Melanchton Siregar Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

MELANCHTON SIREGAR, salah seorang putra terbaik Indonesia asal Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Perjuangannya dalam bidang pendidikan, pergerakan kemerdekaan, politik, dan pemerintahan, terutama antara 1930 dan 1975, amat menonjol. Berkas usulan anugerah Pahlawan Nasional itu sudah di tangah tim penilai pusat.

Antara lain, Melanchton pernah memimpin pasukan laskar Divisi Panah, mengangkat senjata memerangi penjajah, untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Pada 24 Februari 1974, ia tutup usia, saat masih aktif sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan jenazahnya dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

Kiprah heroik itu terangkum dalam buku Melanchton Siregar Mempertahankan NKRI yang diterbitkan, baru-baru ini, sehubungan dengan pengusulan pejuang tersebut memperoleh gelar Pahlawan Nasional. Isi buku itu, rangkuman hasil tiga kali seminar di Jakarta, Doloksanggul (Humbang Hasundutan), dan Medan, serta bahan pustaka, menggambarkan kepejuangan Melanchton Siregar, yang berawal dari pendidikan, pergerakan kemerdekaan, politik nasional, hingga menjadi negarawan sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan anggota DPA.

Dalam episode perjuangan di medan tempur itu, paling tidak dua kali Melanchton dan pasukannya menghadapi serangan gencar pasukan Belanda, yang menghancurkan markas besarnya. Pertama, ketika markas besarnya di Pematang Siantar, kala itu ibu kota Sumatera Utara, dibom oleh pasukan Belanda. Melanchton selamat dan kemudian kembali menghimpun pasukannya untuk bersatu mencapai kesepakatan, mengungsi ke Tapanuli. Muara pun dijadikan markas besar pasukan Divisi Panah di pengungsian. Mereka bergerak secara bergerilya, sehingga sulit dideteksi oleh pasukan musuh.

Ketika Lintongnihuta dibom pasukan Belanda, karena mengira Melanchton dan pasukannya berada di sana, ternyata pimpinan Divisi Panah itu berada di tempat lain. Ia berada di satu gua, antara Muara dan Pearung, Kabupaten Tapanuli Utara (waktu itu). Keberadaan Melanchton, kelahiran 7 Agustus 1912 di Pearung, sulit dideteksi oleh pasukan Belanda, karena ia dilindungi oleh rakyat, yang bertindak sebagai mata-mata pejuang.

Dengan bantuan penuh rakyat, Melanchton dapat melaksanakan tugas-tugasnya, memimpin pasukan, memasok logistik kepada pejuang dan menjaga perdagangan hasil pertanian rakyat tetap beroperasi. Yang juga tidak kalah penting, Melanchton, yang pada masa perjuangan memakai nama samaran “Partahuluk Raso” (topi yang terbuat dari pandan berduri), mengupayakan roda pendidikan tetap berjalan, sekalipun suasana keamanan tidak mendukung.

Agresi I dan II

Dengan demikian, di bawah kepemimpinan Melanchton, operasi perjuangan rakyat melawan penjajah, dalam agresi pertama dan kedua, berjalan lancar dan berhasil. Pada sisi lain, aktivitas keseharian masyarakat diupayakan berlangsung tanpa gangguan, sehingga perekonomian rakyat tetap tumbuh. Hasil bumi dapat dipasok ke pasar-pasar, kebutuhan pokok penduduk dapat dipenuhi, dan produksi petani tidak sampai membusuk. Pada sisi lain, berkat kepemimpinan yang dekat dengan rakyat, Melanchton dapat memonitor pasukan di lapangan, terutama mereka yang perlu dibawa ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

Dalam suasana yang tidak menentu dan seringkali di bawah desingan peluru, Melanchton, yang pada tahun 1930-an sudah merantau ke Probolinggo, Solo, dan Bandung, untuk menimba ilmu, tetap memberikan komitmen pada kemajuan pendidikan. Ia terus mengajar dan mendorong masyarakat untuk ikut membangun gedung sekolah agar proses mencerdaskan bangsa dapat terus berlanjut. Ia merekrut guru-guru dari bekas muridnya dan tenaga pendidik yang ikut mengangkat senjata. Maka, ketika itu, daerah Tapanuli sudah punya beberapa sekolah dari tingkat sekolah rakyat (SD) sampai sekolah lanjutan atas. Dengan demikian, boleh dikemukakan, sambil berperang, Melanchton tetap mengajar di depan kelas.

Beberapa bekas anak didik Melanchton dan eks tentara pelajar memberikan testimoni mengenai kepahlawanan Melanchton Siregar. Antara lain, Manaek Sihombing menggambarkan perjuangan Melanchton saat memimpin pasukan di daerah Tapanuli sebagai Partahuluk Raso. Rakyat membentuk pos-pos penjagaan, untuk mengintai musuh dan kemudian melapor ke Partahuluk Raso. Maka, pasukan Belanda mulai putus ada dan kemudian membom Lingtongnihuta. Banyak rakyat yang jadi korban, sementara pejuang yang paling dicari tidak berhasil ditemukan.

Manaek juga menggambarkan komitmen Melanchton pada dunia pendidikan. Di tengah perjuangan itu, ia mendirikan Kursus Pendidikan Umum, yang dalam waktu enam bulan mencetak banyak guru sekolah rakyat. Maka persoalan kekurangan guru di tengah suasana perang dapat dipecahkan. Apalagi, Melanchton kemudian beberapa kali memegang jabatan sebagai pembina dan pengelola pendidikan se-wilayah Sumatera Utara.

“Trouble Shooter”

Selepas berkecimpung di bidang pendidikan dan pergerakan kemerdekaan, Melanchton memasuki kancah politik lewat Partai Kristen Indonesia atau Parkindo. Hasil pemilu pertama tahun 1955, mengantarkannya ke Jakarta sebagai anggota DPR, mewakili parpolnya. Selanjutnya, pada periode 1966 – 1972, ia menjabat sebagai Wakil Ketua MPRS-RI dengan ketua, A.H. Nasution. Lewat MPRS, ia menampilkan sosok negarawan, yang mengedepankan kesabaran dan ketabahan.

A.H. Nasution (alm) memuji Melanchton sebagai tokoh yang mengandalkan sifat kesabaran dan ketabahan dalam menyelesaikan masalah pelik dan peka. Seperti diketahui, pada masa itu, tugas-tugas MPRS diwarnai ketegangan politik di Tanah Air. Masa peralihan antara Orde Lama dan Orde Baru penuh ketegangan, yang memerlukan kepemimpinan kuat MPRS. Beberapa masalah pelik dan peka berhasil diselesaikan oleh Melanchton. Lantaran itu, Ketua MPRS A.H. Nasution menjuluki Melanchton sebagai trouble shooter.

Tatkala itu, Nasution berharap generasi-generasi selanjutnya terus melahirkan Melanchton-Melanchton baru, yang diperlukan dalam penegakan demokrasi Pancasila. Kita pun berharap generasi sekarang dan mendatang dapat meneladani perjuangan Melanchton. Oleh karena itu, anugerah Pahlawan Nasional bagi Melanchton Siregar sangat berarti bagi generasi mendatang. Lewat catatan sejarah nasional itu kiprah heroik Melanchton akan dapat dipelajari dan diteladani. (eta)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS