Luhut: Kalau Menhan Tidak Setuju, Dia Bukan Orang Indonesia yang Paham Kebijakan Pemerintah

Loading

images

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menilai Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, yang berada di bawah kordinasinnya, belum memahami kebijakan pemerintah terkait proses rekonsiliasi 1965.

Menkopolhukam Luhut Panjaitan sudah dipertintahkan oleh Presiden Joko Widodo untuk mencari kuburan massal korban peristiwa 1965, namun kebijakan tersebut tidak didukung Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, yang menyatakan pencarian kuburan massal tidak perlu dilakukan.

“Kalau Menhan tidak setuju dengan pengungkapan kuburan massal, mungkin Menhan belum menangkap apa yang saya mau. Kita kan mau mengklarifikasi fakta, kalau Menhan tidak setuju dengan pencarian kuburan massal, berarti dia setuju dengan data yang menyebutkan bahwa kuburan massal itu ada 400 ribu, kalau saya tidak setuju, karena saya tidak melihat bukti jumlah sebanyak itu.” Kata Luhut di Kantor Kementerian Polhukam, Jakarta, Jumat pagi (20/05).

Luhut menegaskan akan menindak tegas siapapun pihak yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah, dalam proses rekonsiliasi 1965. “Saya tidak merasa ada perlawanan,” katanya.

“Tak apa berbeda pendapat, asalkan jangan melanggar koridor hukum. Kalau melanggar, saya akan tindak, saya tidak peduli siapa dia. Saya bekerja sesuai hukum. Kalau dia (Menhan) tidak setuju dia bukan orang Indonesia yang paham bagaimana kebijakan pemerintah.” ucap Luhut.

Image copyright BBC Indonesia Image caption Simposium tragedi 1965 menyimpulkan keterlibatan negara dalam peristiwa kekerasan terhadap orang-orang yang dituduh anggota atau simpatisan PKI pasca 1965.

Pemerintah juga tidak satu suara dalam menyikapi Simposium 1965. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, mengkritik Simposium 1965. Dalam suatu acara purnawirawan TNI, Jumat (13/05), Ryamizard secara gamblang menolak Simposium Tragedi 1965 yang digelar April lalu oleh pemerintah bersama Komnas HAM, akademisi, dan lembaga penyintas. Saat itu, dia memperingatkan potensi pertumpahan darah.

Menkopolhukam Luhut Panjaitan justru menyatakan Simposium 1965 sengaja digelar untuk menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia melakukan proses penyelesaian masalah hak asasi manusia yang diduga terjadi pada peristiwa 1965. (red)

 

CATEGORIES
TAGS