Paket Kebijakan Ekonomi Belum Sinkron antara Pusat dengan Daerah

Loading

images
SURABAYA, (tubasmedia.com) – Ekonom memperingatkan lemahnya efektivitas rangkaian paket kebijakan ekonomi tanpa sinkronisasi dan kesinambungan kebijakan antara pusat dan daerah.

Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Aviliani mengatakan hingga saat ini keterkaitan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah masih minim.

“Sekarang memang belum dan masih sebatas keterkaitan keuangan. Seharusnya ada sinkronisasi dan melibatkan daerah,” katanya di sela-sela acara pra-seminar Kongres ISEI, Rabu lalu di Surabaya.

Untuk mempererat keterkaitan dan implementasi kebijakan pusat di daerah, lanjut Aviliani, ISEI akan memberikan beberapa poin rekomendasi pada pemerintah yang dihasilkan dari seminar dan focus group discussion (FGD). Dalam diskusi-diskusi tersebut, ISEI akan mempertemukan pemerintah, pengusaha, dan akademisi.

Pasalnya, selama ini seringkali terdapat perbedaan pandangan di antara ketiga pihak tersebut yang pada akhirnya menghambat implementasi dan kesinambungan kebijakan, termasuk paket kebijakan yang dirilis oleh pemerintah untuk menstimulus perekonomian nasional.

“Meskipun ada political will untuk merombak dan deregulasi, sepanjang tidak ada yang berubah ya tetap sama aja. Kesinambungan pusat dan daerah itu yang saya kira patut kita improve, bagaimana mengawinkan kebijakan sektoral dengan daerah,” tutur Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Mudrajad Kuncoro.

Aviliani menekankan, paket kebijakan yang sudah dirilis memang belum bisa dirasakan dalam jangka pendek. Hal inilah yang kemudian memicu kritisi dari pihak pengusaha. Pasalnya para pelaku bisnis juga membutuhkan kebijakan bersifat jangka pendek yang dapat segera dirasakan dampaknya.

ISEI memandang paket kebijakan yang sudah dan akan dikeluarkan berfokus pada upaya industrialisasi untuk mengurangi ketergantungan perekonomian terhadap ekspor komoditas mentah. Aviliani menuturkan, setidaknya butuh waktu 2-5 tahun untuk meningkatkan peranan industri dalam perekonomian nasional.

Sementara itu Mudradajad menilai ada ketimpangan antara pertumbuhan kontribusi industri terhadap pertumbuhan ekonomi dengan porsi tenaga kerja di sektor tersebut

Kendati persentase industri dalam produk domestik bruto (PDB) sudah berkisar lebih dari 20%, hanya sekitar 11% tenaga kerja yang berkutat di sektor tersebut. Sebagian besar, sekitar 35%, masih berada pada sektor pertanian sementara kontribusi sektor itu terhadap PDB bergerak turun sejak medio 1990-an.

“Struktur industri kita lemah di hulu dan hilir. Keterkaitan dan kemitraan antardidustri masih lemah,” ungkap Mudrajad. (roris)

CATEGORIES
TAGS