Menlu: Indonesia Ingin Perdamaian di Kawasan Laut China Selatan

Loading

250315-menlu

TOKYO, (tubasmedia.com) – Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi mengemukakan, tekanan pernyataan Presiden Joko Widodo, bahwa klaim teritorial China di Laut China Selatan tidak memiliki dasar dalam hukum internasional, adalah bagaimana perdamaian di kawasan itu terwujud.

Kepada wartawan yang mencegatnya di sela-sela mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jepang, Selasa (24/3/2015), Menlu memberikan penjelasan terkait pernyataan Presiden Jokowi mengenai Laut China Selatan, yang dikutip sejumlah media massa.

“Tekanan bagi Indonesia bahwa stabilitas dan perdamaian di kawasan itu terwujud. Jadi, itu yang terus-terus ditekankan Indonesia, dan sebagaimana yang Bapak Presiden tadi sampaikan bahwa satu, Indonesia tidak mempunyai klaim tumpang-tindih apa pun dengan Tiongkok. Itu yang perlu digaris bawahi,” kata Retno kepada wartawan di Hotel Imperial, Tokyo, Jepang, Selasa, seperti dipetik dari laman Sekretariat Kabinet, Selasa malam.

Menurut Menlu, dengan tidak adanya klaim tumpang tindih, membuat kita menjadi lebih mudah untuk bergerak. Sehingga sebagaimana yang disampaikan Presiden, kita dari awal sudah menawarkan menjadi broker atau membantu memfasilitasi, fasilitator, apabila diperlukan.

Menlu menegaskan, dalam rangka menjamin perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut China Selatan terwujud, menjadi kewajiban dari ASEAN untuk terus mendorong implementasi dari declaration of conduct, dan juga segera memulai negosiasi untuk code of conduct (COC).

“Indonesia juga sudah sangat terlibat di dalam pembicaraan-pembicaraan tersebut. Saya kira dengan pernyataan yang disampaikan Bapak Presiden dan saya hanya tambahkan sedikit, message yang kita keluarkan jelas bagi Indonesia stabilitas perdamaian penting. Indonesia siap untuk membantu menciptakan suasana yang stabil dan damai di kawasan,” katanya.

Dikemukakan, pada awal 2010 memang pemerintah Indonesia, dan ini juga dilakukan oleh beberapa negara lain, mengirim surat kepada Sekjen PBB untuk menanyakan mengenai dasar pembuatan nine dot line tersebut.

“Jadi, itu yang dilakukan Indonesia pada tahun 2010. Jadi semuanya sudah jelas, tidak ada salah interpretasi dari apa yang posisi Indonesia terhadap Laut China Selatan,” katanya. (ril/ender)

CATEGORIES
TAGS