Masyarakat Ekonomi Indonesia

Loading

index

Oleh: Fauzi Aziz

PER 31 Desember 2015, Indonesia resmi menjadi bagian tak terpisahkan sebagai anggota Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA berdiri di atas tiga pilar utamanya, yakni politik, ekonomi dan budaya. Di bidang ekonomi dibangun atas dasar pilar kerjasama ekonomi dan perdagangan bebas intra Asean.

Bagaimana dengan Masyarakat Ekonomi Indonesia (MEI). Pentingkah semangat yang sama dibentuk dalam konteks ke-Indonesiaan? Penulis berpendapat Indonesia sebagai satu kesatuan sistem ekonomi nasional sudah semestinya bergabung dalam MEI. MEI penting berhimpun untuk melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi kekeluargaan yang efisien, produktif dalam satu semangat kesatuan sistem ekonomi nasional yang dinamika bisnisnya mengikuti kaidah keterhubungan dan konektifitas.

Dalam bahasa manajemen, harus bekerja dengan mengedepan azas kolaborasi. Kita mengenal ada istilah Saudagar Makasar, Saudagar Minang ada pula kita kenal Saudagar Pekalongan dan Saudagar-saudagar lainnya yang ada kepulauan nusantara ini. Mereka hakekatnya adalah sebuah komunitas ekonomi yang selama ini dalam praktek bisnisnya telah menjalankan kerjasama bisnis yang saling menguntungkan.

Saudagar Pekalongan sangat pengalaman dalam memproduksi sarung, batik, garmen dan produk TPT lainnya. Saudagar Makasar/Bugis dan Saudagar Minang adalah piawai dalam berdagang. Pasar Tanah Abang, Tamrin City di Jakarta adalah bursa komoditas dimana produk TPT yang diproduksi Saudagar Pekalongan dipasarkan Saudagar Minang di bursa tersebut sebagai pusat grosir dan pusat perkulakan.

Kapitalisasi pasar dilakukan di kedua bursa tersebut. Hal yang disampaikan ini adalah sekedar contoh ilustratif. Penting disampaikan bahwa MEI memang diperlukan dan patut dipertimbangkan untuk dibentuk di negeri ini sebagai negara kepulauan. Kekuatan ekonomi nasional adalah terletak pada mampunyai MEI sebagai pengejewantahan sebuah gagasan besar menjadikan Indonesia sebagai negara  industri dan bangsa niaga yang tangguh.

Pilarnya sudah ada, tinggal perlu penguatan melalui kebijakan afirmasi dari pemerintah. Perdagangan bebas hambatan antar pulau dan antar daerah bersifat given. Oleh sebab itu, pemerintah membangun infrastruktur darat, laut dan udara karena sistem industri dan sistem perdagangan antar pulau dan antar daerah memerlukan wahana itu agar efisiensi dan produktifitasnya terbentuk di sepanjang proses rantai nilainya.

Nilai tambah di dalam negeri dibentuk oleh MEI yang dapat mengelompok dalam berbagai klaster bisnis sesuai kebutuhan masing-masing. MEI adalah keniscayaan bagi negara sebesar Indonesia yang mempunyai cita-cita ingin membangun kesatuan sistem ekonomi nasional yang kompetitif. Aturan-aturan lokal yang bersifat menghambat memang perlu dirapikan supaya proses bisnis antar pulau dan antar daerah berjalan tanpa ada hambatan.

Pilar politik, ekonomi dan budaya yang kita miliki sebaiknya didedikasikan penuh untuk memperkuat terbentuknya MEI yang tangguh. Fasilitas dan kemudahan harus diberikan sebanyak-banyaknya kepada MEI karena kita sedang bangun sistemnya dan kita tata ulang aturan mainnya agar MEI yang terbentuk mempunyai posisi tawar yang kuat dalam ekonomi regional dan global.

Bisa dikatakan konsep MEI secara sistem sebagai upaya mengkristalisasi konsep “Indonesia Incorporated” yang gaungnya telah memudar. Menjadi aneh dan kesadaran kita perlu digugah kembali bahwa ketika di kawasan regional, Indonesia sibuk ikut bergabung dalam MEA, Trans Pacific Partnership (TPP) atau Regional Economic Cooperation Partner ship (RECP) di dalam negeri yang terjadi justru sebaliknya.

Sebab itu, di dalam negeri harus ada MEI yang bisa kita banggakan sebagai kekuatan “kartel” ekonomi nasional yang bisa bekerja sama secara internasional. Presiden RI adalah CEO MEI karena sistem ekonomi nasional harus terpimpin dan dipimpin. Ekonominya Indonesia memang harus menganut politik ekonomi terpimpin karena terlalu banyak fragmentasi yang terjadi setelah era globalisasi, demokratisasi dan digitalisasi berjalan di negeri ini.

Terjadi loss control di mana waktu kita habis mengurus modal asing, sehingga tidak punyai fokus mengembangkan MEI yang kompetitif. Seakan sistem ekonomi nasional dibiarkan bebas bekerja mengikuti mekanisme pasar. Membangun MEI perlu intervensi pemerintah melalui kebijakan yang bersifat afirmatif. MEI perlu mempunyai “Trading House” dalam beragam fungsi dan perannya untuk membantu UKM/IKM menjadi entitas bisnis yang proper. (penulis adalah pemerhati masalah sosial,ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS