Pabrik Pengolahan Garam Senilai Rp 900 Miliar Beroperasi di Gresik

Loading

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan sambutan pada Peresmian Pabrik Pengolahan Garam Industri dan Konsumsi PT. UNIchemCandi Indonesia di Gresik, Jawa Timur, 9 Maret 2018. (tubamedia.com/ist)

GRESIK, (tubasmedia.com) – Kinerja industri nasional akan semakin tumbuh dan berdaya saing apabila ketersediaan pasokan bahan baku bisa terjaga. Garam adalah salah satu bahan baku pokok yang sangat dibutuhkan oleh sejumlah sektor manufaktur untuk menopang keberlanjutan produktivitasnya.

“Jadi, garam mendukung supply chain dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Untuk itu, kami terus mendorong investasi baru atau ekspansi di sektor industri pengolahan garam di Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Peresmian Pabrik Pengolahan Garam Industri dan Konsumsi PT. UNIchemCandi Indonesia di Kawasan Industri JIIPE Gresik, Jawa Timur, Jumat (9/3).

Menperin memberikan apresiasi kepada PT. UNIchemCandi Indonesia atas sumbangsihnya dalam upaya membangun ketahanan pangan nasional melalui pembangunan pabrik pengolahan garam industri dan konsumsi yang berbasis teknologi tinggi. “Ini sejalan dengan program pemerintah, yaitu swasembada garam. Selain itu mampu berkontribusi terhadap perekonomian kita,” tegasnya.

Adanya pembangunan pabrik baru milik PT. UNIchemCandi Indonesia di Gresik, Airlangga meyakini, struktur industri nasional semakin kuat dan dalam sehingga akan mampu kompetitif di pasar domestik maupun ekspor. “Inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia, membuat industri pengolahan di dalam negeri. Apalagi, industri-industri yang menyerap bahan baku garam merupakan sektor andalan,” tuturnya.

Menperin pun mendorong PT. UNIchemCandi Indonesia agar terus memperluas usahanya, bahkan bisa menaikkan kapasitas produksinya hingga 10 kali lipat sehingga dapat memasok permintaan pasar dalam negeri. “Kami mendukung pabrik ini berkembang dan menjadi contoh bagi perusahaan lain,” ujarnya.

Direktur Utama PT. UNIchemCandi Indonesia Unn Harris menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksinya. “Melalui pembangunan pabrik baru ini, kami telah melakukan investasi pengolahan garam dengan proses washing dan refinery,” jelasnya.

Pabrik seluas 8 hektare dengan nilai investasi sebesar Rp900 miliar ini, terdiri dari tiga lini produksi. Dua lini untuk garam pencucian dan satu lini untuk garam rafinasi. Dengan kapasitas terpasang saat ini yang mencapai 300 ribu ton per tahun, PT UNIchemCandi Indonesia merupakan industri pengolahan garam terbesar di Indonesia.

“Rincian kapasitas produksi sekarang, untuk garam rafinasi sekitar 70 ribu ton per tahun, sedangkan garam pencucian sebanyak 180 ribu ton per tahun. Namun, pabrik kami ini bisa diperluas lagi hingga 5 lini dengan total kapasitas produksi mencapai 450 ribu ton per tahun,” ungkapnya. Apabila garam lokal tersedia, PT. UNIchemCandi Indonesia menyerap hingga 200 ribu ton per tahun.

Unn juga menilai, pabrik baru di Gresik ini satu-satunya industri pengolahan garam yang menggunakan teknologi Pure Vacuum Dry (PVD). “Jadi, pabrik ini berbasis teknologi tinggi dan terkini, seperti teknologi OCS, full robotic dan automatic palletizing system untuk menghasilkan garam rafinasi dengan kadar NaCl lebih tinggi dari 99 persen dan dengan kadar impurities yang sangat rendah,” paparnya.

Nilai Tambah Tinggi

Pada kesempatan yang sama, Menteri Airlangga menjelaskan, garam merupakan salah satu komoditas yang strategis karena sangat dibutuhkan dalam semua sektor kehidupan. Bagi manusia, digunakan untuk konsumsi, sedangkan industri guna menunjang proses produksinya, seperti industri kimia, aneka pangan dan minuman, farmasi dan kosmetika, hingga pengeboran minyak.

“Tanpa garam, industri kertas tidak bisa berproduksi. Tanpa garam, kontak lensa tidak bisa diproduksi. Jadi, penggunaannya sangat luas. Bahkan, di Batam, ada perusahaan yang saat ini membutuhkan garam sekitar 2.000 ton,” paparnya.

Menurut Airlangga, kebutuhan garam nasional tahun 2018 diperkirakan sekitar 3,7 juta ton. Jumlah tersebut menjadi tantangan bagi industri pengolahan garam nasional agar bisa memenuhi dari produksi dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan terhadap impor.

“Indonesia memiliki potensi daerah yang perlu dikembangkan menjadi basis produksi industri garam secara intensifikasi, di antaranya adalah di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur,” ungkapnya. Perlu diketahui, kualitas garam yang digunakan oleh industri tidak hanya terbatas pada kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97 persen.

Namun, masih ada kandungan lainnya yang harus diperhatikan seperti Kalsium dan Magnesium dengan maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah. Standar kualitas ini yang dibutuhkan industri aneka pangan dan industri chlor alkali plan (soda kostik). Sedangkan garam yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah, harus mengandung NaCl 99,9 persen.

Airlangga memberi gambaran, industri pengolahan garam mampu berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya, dari impor bahan baku garam sebesar 3,7 juta ton yang senilai Rp1,8 triliun, bisa menghasilkan nilai tambah tinggi hingga menjadi Rp1.200 triliun.

“Kemudian, untuk penyerapan tenaga kerja di industri pengolahan garam dan turunannya sebanyak 3,5 juta orang, serta mampu meningkatkan devisa negara sebesar USD5,6 miliar dari eskpor produk-produk industri yang menggunakan bahan baku garam,” jelasnya.

Menperin menyatakan, pemerintahan di bawah kepempinan Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk semakin menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memudahkan para pelaku industri menjalankan usahanya di Indonesia. “Salah satu upayanya adalah menjaga pasokan bahan baku industri agar tidak terganggu, sehingga indutri bisa lebih ekspansif dan terus menyerap banyak tenaga kerja,” ujarnya.

Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono mengungkapkan, kebutuhan bahan baku garam untuk industri nasional sekitar 3,7 juta ton pada tahun 2018 tersebut, akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP), untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2.488.500 ton.

Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton serta industri aneka pangan 535.000 ton. Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740.000 ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen. (ris)

CATEGORIES
TAGS