Pemkot Tangerang Coba Lagi Menggusur Cina Benteng

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

PEMERINTAH Kota Tangerang mencoba lagi akan menggusur permukiman warga Cina Benteng, yang sudah lama mendiami garis sempadan Sungai Cisadane. Tampaknya, Pemkot Tangerang akan mengulangi lagi peristiwa tragis 13 April 2010, dimana ratusan petugas Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja setempat, bentrok dengan warga Cina Benteng di Kampung Benteng, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten. Tidak kurang 11 orang luka-luka pada peristiwa tersebut, terdiri atas 5 warga setempat, 3 petugas Satpol PP, 2 wartawan dan 1 pengacara.

Pokok soal, adalah rencana penggusuran rumah-rumah penduduk di tepi Sungai Cisadane. Sekitar 350 keluarga atau sekitar 1.000 jiwa, tinggal di areal seluas 10 hektar yang akan digusur tersebut. Mereka asalnya adalah keturunan Tionghoa, yang sengaja datang dari daratan Tiongkok untuk mencari penghidupan baru, dan tinggal di luar kawasan Benteng Makassar yang didirikan pemerintah kolonial Belanda dan Kesultanan Banten pada tahun 1619.

Pada bulan April dua tahun lalu, sekitar 250 orang petugas Satpol PP Kota Tangerang dengan beringas merubuhkan tiga pabrik, di antarnya sebuah pabrik kecap dan sepuluh kandang ternak babi, yang menjadi sumber nafkah warga Cina Benteng itu. Sekitar 300 rumah tidak berhasil dirubuhkan, karena ratusan bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda-pemudi dan anak-anak, melakukan perlawanan. Mereka siap digilas dengan alat berat, apabila masih diteruskan. Akhirnya, penggusuran dihentikan.

Kisah warga Cina Benteng ini memang cukup memprihatinkan. Sudah lama mereka tidak mendapatkan akses untuk menikmati pembangunan, karena tidak diakui sebagai penduduk resmi atau warga negara Indonesia. Sehingga, mereka turun-temurun hidup miskin dan tergolong melarat, karena mereka juga terpaksa menghuni bangunan liar, karena tidak diberikan izin. Kesenjangan sosial semakin mencolok, setelah dibangunnya Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng yang tidak jauh dari hunian mereka.

Menurut penelusuran sejarah, Benteng Makassar yang dibangun Belanda dan Kesultanan Banten di tepi Sungai Cisadane, menjadi pusat kota Tangerang yang dihuni keluarga kaum mampu. Sedangkan orang Tionghoa perantauan yang tidak mampu, tinggal di luar benteng tersebut. Mereka terkonsentrasi di daerah sebelah utara, yaitu di Sewan dan Kampung Melayu, atau sepanjang Sungai Cisadane hingga saat ini.

Pasca penggusuran bulan April tahun 2010 lalu, mereka sudah hidup tenang. Tetapi, tanggal 15 Mei lalu, mereka mendapat surat perintah pembongkaran bangunan liar sepanjang garis sempadan Sungai Ciliwung tersebut, dari Satuan Tugas Penegakan Peraturan Daerah Kota Tangerang. Anehnya, surat perintah pembongkaran tersebut bertanggal 20 Maret 2012, tetapi baru disampaikan kepada warga sekitar dua bulan kemudian.

Koordinator Forum Masyarakat Kampung Benteng (FMKB), Eddy Liem mengatakan, pekan lalu, penyampaian surat tersebut pun tidak melalui jalur RT dan RW setempat., tetapi langsung ke beberapa warga oleh petugas Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang. Setelah menerima surat itu, FMKB pun berkonsolidasi dan secara bulat menyatakan akan melakukan perlawanan, bila dilakukan penggusuran. Mereka siap menerima risiko apa pun.

Perlu Kebijakan Negara

Dalam era reformasi ini, khusus untuk warga miskin seperti kasus warga Cina Benteng ini, perlu ada kebijakan negara. Sesungguhnya, kesalahan menempati tanah bantaran Sungai Cisadane, tidak bisa dikenakan sepihak. Mereka tinggal di sana karena dipaksa keadaan, dan seolah-olah dibiarkan terisolasi selama ini..Mereka sudah puluhan tahun dan turun-temurun tinggal di sana, mengapa baru sekarang dipersoalkan.

Anehnya lagi, Kepala Humas Pemkot Tangerang, Amal Herawan, mengatakan, surat peringatan pertama pembongkaran tersebut ditujukan bagi warga yang mendiami kawasan sekitar irigasi mulai Simpang Tujuh hingga Rawa Kucing, bukan kawasan Mekarsari, karena Dinas Pekerjaan Umum mengeluhkan keberadaan penduduk yang telah menghambat irigasi di kawasan tersebut.

Tampaknya, surat perintah pembongkaran ini sengaja dibuat tidak jelas, dan oleh Satuan Tugas pula. Ditengarai, hal ini sebagai akal-akalan dari Pemkot Tangerang, karena dulu Satpol PP gagal melakukan penggusuran.

Yang jelas, apa pun motifnya, Pemkot Tangerang harus memberi jalan keluar dan adil terhadap penduduknya. Perum Perumahan Nasional (Perumnas) dulu didirikan pemerintah untuk menampung rakyat tergusur.

Sekarang pun tujuannya seperti itu, dan tersedia pula rusunawa (rumah susun sewa), bagi warga miskin atau yang tidak mampu membeli rusunami (hak milik). Warga Cina Benteng harus diberi peluang untuk itu. Di sinilah perlu kebijakan negara, yang bisa diusulkan oleh Pemerintah Kota Tangerang, guna menghindari bentrok Satuan Tugas dengan warga.***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS