Mengelola Kekayaan Laut

Loading

Oleh: Enderson Tambunan

121114-bb2

PRESIDEN Joko Widodo ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Keinginan itu jelas-jelas dikumandangkan sejak masa kampanye Pemilihan Umum Presiden 2014, beberapa bulan lalu. Yang terbaru, dia kembali menunjukkan perhatian pada maritim dan konektivitasnya dengan “blusukan” di Tianjin, salah satu kota pelabuhan internasional di Tiongkok, Minggu (9/11/2014). Jokowi berada di Beijing sejak Sabtu untuk menghadiri KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), pada 11-12 November 2014.

Peta potensi kelautan kita jelas adanya. Nusantara ini terdiri atas lebih dari 17.000 pulau yang tersebar di wilayah lautan luas. Sekitar 73 persen dari wilayah negara kesatuan Indonesia adalah lautan, yang kaya dengan keanekaragaman hayati. Tidak berlebihan apabila disebutkan, berpaling ke lautan berarti memandang masa depan cerah. Lautan dan maritim akan menjadi sumber devisa tak habis-habisnya, terutama dari transportasi dan perikanan.

Sudah jadi rahasia umum, lautan kita belum dikelola secara optimal untuk kemakmuran masyarakat dan kejayaan bangsa. Berdasarkan data, kontribusi sektor kelautan kita pada produk domestik bruto (PDB) baru sekitar 20 persen. Sementara di sejumlah negara, yang potensi kelautannya tergolong kecil mampu memberikan kontribusi 30 persen untuk PDB.

Tentu banyak yang harus dibenahi untuk mengembangkan sektor kelautan. Sudah sering terdengar kabar infrastruktur kelautan kita untuk meningkatkan konektivitas masih kurang. Umpamanya, untuk meningkatkan ekspor kendaraan bermotor tentu dibutuhkan lebih banyak pelabuhan laut bertaraf internasional. Selama ini eksportir kita hanya mengandalkan Pelabuhan Tanjung Priok, padahal daerah-daerah lain juga punya komoditas unggulan untuk ekspor.

1
2
CATEGORIES
TAGS