelabuhan. Efisiensi pelabuhan rendah karena terbatasnya tonase kapal yang dilayani, rendahnya SDM dan kurang lengkapnya suprastruktur pelabuhan.

Sebagai negara kepulauan, pelabuhan sebagai tempat transit antarmoda memegang peranan strategis. Ironisnya, banyak pelabuhan menjadi sumber inefesiensi angkutan komoditas pertanian dan akhirnya biaya angkut antarpulau meningkat. Perbaikan jaringan jalan dan optimalisasi pelayanan pelabuhan akan meningkatkan efisiensi angkutan dari sentra pertanian ke sentra konsumen. ***

(Penulis adalah Dosen Teknik Sipil UKI dan Direktur Toba Borneo Institut)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS