Pembentukan Watak

Loading

Oleh : Suharno

ilustrasi

ilustrasi

SETIAP orang/manusia itu tentu memiliki watak. Ada yang wataknya berangasan/kasar, ada yang wataknya lemah lembut, ada yang wataknya pengecut dan sebagainya. Watak itu bagi manusia dapat dibentuk dan pembentukkan watak itu terjadi sejak kanak-kanak. Watak manusia itu dipengaruhi oleh sifat atau bakat dan tabiat.

Sifat atau Bakat

Sifat itu adalah pembawaan dari lahir, jadi orang dilahirkan sudah memiliki sifat-sifat tertentu. Seperti unsur-unsur kimia sudah memiliki sifat-sifat tertentu pula. Manusia dilahirkan sudah memiliki sifat tertentu. Sifat umumnya sukar untuk dirubah, tetapi dengan tekad dan kemauan yang kuat masih dapat dirubah.

Tabiat

Sekarang mari kita menelaah tabiat seseorang. Apakah tabiat itu dan bagaimana terjadinya pada seseorang? Tabiat adalah kebiasaan yang dipupuk mulai manusia dilahirkan. Kalau manusia lahir kita ibaratkan bahan baku, dan orang dewasa kita ibaratkan barang jadi, maka kualitas barang jadi tersebut sangat ditentukan oleh si pengolah bahan baku tadi. Selain kualitas bahan bakunya sendiri.

Kualitas, bahan jadi atau dalam hal ini orang dewasa, itulah yang kita sebut watak dari manusia. Jadi, watak disini ditentukan oleh:

Kualitas bahan baku atau sifat

Cara pembentukkan dari bahan baku menjadi bahan jadi atau tabiat.

Tabiat dapat dibentuk sejak manusia dilahirkan hingga dewasa tergantung dari bagaimana membentuknya. Pembentuk/pengolah, ialah manusia atau lingkungan, sangat menentukan pada pembentukan tabiat ini. Misalnya: Anak sejak kecil dididik jahat dan hidup di lingkungan kejahatan, tabiatnya setelah menjadi dewasa ia menjadi penjahat.

Sebaliknya anak yang sejak kecil dididik menjadi orang baik dan di lingkungan yang baik tentu setelah dewasa orang tersebut bertabiat baik pula. Andaikata bahan baku murni atau netral tidak ada sifat baik dan buruk, maka watak orang dewasa (barang jadi) ditentukan oleh tabiat dari seseorang.

Ini berarti kalau tabiatnya baik, wataknya ya baik pula dan kalau tabiatnya jahat wataknya pun jahat. Sudah diterangkan di depan, bahwa bahan baku atau bayi lahir sudah membawa sifatnya sendiri-sendiri (nasib). Jadi, watak itu tidak hanya ditentukan oleh tabiat saja, melainkan dipengaruhi pula oleh sifat bahan baku.

Hubungan antara sifat dan tabiat dalam pembentukan watak dapat diterangkan demikian: kita ibaratkan sifat seseorang itu merupakan intinya, sedangkan tabiat itu merupakan pembungkusnya. Sudah barang tentu yang pertama kali kelihatan adalah pembungkusnya berarti tabiatnya. Sedangkan sifat atau pembawaannya baru kelihatan apabila dikorek lebih mendalam.

Oleh karena itu, biasanya watak manusia itu pertama-tama yang lebih menonjol adalah tabiatnya. Apa yang dibentuk pada dirinya mulai anak-anak itulah yang muncul pertama-tama sebagai watak seseorang. Kalau misalnya sifat dan tabiat itu berlawanan, maka yang akan kelihatan menonjol dalam watak manusia ialah tabiatnya, sebab tabiat merupakan pembungkus. Contoh: anak yang bersifat baik mendapat pendidikan yang jahat dan dilingkungan kejahatan pula. Dewasanya ia menjadi orang yang memiliki tabiat jahat.

Tentu wataknya akan menunjukkan perbuatan jahat. Tetapi orang yang demikian apabila ada kesempatan bersinggungan dengan orang-orang yang baik dalam lingkungan yang baik pula, maka orang ini akan seketika dan dengan mudah meninggalkan tabiatnya yang jahat tadi dan berubah menjadi orang yang berwatak baik sesuai dengan sifatnya yang baik. Begitu pula sebaliknya anak yang bersifat jahat tetapi kebetulan mendapat pendidikan baik dan dalam lingkungan yang baik pula, pada dewasanya ia akan berwatak baik sesuai dengan tabiatnya yang diperoleh dari pendidikan dan pergaulan.

Tetapi orang yang demikian sekali bersinggungan dengan kejahatan akan segera luntur tabiat baiknya dan masuk kekejahatan sesuai dengan sifatnya. Alangkah bahagia dan mulianya kalau anak bersifat baik mendapat pendidikan yang baik dan dilingkungan baik pula. Ini berarti pada dewasanya akan memiliki watak yang terdiri dari sifat yang baik dan tabiat yang baik pula.

Jadi, resultantenya baik + baik = baik sekali. Kalau ada anak yang sifatnya jahat kita harus berusaha membuat pembungkus yang setebal-tebalnya, berarti membuat tabiatnya sebaik-baik, dan menjaga jangan sampai orang ini bersinggungan dengan kejahatan.

Watak Baik = Watak Utama

Sekarang bagaimana watak yang baik itu? Yang dimaksud watak yang baik itu adalah orang yang berwatak utama, yaitu: rela, narima, sabar, jujur dan budi luhur. Inilah watak yang harus dimiliki oleh manusia yang ingin memiliki budi pekerti yang luhur. Telah diuraikan di atas, bahwa watak seseorang itu dapat dibentuk dari sifat dan tabiat.

Begitu pula watak rela, narima, jujur, sabar dan budi luhur. Hal itu pada setiap manusia dapat dibentuk, melalui pembentukan tabiat mulai manusia tersebut masih kanak-kanak.

Mudah dan sulitnya pembentukan watak pada seseorang itu tergantung dari sifat manusia tersebut sebagai bahan baku. Kalau sifat dari manusia yang akan dibentuk wataknya sudah baik, tentu hal ini akan mendukung pembentukan watak dengan pemupukan tabiat yang baik, berupa membiasakan diri manusia tersebut kepada watak yang utama.

Apabila sifat dari manusia yang akan dibentuk wataknya itu kurang baik atau jahat, maka pembentukan watak dengan memupuk tabiatnya mulai anak-anak akan mengalami hambatan-hambatan, dikarenakan sifat yang kurang baik dari bahan baku tersebut. Tetapi kalau kita berusaha dengan tekun dan tekad yang kuat kita akan dapat membentuk watak utama pada seseorang dengan tabiat yang lebih dominan dari sifatnya.

Kalau sudah berhasil membentuk watak utama pada orang yang sifatnya kurang baik atau jahat, harus berhati-hati, karena orang yang demikian jangan sampai bersinggungan dengan kejahatan sebab watak yang didominasi oleh tabiat itu sangat labil, mudah berubah mengikuti sifatnya.

Pembentukan dengan jalan pemupukan tabiat itu tidak lain dari membiasakan diri, baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain. Oleh orang lain, misalnnya anak sebelum umur 3 tahun dibiasakan oleh pengasuhnya. Kebiasaan itu sangat berpengaruh dalam pembentukan watak diri seseorang. Begitu pula kalau anak sudah menginjak umur 3 tahun yang biasanya disebut kemratu-mratu bersikap seperti raja, segala menjadi miliknya dan segala kemauannya harus dituruti.

Disini pengasuh harus waspada, dan pandai-pandai mulai menanamkan watak rela kepada anak ini, dan kalau berhasil ini akan mempengaruhi watak anak itu pada tahun-tahun berikutnya.

Pada tahun-tahun menjelang anak itu akan masuk sekolah, yaitu menjelang umur 6 tahun, biasanya srakah/loba, disitulah pengasuh berusaha menanamkan watak narima yang berarti selalu menerima apa yang menjadi bagiannya. Anak seumur ini biasanya ingin yang banyak, terutama makanan, kadang-kadang perutnya tidak mampu untuk menghabiskan makanan tadi, sehingga sering dikatakan “matanya lebih besar daripada perutnya”. Kalau anak sudah mulai sekolah, berarti sudah melatih angan-angan itu membutuhkan kesabaran, baik pihak guru/pengajar maupun anak itu sendiri.

Tidak ada kesabaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mengisi angan-angan. Terutama pada tahap-tahap permulaan. Kalau angan-angan sudah mulai dilatih/diisi harus dibarengi dengan melatih kejujuran pada anak tersebut, sebab kalau tidak, hasil latihan angan-angan itu akan dipergunakan untuk mengingkari kebenaran.

Jadi, disini kejujuran pegang peran utama kalau kita menginginkan angan-angan seseorang mendukung kebenaran. Bersamaan dengan pengisian angan-angan harus dibarengi dengan penanaman watak jujur, sehingga segenap potensi angan-angan itu nanti tidak membahayakan masyarakat. Itulah kebiasaan yang perlu ditanamkan oleh orang lain sewaktu angan-angan belum sempurna, yang dapat diharapkan menjadi sumbangan yang positif dalam membentuk watak seseorang pada masa dewasanya. ***

CATEGORIES
TAGS